19

2.5K 336 10
                                    

Jam weker Alex menunjukkan pukul 3 pagi saat ia terbangun dari tidurnya yang sangat lelap. Ia merasa tertidur di sore hari setelah memakan obat yang diberikan Joshua kepadanya dan baru terbangun sekarang dengan kondisi tubuh yang jauh lebih baik. Karena haus dan botol minumannya kosong, Alex berjalan pelan keluar kamar. Matanya membulat menemukan Joshua tertidur di atas sofa dengan sebuah selimut tebal menghalau dinginnya udara malam. Gadis itu merasa iba melihatnya, apalagi wajah Joshua tampak lelah. Pria itu pasti kewalahan mengurusinya.

Lepas mengambil air, Alex menghampiri Joshua. Ia menepuk pelan bahu pria itu. "Joshua," panggilnya.

"Josh... Joshua...," Panggil Alex dengan lembut. Ia ingin Joshua kembali tidur di kamarnya agar tubuhnya tidak pegal saat terbangun.

"Jo--"

"Alex!"

Suara Joshua begitu lantang menyeru namanya. Pria itu segera terduduk di sofa, tampak terkejut dan setelah jiwanya terkumpul, Joshua menekan sisi kepalanya yang pening akibat gerakan refleks tubuhnya itu.

"M-maaf. Aku hanya ingin kau pindah ke kamar. Tidur di sofa bisa membuatmu tumbang sepertiku." Jelas Alex penuh kekhawatiran. Ia menepuk kembali bahu Joshua dan pria itu segera menangkap tangannya.

"Kau sudah baikan?" Tanya Joshua sembari mengelus tangan Alex, menyamakan suhu tubuh gadis itu dengannya. Tidak sepanas pagi dan siang kemarin, tapi tetap terasa berbeda dan jauh dari normal.

Di tengah kekhawatiran itu, Alex malah merasa degup jantungnya meningkat. Ia yakin, wajahnya pasti sudah terlihat seperti kepiting rebus--untungnya lampu ruang tengah mati dan Joshua tidak bisa melihat wajahnya dengan jelas. Cepat-cepat ia menarik tangannya kembali dari genggaman pria itu.

"Sebentar pagi aku pasti sudah fully recover." Ucap Alex sembari tersenyum penuh, meski ia tahu senyumannya tidak akan dilihat oleh Joshua.

"Yakin?"

Alex mengangguk. Ia menepuk kembali bahu Joshua. "Ayo bangun! Jangan sampai kau sakit karenaku. Lusa kita akan ke La Terrasse, kan?"

"Ah, ya." Joshua melipat kedua bibirnya lalu memaksa diri untuk menapaki lantai. Alex membantunya berdiri dan membawakannya selimut yang ia gunakan tadi ke kamarnya.

"Untuk kemarin, terima kasih." Kata Alex tulus sebelum beranjak dari kamarnya.

Joshua tersenyum penuh. Ia mengacak puncak kepala Alex dengan gemas. "Jangan sakit lagi, ya."

"Ya." Balas Alex singkat lalu menutup pintu Joshua dengan rapat.

Sepeninggal Alex, Joshua menatap tangannya sangsi. Ia refleks melakukannya karena gemas melihat roomate-nya. Entah definisi gemas yang mana. Akan tetapi ia berusaha menghilangkan rasa sangsi itu, berpikir kalau sebenarnya ia hanya terlalu mengkhawatirkan Alex dan merasa hubungan mereka jauh dari sekadar roomate. Ya, hubungan mereka sepertinya sudah terasa seperti saudara di tanah antah berantah.

Sedangkan Alex terus memegang puncak kepalanya dengan bingung. Kali ini ia tidak lagi berteriak kesenangan meski jantungnya berdegup abnormal. Perlakuan Joshua tentu saja membuatnya kewalahan dan sesegera mungkin Alex mencoba menghalau pikirannya dengan hal-hal yang lebih masuk akal. Joshua tidak mungkin tertarik kepadanya. Joshua pasti hanya mengkhawatirkannya saja sebagai seorang roomate.

~~~

Vernon menarik napas panjang setelah menghempaskan tubuhnya di atas sofa. Ia meletakkan tas ranselnya di bawah sofa lalu melempar pandangan ke sekeliling apartemen yang tampak minimalis itu. Dengan sendirinya ia tersenyum begitu mendengar cuitan burung dan merasakan hembusan angin dari balkon yang terbuka. Pria itu mengangguk-angguk, melempar pandangan kepada Joshua yang menyodorkannya segelas air.

"Aku paham kenapa kau berpikir dua kali untuk pulang, Kak."

"See? Tempat ini memang terlalu nyaman." Ucap Joshua sembari duduk di sampingnya.

"Aku tidak tahu kalau perjalananku masih panjang setelah turun di Jenewa." Kata Vernon sembari memijit keningnya. Ia mulai merasakan jet lag. Perjalanannya pun tadi terasa cukup panjang meski ia melewati jalan tol dari bandara ke Lausanne.

"Ya, karena penerbangan luar negeri kebanyakan adanya di bandara itu. Jadi, mau tak mau, Vernon."

"Kenapa kau tidak stay di Jenewa saja? Atau mungkin Bern? Ini Lausanne! Aku bahkan tidak tahu sebelumnya kalau kota ini ada."

Dengan kesal Joshua menepuk bahu Vernon. "Kan, sudah kubilang! Lausanne lokasinya tepat di tengah. Aku bisa keliling beberapa daerah di Swiss dari sini."

"Kau kepikiran ke Perancis, tidak? Nyebrang saja, kan?"

"Yeah, mungkin setelah ke Bern."

"Awas saja kau tidak mengajakku!" Vernon mendengus, ia berharap waktu 7 hari bisa dimanfaatkannya dengan baik di Swiss.

"Siapa suruh hanya seminggu di sini!? Aku saja yang sudah hampir sebulan di sini baru datang ke beberapa tempat!" Kata Joshua menahan emosi. Vernon memperlihatkan gummy smile-nya, pria itu merasa Joshua benar tapi bagaimana pun juga jadwalnya belum dikosongkan untuk perjalanan panjang seperti yang dilakukan orang di sampingnya.

"Alex ke mana?" Tanya Vernon kembali mengededarkan pandangan ke sekeliling apartemen. Ia menyebut nama Alex seakan sudah mengenal gadis itu secara dekat.

"Dia pergi kuliah. Kalian bisa bertemu sebentar malam sepertinya."

"Wow! Bukannya kemarin dia sakit sampai kau tidak bisa ke Iver--something itu?"

"Iverton I Ban'." Koreksi Joshua dengan pelafalan yang tepat. Kedua alis Vernon terangkat, ia hampir bertepuk tangan mendengar Joshua yang semakin lancar melafalkan nama daerah yang sulit itu.

"Makanya aku juga heran pagi-pagi melihat kamarnya sudah kosong. Gadis itu benar-benar aneh."

"Tapi kau tetap mengkhawatirkannya." Vernon menggoda dan Joshua hanya bisa mengembuskan napas berat.

"Aku harus melakukannya karena dia roomate-ku, Vernon. You gonna do the same thing if you were me tho."

"Maybe." Balas Vernon sembari mengedikkan bahu. Ia meminum air dari gelas yang diberikan Joshua hingga tandas lalu memijit keningnya pelan.

"Kau tidur saja dulu. Aku mau ke Coop sebentar, kau mau titip sesuatu?"

"Coop?"

"Supermarket." Joshua memutar kedua bola matanya, lupa kalau Vernon tidak mengetahui tempat itu.

"Makanan yang enak. Cokelat yang banyak!! Cokelat Swiss pasti enak sekali!" Kata Vernon agak bersemangat di tengah pening yang menimpa. Joshua hanya bisa menggelengkan kepala dan masuk ke kamar untuk bersiap keluar apartemen.

 Joshua hanya bisa menggelengkan kepala dan masuk ke kamar untuk bersiap keluar apartemen

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.
Joshua Hong is My Roomate! [Complete]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang