Selama dua hari Alex jadi pendiam. Ia bahkan seakan tidak peduli dengan Joshua yang selalu mencari perhatiannya. Gadis itu fokus dengan pikirannya sendiri yang tengah kacau memikirkan perasaannya, tentang pernyataan Joshua beberapa waktu lalu, serta ciuman yang membuatnya seperti sedang berada di dunia fantasi. Memang benar, ketika fantasi bertemu dunia nyata, dunia akan menjadi kacau.
"Alex, aku akan berangkat ke Zürich." Kata Joshua sembari melirik Alex di dapur. Gadis itu bergerak cepat menyiapkan sarapan dan kotak makan siangnya, tidak sesantai biasa.
"Alex,"
"Iya, aku tahu, Josh." Sahut Alex lalu meletakkan dua potong sandwhich dihadapan Joshua.
Tanpa berkata apa-apa lagi, gadis itu masuk ke kamar, mengambil tas selempang berisi beberapa buku yang harus dikembalikannya ke perpustakaan kampus. Joshua memperhatikannya lamat-lamat, agak gemas karena gadis itu benar-benar terlihat rajin dan teliti. Sesuatu yang membuatnya makin menyukai sosok Alex.
"Kau tidak mau ngomong sesuatu kepadaku?"
Alex mengerutkan dahi. Ia menggeleng tanpa melihat Joshua sama sekali. Tindakan yang sangat tidak sesuai dengan perkataannya. Joshua menghela napas panjang. "Kalau kau tidak suka padaku--"
"Bukan begitu." Alex mendengus. Ia memakan sarapannya dengan khidmat, agak cepat karena akhir-akhir ini ia tidak bisa duduk terlalu lama dekat Joshua.
Rasanya awkward dan pikirannya bisa melayang ke mana-mana.
"Terus?"
"Ini tidak semudah itu, Josh. I like you a lot. A lot. Tapi mendengar bahwa kau menyukaiku... terdengar sangat aneh. I mean, we just met for a few weeks!"
"A month."
"Oke sebulan. Tapi itu waktu yang teramat cepat. Don't you feel that was too soon?"
"Pertanyaannya bukan mengapa terlalu cepat. Tapi kenapa hatiku bisa seperti itu. I do have the same question, tapi aku ingat. Manusia tidak pernah memutuskan kapan ia ingin menyukai seseorang. Itu terjadi begitu saja, out of the blue." Jelas Joshua teramat serius. Ia bahkan sampai memegang dadanya. Apa yang Alex tanyakan sudah menjadi pertanyaannya sejak beberapa hari yang lalu, tapi ia tersadar bahwa ia tidak pernah bisa memilih untuk jatuh cinta kepada siapa pun.
Skakmat. Alex merasa lidahnya kelu karena Joshua benar. Sama saat ia menyukai Joshua dan memilih pria itu menjadi biasnya. Awalnya ia jatuh hati kepada D.K, dan tiba-tiba ia menonton Vlive Joshua saat sedang stress nugas. Sosok Joshua seakan menemaninya mengerjakan tugas dan ia pun menyukai pria itu.
Terkadang rasa suka memang datang tiba-tiba kepada orang yang tidak pernah diduga.
"So, yeah... aku pikir sepertinya aku memang menyukaimu." Kata Joshua sembari menggaruk tengkuknya. Bulu kuduk Alex meremang mendengarnya. Ia jarang sekali mendengar pernyataan seperti itu. Bahkan ketika Chico masih menjadi pacarnya, ia dan pria itu jarang memberikan kata-kata romantis kepada satu sama lain.
Karena udara di sekitarnya menipis, Alex segera memakan sandwich-nya dalam gigitan yang besar. Ia juga meminum air banyak-banyak agar bisa menelan segera roti lapis buatannya itu.
"Pelan-pelan." Joshua mendelik, tapi Alex tidak peduli.
Begitu sarapannya habis, ia segera beranjak ke dapur. Membersihkan piring dan meminum air hingga membuat tenggorokannya lowong.
"Aku pergi dulu." Pamit Alex sambil meraih tas selempangnya dan beranjak keluar apartemen, meninggalkan Joshua yang merasa frustasi dengan tingkah gadis itu.
KAMU SEDANG MEMBACA
Joshua Hong is My Roomate! [Complete]
FanfictionBagaimana rasanya tinggal satu apartemen dengan Hong Joshua?