Bab 21

2.3K 89 0
                                    


•Author POV

Abi baru saja ingin membuka pintu ke luar, tapi sudah ada yang mengetuk-ngetuknya terlebih dahulu. Ia berjalan untuk membuka pintunya.

Cklek

Betapa kagetnya Abi saat melihat siapa yang berada di hadapannya, di sana Zia sedang menunduk lemas dan penampilannya sangat berantakan. Sebenarnya apa yang sudah terjadi kepada Zia, batin Abi.

"Boleh kami masuk dulu?"

Abi seketika tersadar dari lamunannya dan melihat ke arah laki-laki yang berada di samping Zia, saking kagetnya Abi sampai-sampai tidak menyadari kehadiran cowok itu.

Lelaki itu berpenampilan cukup rapi, hanya saja ada beberapa lebam dan luka di wajahnya.

"Ayo, masuk dulu," ucap Abi.

Mereka bertiga masuk ke dalam rumah, Zahra yang sedang duduk juga sama terkejutnya melihat sahabatnya terlihat kacau seperti itu. Entah apa yang sudah terjadi dengan Sahabatnya itu.

Zahra mendekati Zia secara perlahan kemudian memeluknya erat begitu juga dengan Zia, Zahra berusaha menenangkan Zia yang mulai terisak.

"Kamu tenang dulu, Zi," tutur Zahra lembut, setelah beberapa saat Zia menangis di pelukannya, perlahan-lahan Zhara melepaskan pelukan Zia dan melihat ke arah Abi.

"Bi, bisa bantu aku ke dapur," mohon Zahra. Abi yang mendengar penuturan Zahra menghentikannya.

"Enggak boleh, kamu mau apa ke dapur biar aku aja," usul Abi, mana mungkin ia mengizinkan Zahra di saat keadaannya masih sangat lemah seperti ini.

Zahra menyuruh Abi untuk membuatkan teh panas untuk Zia, Abi yang mengerti permintaan Zahra mengangguk kemudian mengusap pelan pipi Zahra sembari tersenyum, lalu pergi ke dapur untuk membuatkan teh untuk Zia.

Mereka berdua tidak mengetahui seseorang sedang menahan kesal melihat ke akraban mereka berdua, siapa lagi kalau bukan laki-laki yang bersama Zia tadi.

Zahra mengalihkan pandangannya ke arah pria tersebut, ia memicingkan matannya mengamati pria tersebut. Enta di mana tapi mengapa ia seperti kenal dengan pria itu. Ah sudahlah lupakan saja, pikir Zahra.

"Kok bisa sampai kayak gini, Zi?" Zahra memutuskan untuk bertanya kepada Zia, karna menurutnya ini sudah keterlaluan.

"Nanti saja bertanyanya," bukannya Zia yang menjawab pertanyaan Zahra malah langsung di potong oleh pria itu.

"Kamu siapa?" balas Zahra, ia sudah cukup sabar menahan rasa penasaran tentang pria ini. Dan sekarang sudah tidak bisa lagi Zahra sudah terlanjur kepo.

"Zuan," ucapnya santai.

Zahra merasa familiar dengan nama itu, ia berusaha mengingatnya. Setelah beberapa saat berfikir keras tiba-tiba Zahra teringat sesuatu, apakah dia laki-laki yang menolongnya dari para preman.

"Kamu yang bantuin aku dari para preman itu kan?" tanya Zahra.

Zuan yang melihat ekspresi Zahra seperti itu merasa ingin tertawa terbahak-bahak bagaimana tidak wajah Zahra sangat lucu kalau sedang seperti itu. Ia hanya mengangguk menyetujui perkataan Zahra.

Zahra mengangguk mengerti, sebenarnya ia masih ingin bertanya banyak tapi ia pikir ini bukanlah saat yang tepat.

"Ini, minum dulu."

Abi sudah kembali dari arah dapur dengan dua cangkir teh di tangannya, kemudian meletakkannya di hadapan Zia dan Zuan. Setelah selesai membersihkan minumannya Abi duduk di samping Zahra, kemudian memainkan rambut panjang Zahra yang tergerai indah.

Sementara Zahra hanya menggelengkan kepalanya melihat tingkah Abi, ia berusaha memperingati Abi agar tidak aneh-aneh di hadapan orang lain. Abi yang merasa terusik dengan penolakan Zahra hanya menghela nafas pelan kemudian sedikit menjauh dari Zahra.

