"Syrene demam!"
Hanbin membeku sekejap, Syrene masih menangis kencang. Dan ayahnya segera grasak-grusuk mendekati bayi itu.
Menempelkan telapak tangan di pipi gempalnya. "Astaga, panas sekali, bagaimana ini?" tanyanya panik.
"Kau tak punya obat demam?" Irene sama paniknya dengan pria Kim.
Hanbin gelengkan kepalanya, " Tidak, ini pertama kalinya Syrene sakit," saat kakak Jennie berusaha menenangkannya, sang ayah mondar-mandir memaksa otaknya untuk berfikir.
Kemudian ia berhenti dengan mata mengerjap, sepertinya ia dapatkan solusi. "Irene, jaga dia sebentar," pintanya sebelum berlari keluar kamar segera.
Tak perlu alas kaki, ia bahkan sampai terjatuh di pasir pantai sebab terlalu buru-buru. Untungnya jarak rumah itu dengan villa-nya tak terlalu jauh.
Dengan terengah ia menggedor pintu didepan tak sabaran. "Bibi! ini aku Hanbin, tolong buka pintunya," tak ada sautan.
Ia menggeram kesal hendak mengetuk pintu lagi namun keburu terbuka dan Bibi Han ada dibaliknya. "Hanbin? kenapa tengah malam kesini,"
Hanbin memegang tangan bibi Han dengan sorot cemas. "Bi tolong aku, ikut ke villa kumohon.., Syrene demam tinggi,"
Akhirnya sama dengan pria Kim, bibi Han juga panik berlari ke villa dengan sang empunya. Ketika sampai didalam kamar Kim, wanita itu sempat terdiam membeku diambang pintu.
Dengan pandangan lurus pada Irene yang duduk menjaga bayi itu diatas ranjang. Kala menoleh, Irene juga malah diam membalas tatapan bibi Han.
"Bi!" tegur Hanbin yang sudah luar biasa paniknya.
Wanita itu tersadar kemudian lanjutkan langkah dekati ranjang. Mengecek suhu badan bayi itu dengan telapak tangan.
"Kalau ke klinik jaraknya lumayan dari sini, lagipun ini sudah tengah malam,"
"Lalu bagaimana bi?" tanya pria Kim tak sabaran.
"Stok ASI-nya masih ada?" Hanbin menganggukkan kepalanya. "Hangatkan ASI, dan bibi akan ambil air hangat untuk mengompres, Irene walau bukan ibunya kau bisa bernyanyi untuknya, setidaknya dia akan lebih tenang," tunjuknya pada Irene.
Irene terdiam mendengarnya, begitupun Hanbin yang menatapi bergantian antara bibi Han dan kakak Jennie. Mereka baru tersadar setelah wanita paruh baya itu keluar kamar menuju ke dapur.
Hanbin mengekorinya untuk hangatkan ASI. Gadis cantik itu terdiam memandang sendu pada Syrene, sebelum membawanya kedalam gendongan.
Berusaha menenangkan tangisnya sebelum mulai bernyanyi. Lagu yang ia pilih hanya suara indah asli milik kaum siren. Tanpa kata dan lirik, hanya melodi menenangkan yang mampu redakan tangis si bayi.
"Kalau Jennie ada, dia akan langsung bernyanyi untukmu, demammu pasti langsung turun," lirihnya sebelum mencium kedua pipi gempal Syrene dengan lembut.
Irene masih bernyanyi sampai Hanbin tiba dengan sebotol ASI yang telah dihangatkan. "Sini, biar aku saja," pinta sang ayah.
Menimangnya dengan penuh kehati-hatian, mulai mengarahkan botol ASI ke mulut mungilnya yang masih terisak kecil. "Sshhh..," desis Hanbin pelan.
Bibi Han meminta agar Syrene dikembalikan ke ranjang supaya ia bisa mudah mengompres bayi itu.
Sesaat ia mulai tenang, yang lain bisa bernafas lega Syrene kembali tertidur sebab dikompres dengan air hangat.
"Tentang Syrene--kau akan memberitau jati dirinya atau tidak?" tanya Irene memandang keponakannya.

KAMU SEDANG MEMBACA
Nefastus [JenBin] ✔
FanfictionIt's not just a myth. (!) read this story with dark mode, just suggest (!) alternate universe [au] (!) lil bit cringe (!) all multimedia include in this story ©owner, not mine! (!) update only when I've a good mood ©apreelchocx,2020