"Manusia memiliki harapan yang begitu besar dan luas akan cinta.
Dan harapan cintaku untuk saat ini dan selamanya adalah kau.. Nia... "°°°°°°
Gerimis mulai turun seiring hilangnya wajah surya di pematang langit.
Burung-burung terbang bergerombol mengitari langit sawah.
Angin bertiup kencang memaksa dedaunan kering berguguran.
Kilat menyambar. Membekas guratannya yang bergetar.
IBRA POV
Hahahaha...
Aku tak bisa menghentikan tawa yang tercipta diantara diriku dan Haura yang tengah menikmati segelas kopi hitam dibawah pohon mangga pekarangan rumah paman Bahar.Ditemani pemandangan indah hutan pinus yang tampak hijau rimbun dari sejauh mata memandang.
Hhh...baru hari ini aku menyadari itu.
Dulu, jangankan memikirkan keindahan dari deretan pohon yang hampir puluhan tahun hidup di daerah pegunungan desa ini.
Menatapnya saja tak pernah.
Dasar Ibra...
Hari menjelang sore.
Dengan silir angin dan pancaran surya mulai gelap dibalik bukit.
"Mau nambah apa nggak kopinya?? Paman masih punya stok banyak di dapur.." sapa paman Bahar mengheningkan tawa.
"Ehh...boleh tuh..." timpal Haura.
"Rasanya masih sama, dari belasan tahun lalu saat Ibra masih ngaji disini. Jadi kangen..."
Paman menatapku selidik.
"Nia maksudmu???"
Uwww...tepat sekali.
Dialah pamanku, yang sudah kuanggap seperti ayahku sendiri. Dan bahkan dialah sosok ayah sejati bagiku. Yang tak pernah sekalipun mengabaikanku.
Dan tentang Nia..dia tahu segalanya.
"Dia sudah tumbuh besar Ib... cantik pula. Tapi paman jarang sekali melihatnya di rumah. Denger-denger si lagi sibuk kuliah.."
"Iya paman....Ibra tahu..."
"Wawww..." mata paman mendelik tajam dan mulutnya terbuka lebar. Lucuu
Hhhhh....mulai meledek.
"Terus bagaimana??" tanya paman penuh antusias.
Jujur saja, aku malu mengakuinya.
"Doakan saja ..." jawabku santai sembari menyeruput kopi yang mulai dingin.
Kembali kami melanjutkan topik pembahasan yang tak menentu.
Andai Danish masih disini..aku ingin mengulang masa lalu..
Dengan alur cerita yang lebih seru.
"Kopi buatan paman selalu enak..." ucapku menyela pembicaraan.
"Hahaha...iya laa..paman masih menggunakan metode lama dalam pemroduksiannya. Pun tidak menambahi atau mengurangi komposisinya. Masih sama seperti dulu..saat bibimu masih bisa membantu paman memetik kopi hingga menumbuknya." wajah paman berubah sendu.
Dia menatapku dengan tatapan yang sulit diartikan.
"Bibi baik-baik saja kan???"
Aku hampir saja lupa akan keadaan bibi Hanum.
Wanita penyayang dan superr sabar ketika menghadapi polah Ibra kecil yang tak bisa diatur.
"Kok Ibra nggak lihat bibi dari awal masuk rumah??"
KAMU SEDANG MEMBACA
The Way Of LOVE
RomanceNia tak tahu harus menyalahkan siapa, ketika cinta yang ia pilih dengan hati nuraninya tiba-tiba ditentang oleh kedua orangtuanya. Mereka bahkan tak segan membuang Nia jauh dari kehidupan mereka, jika Nia masih bersikukuh pada pilihannya. Acara lama...