"Pelit," gumam Abi kepada Zahra.

Zuan hanya menatap Abi tajam, kalau saja tidak ada Zahra mungkin pria itu sudah habis, batin Zuan.

"Kenapa bisa kayak gini?" tanya Zahra kepada Zuan kemudian melihat ke arah Zia yang masih diam sembari menunduk.

"Aku melihat dia di tarik paksa beberapa orang, saat itu aku kebetulan melalui jalan itu. Yaudah aku ikutin saat teman kamu teriak-teriak minta tolong yaudah aku tolongin," jelas Zuan, sebenarnya ia sangat malas untuk berbicara sepanjang ini tapi demi Zahra ia siap melakukannya.

Zahra hanya diam mendengarkan penjelasan dari Zuan, ia masih belum mengerti apa tujuan mereka menculik Zia seperti itu.

"Yaudah, terimakasih sudah nolongin teman saya," ucap Zahra lembut.
------
Sudah dua hari setelah kejadian itu, dan keadaan Zia sudah membaik ia juga sudah menceritakan kejadian saat ia di culik kepada Zahra, mereka berdua juga sudah melaporkannya dengan polisi.

Kesehatan Zahra juga sudah membaik ia sudah bisa berjalan sendiri dan masalah kandungannya juga sudah normal.

"Za, hari ini kita ke supermarket soalnya aku mau beli sesuatu," ucap Zia.

Zahra sebenarnya juga ingin ke sana untuk membeli susu ibu hamil, jadi sekalian saja pergi bersama Zia. Kandungan Zahra sudah memasuki bulan ke empat jadi otomatis perutnya sudah terlihat.

Sebenarnya Abi sudah beberapa kali mengajaknya untuk kembali tinggal ke rumah Abi, tapi Zahra belum mau kalau harus meninggalkan Zia sendiri setelah kejadian penculikan itu.

"Boleh, sekalian aku mau belanja," timpal Zahra.

Mereka berdua pergi ke supermarket menggunakan angkot seperti biasa, Zia juga sudah memberitahukan kepada Zahra bahwa toko kue tempatnya berkerja sudah memberikan izin untuk Zahra istirahat  karena insiden di pesta itu.

Sesudah berbelanja Zia mengajak Zahra jalan-jalan dahulu, Zahra yang memang sudah merasa bosan di rumah terus mengangguk semangat menyetujui usul Zia. Mereka berdua memutuskan untuk pergi ke pantai saja.

"Zahra, emang kamu kenal sama orang yang udah nolongin aku waktu itu?" tanya Zia, mereka berdua sedang duduk di salah satu kursi taman.

"Dia pernah nolongin aku juga, Zi," jawab Zahra santai kemudian ia melanjutkan acara minumnya. Entah sejak kapan tapi Zahra sangat suka dengan minuman-minuman dingin terutama es krim.

Mungkin ini yang di namakan ngidam, batin Zahra.

"Oh gitu," respons Zia, ia kira cowok itu teman lama Zahra ternyata bukan.

Zia memesan beberapa makanan ringan kemudian berpamitan untuk ke toilet. Setelah kepergian Zia, Zahra hanya diam menunggu pesanan mereka datang.

Saat ia mengedarkan pandangannya ke penjuru taman, tiba-tiba ia melihat Zuan yang sedang bersepeda tak jauh dari tempatnya duduk.

"Zuan," teriak Zahra.

Zuan yang merasa di panggil mengedarkan pandangannya mencari siapa yang memanggil dirinya, di sana terlihat seorang wanita cantik sedang melambaikan tangannya, siapa lagi kalau bukan Zahra. Wajah datarnya seketika menampilkan senyum bahagia melihat sang pujaan hati.

"Hai," sapa Zuan setelah memarkirkan sepedanya kemudian duduk di hadapan Zahra.

Zahra hanya tersenyum menanggapi sapaan Zuan. "kamu ngapain di sini? " tanya Zahra.

"Lagi jalan-jalan aja," balas Zuan.

"Maaf lama, soalnya aku antri di toilet tadi jadi sedikit lama, Zahra," tutur Zia sembari memegang kedua lututnya karena habis berlari.

"Iya gak pa-pa," jawab Zahra kemudian memberikan minuman kepada Zia, yang terlihat sangat lelah.

......

ABIZHA [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang