part 23

21 1 0
                                    


Aku sengajamerebahkan tubuhku di atas kasur putih,  mendengarkan musik lewat earphone yang tergletak diatas meja kamar.

Menghubungkannya dengan handphoneku sendiri.

Hanya ini caraku mengembalikan moodku yang mendadak berantakan hari ini. Menghibur diri dengan mendengarkan lagu-lagu yang membuat tentram suasana.

Aku tak ingin memikirkan apapun, apalagi tentang rencana pernikahan Nia dengan Razi.
Otakku panas.

Ayah calling....

"Assalamu'alaikum yah..."

Aku masih merebahkan tubuh santai, menatap langit-langit kamar malas.

"Wa'alaikumsalam Zan......kok nggak ikut pulang Haura??"

"Zan pengin nenangin diri Yah..."

"Nenangin diri bagaimana?? Udah sembuh kok..!! "

Aku tak menjawab.

"Terus gimana sama kontrak kerjamu di Bandung??"

Aku tak begitu memikirkan masalah itu.

Dan bisa jadi aku akan membatalkannya.

"Zan akan membatalkannya yah...itu sudah Zan pikirkan matang-matang.."

Terdengar ayah mendengus pelan. Aku percaya, ayah akan menghardik keputusanku yang begitu tiba-tiba dan ceroboh ini.

Ya.. Aku sendiri begitu menyayangkan keputusanku barusan. Pekerjaan yang kuimpikan selama ini berlalu begitu saja.

"Terserah kau saja...kau sudah tahu mana yang baik ataupun buruk untuk kau lakukan."

Tuuut...

Ayah mengakhiri pembicaraan dengan memutuskan sambungan telfon.

Untuk kesekian kalinya, aku membuat ayah marah dan kecewa.

Oh Ibra...

Aku menyesali semua yang telah menimpaku hari ini.

Aku kembali memutar musik-musik favoritku.
Memejamkan mata dan segera berlalu melupakan sejenak semuanya .

■■■■

Jam dinding masih menunjuk angka 3 dinihari.

Ayam jago mulai bersahutan dari jarak kejauhan, memberi tahu dunia bahwa hari hampir pagi.

Baru sekitar satu jam aku bisa terlelap dan terbangun kembali.

Kepalaku pusing akibat begadang semalaman. Tak ada aktivitas berarti, hanya aku masih terlalu memikirkan Nia.

Astaghfirullah...

Bisa gila aku !!!

Tak mau ambil pusing, segera aku meyambar handuk, menuju kamar mandi membersihkan diri dan mengambil wudlu.

Rasanya sudah lama aku melupakan satu aktivitas rutinku dulu selama masih bermukim di pesantren.

Bagaimana hingga aku hampir melupakannya??

Apa aku terlalu sibuk dengan pekerjaanku?

Atau karena selama ini aku terlalu sombong, merasa paling berkecukupan.

Sajadah kecil yang kudapat dari tumpukan kain dilemari ku bentangkan diatas lantai keramik putih.

Segera kutemui Rabbku.

Tak banyak yang kuminta..

Hanya aku ingin hidupku lebih dekat dengan-Mu..

Itu saja...

The Way Of LOVETempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang