"Jane mencintai Hanbin,"
Hening. Jennie terdiam sebab Hanbin juga hanya diam. Mematung dan bungkam di posisinya.
Beberapa saat setelahnya, ia akhirnya tersadar. Dan seperti baru saja habis tahan nafas selama bermenit-menit rasanya setelah dengar kalimat Jennie.
Ia menatap Jennie ragu, dan bicara dengan hati-hati. "Kau--mencintaiku?" tunjuknya ke diri sendiri.
Mengangguk dengan semangat, "Eung! Hanbin tau cinta kan?"
Pertanyaan polos Jennie buat ia mengilas balik memori secara otomatis, ia bahkan tak pernah merasakan jatuh cinta.
"Tidak, aku tak pernah jatuh cinta," memandang wajah siren tapi dengan sorot kosongnya.
Jennie tertunduk lesu, entah kenapa ia terlihat sedih selayaknya baru saja ditolak saat menyatakan cinta.
"Hei? tapi kau kan bisa mengajariku," langsung membuat maniknya kembali berbinar kala dongakkan kepala untuk membalas tatapan Hanbin.
"Mengajari Hanbin cinta? boleh??"
Senyum teduhnya terbit untuk meyakinkan Jennie. "Tentu, ajari aku semuanya tentang cinta," siren itu terkekeh kegirangan.
Hanbin gemas, ia gesekkan ujung hidung bangirnya ke hidung mungil Jennie. Ia kegelian dan terkikik berusaha hentikan si pria.
Kekehannya terhenti kala si manik biru dapati cakaran dengan darah yang hampir mengering di lengan kanan Hanbin.
Ia menunjuk bekas itu, "Apa ini karena Jane?"
Hanbin juga ikut melihat luka dilengannya. "Ah iya, tapi tak apa, tak sakit,"
Ia tertunduk lesu, semakin mengeratkan pegangan pada ujung kemeja Hanbin yang melindungi tubuhnya.
Kemudian mencicit pelan, "Maaf, pasti perih, punggungnya juga kan?"
Mengangkat dagu siren agar wajah mereka kembali berhadapan satu sama lain. "Tatap mataku kalau mau bicara, aku tak suka kau menunduk dan sedih begini,"
Kelopak matanya mengerling, masih kurang paham apa yang barusan dimaksud oleh pria Kim.
"Senyum," titah Hanbin.
Siren malah mengernyit belum juga cerna apa yang Hanbin katakan. Maksudnya, kenapa tiba-tiba menyuruhnya untuk tersenyum?
"Senyum Jane," ulangnya lagi.
Meski bingung, ia tetap melengkungkan senyuman manis disertai gerakan pipi gempalnya yang turut mengembang.
Gemas, Hanbin mencubit pipinya yang malah buat Jennie terkekeh senang alih-alih kesakitan.
"Jane bisa mengobati Hanbin," cetusnya.
Alis kiri pria Kim naik sesenti, "Lalu kenapa tak coba obati dirimu sendiri?"
Lagi-lagi gadis itu menghindari tatapan mata Hanbin. Kakinya bergerak gelisah ditempat duduknya kini.
"Biar saja begini, Hanbin--eungg..., Jane ingin disini," meski diselingi gumaman bahasa alien tapi Hanbin dapat dengan jelas menangkap maksud Jennie.
Ringkasnya; Jennie dapat mengobati dirinya sendiri tapi ia tak mau lakukan itu sebab ingin Hanbin yang mengobatinya juga ingin tetap ada disana, di villa milik pria Kim.
"Kau tak ingin pulang? ingin terus disini??" tanyanya memastikan.
"Ya, menunggu lukanya sembuh sendiri, Hanbin yang obati, habis itu Jane pulang,"
Agak kecewa sebenarnya setelah dengar penjelasan Jennie lebih lanjut. Ia melangkah ambil bathrobe di gantungan pakaian.
"Kemana?" tanya siren.
KAMU SEDANG MEMBACA
Nefastus [JenBin] ✔
FanfictionIt's not just a myth. (!) read this story with dark mode, just suggest (!) alternate universe [au] (!) lil bit cringe (!) all multimedia include in this story ©owner, not mine! (!) update only when I've a good mood ©apreelchocx,2020