DANISH POV
Aku tahu, om Bahar akan lebih sering berada dalam ruangan ini. Dimana bibi Hanum dirawat sejak dua tahun lalu. Karena dulu, beliau sering mengajakku kesini, melihat perkembangan kesehatan istrinya yang selalu nihil. Tak mengalami perubahan sedikitpun. Bahkan dokter sudah pasrah akan kondisi bibi yang semakin terpuruk.
Hendak dirujuk ke RS di luar negeri yang memiliki fasilitas lebih lengkap..namun paman menolaknya. Biaya menjadi alasan utamanya.
Lihatlah sekarang....
Beliau seorang yang rapuh, hidupnya selalu dipenuhi dengan harapan-harapan besar yang tak kunjung dia dapatkan. Tapi semua itu selalu tertutup oleh tawa cerianya yang membuatku selalu memandang bahwa beliau orang yang kuat, tak pernah memiliki beban.
wajah senjanya yang mulai mengerut membuatku iba.
Aisha mengeratkan genggamannya padaku.
"Om Bahar..." sapaku pelan diambang pintu.
"Jangan diganggu mas...." bisik Aisha mengingatkan.
Aku tetap maju mendekati pria tua yang tengah duduk menatap istrinya yang tak bisa berbuat apa-apa.
Tak sedikitpun beliau memalingkan wajahnya padaku.
" om Bahar..." sapaku kedua kali. Pria itu menoleh menatapku.
Aku menelan ludah, tak siap melihat pria yang mengajariku mengaji dari kecil mengenalkan huruf demi huruf dalam Al-Qur'an, mengajarkan sholat, mengenalkanku berbagai pengetahuan tentang islam. Dia yang tak pernah kulihat kurang kebahagiaan untuk pertama kalinya tumbang .
"Apa yang terjadi om...??" aku masih gemas melihat keadaan semua orang hari ini.
Otakku terus memproduksi pertanyaan-pertanyaan yang tak ada hentinya.
Apa yang telah terjadi selama aku pergi??
"Kau tahu Nish....Nia telah dijodohkan orangtuamu dengan orang lain...bukan Ibra..!!!" jawab Om Bahar yang terkesan membentak.
Otakku panas.
Bagaimana bisa terjadi??
"Lalu..??"
Pikiranku langsung tertuju pada Razi, pria muda yang aku sendiri mengetahuinya, dia sudah lama menyukai adikku.
Tapi apa dia yang akan menikah dengan Nia??
Bagaimana mungkin??
Lalu tunangan waktu itu..???
"Lalu....bagaimana dengan nasib bibimu ini....dia sudah lama bermimpi ingin baik antara Nia ataupun Ibra bisa hidup bersama, bisa menemani kami mengurus madrasah bersama..."
Tak langsung kurespon.
Amarahku memuncak.
Aku masih belum percaya Ummi membohongiku waktu itu dengan kabar acara tunangan Nia dengan Ibra.
"Bukankah Ibra telah resmi meminang Nia beberapa hari lalu???" Aku masih terus bertanya.
"Hhh...memang nasib kami harus selalu seperti ini Nish...."
Om Bahar menyeka pipinya yang basah dengan lengan baju miliknya.
Kembali menatap istrinya di ranjang.
"Kau tanyakan sendiri pada abahmu..." tukas pria tua didepanku tanpa menatap.
Ruang rawat lengang sejenak, menyisakan pengap.
Aisha menyikutku, aku menatapnya Sebentar.
"Ayo kita pergi..." katanya berbisik.
Tanganku terkepal.
Fiuhh..
Kuiyakan saja permintaan isteriku ini. Mungkin ada baiknya meninggalkan om Bahar sendiri. Kondisinya tengah buruk.
■■■■
IBRA POV
Aku mengeluarkan beberapa makanan instan dari dalam freezer yang kemarin sempat dibeli.
Lima belas menit berlalu, semangkuk bubur ayam telah tersaji di meja makan.Jam dinding masih menunjuk pukul lima pagi, tapi perutku sudah meronta-ronta minta diisi.
Untung saja Haura memberiku banyak persediaan makanan untuk beberapa hari kedepan. Jadi tak perlu repot-repot aku harus kluyuran mencari makanan di luar sana.
"Assalamu'alaikum....."
Baru saja sesendok bubur kulahap bringas, suara salam terdengar di depan pintu. Mengganggu saja.
"Wa'alaikumsalam.." jawabku setengah berteriak.
lagipula,Aku tahu Haura akan berkunjung kemari setelah kemarin menelfonku. Dia begitu mengkhawatirkanku yang hidup sendiri di rumah sewa ini.
Jglek..
Aku langsung menunjukan senyum semanis mungkin untuknya. Dan tunggu...
Senyumku perlahan mengendur, dia bukan Haura.
Tapi siapa dia??
"Assalamu'alaikum Mas Ibra..." sapanya ramah dengan dua tangannya yang ditangkupkan didada, tanda salam.
"Wa'alaikumsalam.."
Wajah asingnya tak pernah kutemui dimanapun.
segera kulepas lamunanku pada wanita muda yang menyapa akrab di depanku.Memberi balasan atas salamnya.
"Maaf..mbaknya siapa ya?? Kok kenal saya, padahal sepertinya kita belum pernah bertemu sekalipun??"
Wanita itu malah tertawa kecut .
"Bener ya kata orang...mas itu orangnya cute lohh..."
Baru sekejap aku menatap wanita yang sok akrab itu, dan tak kutemui masalah yang serius.
"Maaf...sepertinya anda salah alamat."
Aku segera mengakhiri pembicaraan, menutup pintu dan kembali menuju meja makan.
Wanita itu mencegahku," tunggu mas..."
Aku menatapnya malas,
"Satu lagi kesempatan untukmu, hal apa yang harus kita selesaikan???""Masalah Nia dan Razi mas..."
Aku menelan ludah susah payah, baru pagi ini aku bisa sedikit melupakan hal itu, dan wanita asing ini mulai mengungkitnya.
"Aku tak ingin membahas mereka..permisi."
Lagi-lagi wanita itu mencegahku pergi."Tunggu dulu mas, biarkan aku menjelaskan tentang semua yang terjadi.." wajahnya berubah serius.
Dan jujur saja aku mulai tertarik dengan pembahasan ini, tampaknya dia tahu banyak hal.
Kupasang wajah datar, berusaha tenang tak terpancing, " kenapa memang..??"
"Nanti jam delapan saya tunggu kedatangan mas di mall kota ini, semua kesalahpahaman ini akan saya jelaskan..permisi..."
Aku tak mencegahnya pergi.
"Heyy..,siapa namamu??" teriakku terlambat.
"Temui saja...dimeja no 04 kedai kopi..." jawab wanita itu dengan terus melangkah pergi.
#end of part 24
✌✌
KAMU SEDANG MEMBACA
The Way Of LOVE
RomanceNia tak tahu harus menyalahkan siapa, ketika cinta yang ia pilih dengan hati nuraninya tiba-tiba ditentang oleh kedua orangtuanya. Mereka bahkan tak segan membuang Nia jauh dari kehidupan mereka, jika Nia masih bersikukuh pada pilihannya. Acara lama...