Bab 22

2K 81 0
                                    


"Kamu!" kaget Zia setelah melihat Zuan yang sedang duduk santai, Zuan hanya tersenyum tipis menanggapi ucapan Zia.

Zuan lebih tertarik untuk memandangi Zahra lama-lama dari pada menanggapi Zia. Ia memperhatikan penampilan Zahra, dan hal itu bisa membuat Zuan senyum-senyum sendiri.

Lihatlah betapa imutnya Zahra saat memakai baju panjang dengan motif bunga mawar putih, perut Zahra juga sudah mulai terlihat Zuan jadi salah tingkah sendiri. Hatinya sedang bahagia saat ini.

Merasa tidak di respons Zia memilih duduk di samping Zahra kemudian mengeluarkan sesuatu dari kantongnya.

"Zahra, kamu harus tahu sesuatu," ucap Zia semangat.

Zahra mengalihkan pandangannya dari makananya ke arah Zia," apaan?"  tanya Zahra malas.

Sahabatnya ini sangat suka mengganggu kesenangannya, lihat saja kalau yang akan Zia sampaikan tidak penting ia tidak akan segan-segan melempar es krim ini ke wajah Zia. Akhir-akhir ini Zahra sangat mudah terpancing emosinya.

"Kamu pasti suka, Za!"tegas Zia.

Zuan hanya diam masih sibuk memperhatikan Zahra. Ah surga dunia, pikirnya.

Zia memberikan sebuah tiket kepada Zahra.

"Tiket apaan ini," tanya Zahra.

"Baca."

Zahra membaca tiket tersebut, seketika wajahnya terlihat berseri-seri bahagia. Tanpa sadar Zahra berteriak, hal itu membuat Zuan bingung, ada apa dengan Zahra, batinnya.

"Mauuuuuuuu," tutur Zahra.

Zia tersenyum senang kemudian mengangguk kepada Zahra, Zuan hanya menatap mereka berdua tidak mengerti.

"Ada apa?"

Zahra dan Zia kompak melihat ke arah Zuan yang bertanya dengan raut   wajah bingungnya, mereka saling tatap kemudian Zia membisikkan sesuatu ke pada Zahra. Zahra terlihat menghela nafas pelan kemudian menatap Zuan, beritahu enggak yah, pikir Zahra.

Ah sudahlah Zahra memilih untuk memberitahukan alasan mereka berdua bahagia, Zuan mendengar perkataan Zahra kemudian berpikir sebentar.

"Gue ikut yah," mohon Zuan.

Sontak saja Zahra menggeleng tegas, "gak boleh!" timpalnya tanpa memikirkan perasaan Zuan yang sangat berharap, Zahra sudah merencanakan semuanya dalam pikirannya bahwa ia ingin pergi hanya berdua dengan Zia.

Zuan yang di tolak oleh Zahra berdecak kesal, seumur-umur baru kali ini ia di tolak seperti ini. Ke mana harga dirinya selama ini pikir Zuan.

"Belum juga apa-apa udah di tolak aja," gumam Zuan.

Zahra yang sedang sibuk dengan tiketnya tidak mendengar ucapan Zuan barusan, sementara Zia yang berada di sampingnya sedang melamun memikirkan sesuatu.

Zia hanya takut kalau di sana terjadi sesuatu yang tidak di inginkan, jujur saja ia masih teromah dengan penculikan waktu itu. Bagaimana kalau di sana juga banyak orang jahat. Apalagi Zahra sedang mengandung.

"Za, aku pikir kita harus mengajak temen-temen deh, takutnya nanti ada apa-apa selama liburan gimana."

Zuan yang mendengar penuturan Zia barusan tersenyum senang, setidaknya masih ada kesempatan untuk terus dekat dengan Zahra.

"Nanti aja kita pikirin, ini juga liburannya seminggu lagi kan," tutur Zahra, ia tidak ingin pusing-pusing memikirkan hal itu. Lebih baik ia pokus dengan makanannya, pikir Zahra.

Mereka bertiga bercerita banyak lebih tepatnya Zahra dan Zia yang bercerita, sedangkan Zuan hanya diam memperlihatkan raut wajah datarnya. Sesekali ia membalas perkataan Zahra yang menurutnya penting saja.
-----
•Abi POV

Sudah sejak tadi aku mengetuk pintu rumah Zia, tapi sepertinya tidak ada orang. Karena sedari tadi tidak ada yang menjawab.

"Di mana, Zahra?" tanyaku pada diri sendiri.

Aku teringat sesuatu, bukannya aku mempunyai nomor Zia kenapa tidak  menelponnya saja. Ah kenapa tidak dari tadi aku memikirkan ini, bodoh sekali.

Sudah beberapa kali aku mencoba menghubungi nomor Zia tapi juga tidak juga tersambung, rasa kesal sudah menguasai pikiranku. Ke mana mereka berdua pergi. Dan kenapa juga sangat susah di hubungi.

Aku memutuskan untuk pulang saja, saat tiba di dalam mobil tiba-tiba satu pesan masuk ke ponselku.

Seseorang mengirimkan sebuah poto, setelah ku perhatikan ternyata itu poto Zahra yang sedang duduk di sebuah kursi taman dengan seorang pria dan wanita.

Aku tentu mengetahui siapa mereka berdua, siapa lagi kalau bukan Zia dan pria yang suka ikut campur itu.

[Kita bertemu di tempat biasa, aku akan segera ke sana.]

Setelah mengirimkan pesan tersebut ke nomor yang barusan mengirim poto itu, aku segara melajukan mobilku pergi dari rumah itu.

Sepertinnya ini akan seru, batinku.

......

ABIZHA [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang