Dengan telaten ia masukkan barang ke dalam backpack. Pria dengan tattoo di lengan tengah mengunyah keripik kentang yang dia ambil dari kulkas sang empunya apartement.Sambil perhatikan temannya yang tengah bersiap-siap. "Disana tak ada jalang, tak bisa one night stand, serius kau mau pergi?"
Lawan bicaranya berdecak, lalu berhenti mengemas barang bawaannya. "Kenapa hyung rewel sekali sih?" cibirnya.
Jung Jaewon lempar keripik ditangannya pada Kim Hanbin. Namun malah mendarat di ranjang pria itu.
"Aku hanya takut kau malah meniduri gadis polos Mungap-do, kalau sampai dibakar hidup-hidup oleh warga disana kan aku juga yang susah,"
Lirikan sinis segera Hanbin layangkan pada pria Jung. "Memangnya aku dirimu?"
Tepat sasaran, telak membungkan ocehan Jaewon. "Ah iya benar juga," gumamnya menyadari barusan ia membicarakan diri sendiri.
Menarik resleting backpacknya dan membenarkan tali pengikatnya disana. "Kalau begitu carikan aku pacar disana, kau juga, kita lama-lama jadi pasangan homo kalau begini terus," celetuk pria Jung dengan sembrono.
Ekspresi Hanbin langsung berubah jijik, "Cari saja sendiri, aku tak tertarik, terlalu merepotkan,"
"Hih! bocah tengik ini, tak pernah jatuh cinta sih jadi begini,"
Hanbin menggendong backpacknya dan mengabaikan pria yang ia panggil hyung dari tadi.
Meraih pisang di pantry dan segera melangkah keluar dari apartement-nya. Namun belum sempurna pintu ditutup, pria Kim kembali masuk kedalam.
"Kenapa balik? baru saja aku mau panggil Yuna," Jaewon yang tengah asik dengan ponsel memandang Hanbin heran.
Pria itu ambil kamera dslr di dalam kamar, sekalian juga bersama waterproof-nya. Bagaimana ia bisa lupakan benda itu? sedangkan tujuannya ke Mungap-do memang untuk hunting.
"Awas saja sampai aku pulang minggu depan, unit ini dipenuhi jalang-jalangmu!" ancamannya hanya akan jadi angin lalu bagi pria Jung.
Tak mungkin ia menyetir sendiri sampai pelabuhan Incheon. Siapa yang akan bawa pulang mobilnya nanti? Tolong, jangan berharap pada Jung Jaewon, tak akan ada hasilnya.
Taksi pesanannya sudah tiba di depan gedung apartement, baru mobil sedan itu berjalan, ponsel di sakunya berdering.
Dengusan malas seketika terdengar kala lihat ID penelfon dilayar ponsel keluaran terbaru itu.
Incoming calls from Shin(ting) sajangnim...
"Apa?" cetusnya malas.
"Kau harus dapatkan gambar yang bagus, ingat pesanku," cecar pria di seberang telfon.
Sudah benar ia plesetkan ID-nya di ponsel sendiri jadi 'sinting'. Memang pria Shin otaknya geser mungkin. Bagaimana bisa seorang pemilik portal berita online terbesar tak punya rasionalitas.
"Kufotokan ikan pesut mau?"
"Jangan bercanda, kalau berhasil namamu juga akan tenar,"
"Aku tak butuh ketenaran, ini cuma untuk kesenanganku,"
"Pokoknya kau harus dapat apa yang aku inginkan, kau tau kan? kal---"
Muak. Putuskan sepihak panggilan itu dan kembali lanjutkan makan pisangnya di perjalanan menuju Incheon.
Kurang ajar pada Shin sajangnim, tak perlu takut dipecat. Hanbin tak membutuhkan pria botak itu, malah sebaliknya dialah yang selalu meminta tolong pada Hanbin.

KAMU SEDANG MEMBACA
Nefastus [JenBin] ✔
Fiksi PenggemarIt's not just a myth. (!) read this story with dark mode, just suggest (!) alternate universe [au] (!) lil bit cringe (!) all multimedia include in this story ©owner, not mine! (!) update only when I've a good mood ©apreelchocx,2020