part 3

35 3 0
                                    

Aku melirik becker biru laut yang gagah berkacak di atas meja kamar. Alunan syahdu nasyid Maher Mustafa mengisi penuh ruangan favoritku dari dulu hingga detik ini. Disini, dimana aku bisa bebas berekspresi sebebas apapun. Serasa suasana pesta karena saking kencangnya speaker milik kak Danish yang diam-diam kuboyong kekamar.

Jujur saja aku sedikit takut jikalau harus sendirian di rumah. Jadi sambil tiduran membaca buku, aku juga menyetel musik dengan high volume. Lumayan lah.

Dan, diluar sana tengah hujan. Jadi, tidak akan mengganggu tetangga sebelah. Walaupun tidak cukup lebat, tapi tetap bisa menjadi penghalang suara speaker hitam ini tembus ke luar.

Sudah masuk jam sepuluh malam, tapi Ummi belum kunjung kembali. Biasanya saja beliau mengirim pesan singkat, ataupun sengaja menelfon hanya demi memberi kabar pada putri tercantik ehh tercintanya ini.

Hmmm handphoneku... Kalau saja tidak hilang...

Btw, aku juga nggak bisa kalau harus melewatkan aktivitasku ini tanpa mengunyah. Sesaat kusambar sisir yang tergeletak diatas meja dan kuselipkan pada sela-sela halaman buku. Aku jadiin bookmark maksudnya. Wkwk.. aneh memang. Tapi apa daya, kemarin aku menghilangkan pembatas buku ini.

We just have tooo..
Open your eyes our heart and mind..

"Assalamu'alaikum.."

Ups.. aku langsung membekap mulutku setelah mengeluarkan suara benyek-ku.

Itu pasti suara Ummi...
Aku berlari cepat menuju pintu dengan kedua tangan dipenuhi Snack dan air minum.

Jglek...

"Wa'alaikumsalam.....Ummi..!!!!"

Aku segera memeluk tubuhnya erat. Membiarkan wanita dengan tubuh sedikit berisi itu kaget. Dan segera membalas pelukanku. Sudah sebulan tak bersua, rindu rasanya.

"Ehhh....Nia. Seharian ini Ummi khawatir loo...kamu dihubungi dari siang tidak ada jawaban..malah nggak aktif apa yaa nomormu.."

Aku hanya meringis kaku melihat Ummi kepanikan. Sebelum menjawab pertanyaan itu, aku diam.

"Kenapa?" Ummi menyelidik.

"Mmm...maafin Nia ya Mi.....handphone pemberian Ummi itu mmmm... ilang..."

Hufft.

Sejujurnya ini bukan pembahasan yang menarik. Andai saja tidakendesak, aku akan memberitahu hal ini pada Ummi jika waktunya sudah tepat. Ya.. saat aku sudah siap menerima konsekuensi amarah dari Ummi-ku.

Mengingat detak jantungku yang sudah tak beraturan semenjak dengan tidak sengaja aku menghilangkan handphone itu. ku takut kena marah Ummi karena kecerobohanku menghilangkan benda pemberiannya.

Ummi tersenyum simpul, " musibah Ni...ikhlaskan saja"

"Ummi nggak marah??"

Apa? Aku masih tidak percaya dengan apa yang Ummi katakan barusan.

"Kenapa harus marah?? Handphone itu belum rezekimu berarti."

Antara harus sedih ataupun bahagia atas respon Ummi, tapi intinya aku bangga banget punya ummi sehebat beliau yang selalu mengajarkan sikap-sikap mulia termasuk salah satunya belajar untuk 'ikhlas'.

"Sekali lagi maafin Nia ya Mi....Nia janji bakal lebih hati-hati lagii.."

"Iya...Ummi percaya sama Nia... Yuk masuk kedalam...udah malem, dingin juga. Dan ehh.. Tadi pulang sama siapa?? Abah belum bisa pulang soalnya tadi sore... "

Aku melirik Ummi takut.

"Emm... Ngojek mi... "
Dan jawaban itu yang terlontar. Maafin Nia Mi... Nia bohong...

The Way Of LOVETempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang