part 4

31 2 0
                                    

IBRA POV

Sudah hampir semingguan, handphone Nia masih belum juga kukembalikan. Mengingat akhir-akhir ini ayah sering mengajakku bolak balik ke kantornya entah untuk meninjau kinerja mesin pabrik ataupun hanya sekedar mengenalkanku kepada para karyawannya.

Banyak pesan ataupun paggilan yang masuk, ramai sekali. Sengaja kumatikan total handphone itu, mengantisipasi tangan gerahku yang selalu ingin membuka dan mengetahui isi handphone gadis yang selama ini membuatku diam-diam memikirkannya. Jujur saja aku merindukan wajah jutek dan alisnya yang tebal mirip angry bird itu.

Ehh.. Baru aja sekali ketemu, kok rasanya aneh yaa...

Hendak kubuka handphonenya , tapi serasa tak sopan membuka privasi seseorang yang sama sekali belum kukenal kecuali hanya namanya.

Atau mungkin siang ini kukembalikan??

Sepertinya Ayah tak mengajakku ke kantor hari ini.

"Zan.....!! Temenin ayah ke kantor yukk..!!"

Kacau sudah planningku barusan. Nasib...

Panggilan itu, hanya milik ayah, dan aku lebih suka orang -orang diluar sana memanggilku dengan sebutan Ibra.

Suara lantangnya sungguh membuatku hampir jantungan. Sontak handphone yang sejak selepas shubhuh tadi hanya kubolak balik terlempar gesit jatuh, dan untungnya mendarat mulus dikasur, jadi tak perlu dikhawatirkan.

"Iya yah...sebentar..."

Langsung saja kuganti pakaian yang semula kaos polosan beserta sarung batik tulis , dengan celana  bahan dan kemeja biru langit lengkap dengan dasi yang baru ayah beli kemarin.

Ibra yang sekarang lebih rapi. Hahaha

"Wahh pengertian sekali anak ayah ini...baru dipanggil sudah rapi saja."

Aku tersenyum, mengambil segelas air putih dan duduk menatap kesibukan ayah di meja makan.

"Ke kantor mau apa yah?? Ini sabtu kan? Biasanya semua aktivitas kantor diliburkan?"

Ayah masih sibuk bolak-balik memasukan berkas-berkas penting ke dalam tas hitam miliknya.

"Weekend tetap aktif bagi ayah Zan...sebetulnya tidak terlalu penting ataupun mendesak, ayah hanya mau ketemu sama klien, yang jauh -jauh datang dari Semarang dan juga ingin bertemu dengan ayah dan kamu."

Aku mengerutkan kening, "ketemu Zan?? Emang kenal yah??"

"Ya belum si...makanya beliau pengin kenalan..lagian kan kamu juga harus siap kenal dan mampu menjalin hubungan yang baik dengan seluruh rekan kerja ayah. Biar nanti gak kesliru.."

Aku kembali meneguk segelas air ditanganku hingga habis.

"Kenapa si yah, Zan ini baru saja lulus dari salah satu Universitas negeri di Jakarta. Sarjana kedokteran. Zan tengah merintis karir Zan sendiri, lagipun om Wawan baru seminggu lalu nawarin Zan buat kerja bersamanya di salah satu RS besar di Bandung. Senin depan mungkin sudah mulai masuk."

Ayah menoleh cepat, menghentikan aktifitas dan menatapku layu," Zan..."

Aku hanya terdiam lesu. Aku tahu, ayah tipe seorang yang pemaksa dan wajib dituruti apa maunya.
Itu pendidikan yang kemudian beliau selalu ajarkan padaku.
"Apapun yang aku inginkan maka sejatinya itulah milikmu yang sebenarnya. "
Aku masih mengingat kalimat itu.

"Kau tahu kan..ayah sudah semakin tua, kapanpun Ayah bisa pergi meninggalkanmu.."

"Yah.."

"Silahkan kau bekerja diamanapun dan dengan siapapun semaumu...Ayah tak melarang sedikitpun. Ayah bangga kalau kau bisa sukses melebihi Ayah. Tapi bantulah ayah melanjutkan bisnis ayah ini."

The Way Of LOVETempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang