Hujan deras di musim panas. Sudah dua hari Hanbin tak kembali mencoba ke pantai untuk cari sirennya. Sudah dua hari juga hujan deras mengguyur Mungap-do.
Ketika cuaca mulai cerah nanti, ia tak tau akan ke sisi selatan pantai lagi atau tidak. Pasalnya peringatan yang diberikan Irene malam itu benar-benar membekas di ingatannya.
Tapi ia sama sekali tak paham apa alasannya, selain karena ibu Jennie terlihat memang tengah memburunya. Ia bahkan tak paham dimana letak kesalahannya.
Resto tetap selalu buka, tapi pemiliknya sore ini bahkan masih terduduk merenung di kursi balkon kamar, menghadap langsung ke pantai yang tengah diguyur hujan.
Entah kenapa, tapi hatinya mengatakan kalau ia harus bertemu Irene lagi. Namun bingung bagaimana cara memanggil kakak dari sirennya itu.
Kalau seperti kemarin-kemarin, khawatir malah siren lain yang akan naik ke permukaan. Ia ingin jauhi air laut dulu, mungkin hanya ke pinggir pantai tak apa.
Mengingat seberapa agresifnya sekawanan siren yang menyerbu pantai kemarin. Walau tak yakin mereka tengah memburu dirinya, tapi Hanbin mampu rasakan emosi makhluk itu mengarah padanya.
Semakin sore hujanya semakin mereda namun sama sekali pria Kim tak berniat untuk masuk kedalam villa. Hanbin masih bergeming sunyi disana.
Entah apa yang tengah penuhi isi kepalanya. Ia sudah macam orang linglung yang tak punya semangat hidup lagi.
Masih pandangi rintik gerimis yang mulai reda, aroma pasir pantai basah menguar di udara sekeliling.
Hanbin menoleh kedalam kamar kala dengar suara benda jatuh. Namun ia tak temukan apapun. Acuh kembali menghadap pantai.
Yang jatuh tadi sepertinya bukan bahan pecah belah, hanya terdengar suara mirip kayu atau tongkat yang jatuh.
Bugh!!!
Lagi, kali ini suaranya lebih keras lagi. Pria itu masui kedalam villa untuk pastikan apa yang jatuh barusan.
Ada sapu lantai yang terjatuh, juga beberapa pajangan di buffet berserakan dibawah. Yang untungnya memang bukan barang pecah belah.
Sesampainya didalam, ada jejak kaki basah berpasir juga tetesan lendir lengket yang mengarah ke kolam renang.
Rendahkan tubuhnya untuk sentuh lendir itu. Keningnya seketika mengernyit kala memperhatikan secuil lendir di ujung jari telunjuknya.
Siren.
Ini lendir siren, yang persis Jennie keluarkan saat mencekik leher Jaewon di malam itu. Dugaannya diperkuat kala dengar suara geraman rendah dari arah kolam renang.
Hanbin mengikuti jejak itu dengan berjaga-jaga. Jennie? kalau benar itu sirennya, Hanbin akan sangat-sangat bahagia hari ini sebab bisa bertemu dengan Jennie lagi.
Di balik gorden kaca besar yang mengarah keluar kolam renang, memang ada sesorang disana. Tapi raut girang Hanbin seketika sirna kala bukan dapati sirennya disana.
Posisi makhluk itu belakangi Hanbin, duduk bersimpuh hadap ke kolam. Dari postur tubuh juga rambutnya, si pria sudah mampu pastikan itu bukan gadisnya.
Tapi siapa? siren yang tau villa-nya hanya Jennie saja. Bersumpah bahwa tak ada siren lain yang pernah berkunjung ke villa selain Jennie-nya itu.
Dengan perlahan ia berusaha dekati makhluk itu dari sisi kanannya. Tenang, dia memakai pakaian meski hanya kaos oversize yang sudah pasti basah kuyup.
Tunggu, semakin dekat dengannya, pria Kim sadar, baju yang dikenakan makhluk itu adalah baju yang ia berikan pada Jennie agar dibawa pulang.
Supaya kalau kedarat, tubuhnya tertutup dan terlindungi, tidak dalam kondisi telanjang tanpa pakaian.
KAMU SEDANG MEMBACA
Nefastus [JenBin] ✔
FanfictionIt's not just a myth. (!) read this story with dark mode, just suggest (!) alternate universe [au] (!) lil bit cringe (!) all multimedia include in this story ©owner, not mine! (!) update only when I've a good mood ©apreelchocx,2020