52

2.5K 289 22
                                    

Alex dan Joshua berlari menjauhi gedung Docks. Keduanya sudah tidak peduli dengan jarak Bar dan apartemen mereka yang cukup jauh setelah memutuskan untuk tidak menunggu bus--yang datang cukup lama. Sembari berlari, Alex melirik Joshua yang juga meliriknya. Keduanya tersenyum seperti orang bodoh, saling berpegangan tangan mencari jalanan yang lebih ramai agar Chico dan si reporter tidak menemukan mereka dengan mudah.

Begitu mencapai taman Montbenon keduanya berjalan lebih santai, sengaja berjalan di tengah rindangnya pohon agar sekalian berkamuflase apabila Chico berhasil mengejar mereka keluar Docks. Alex dan Joshua bertatapan selama beberapa saat, keduanya lantas tertawa setelah merasa apa yang mereka lakukan seperti adegan di film-film aksi.

"I might won't do the same thing, but at the same time I love the experience." Kata Joshua terengah-engah.

Alex mengangguk. "Judulnya dikejar mantan kekasihnya pacarku. Maaf." Kata Alex sedikit tidak enak.

Joshua malah menghela napas. "Chico bersama reporter."

"Hah?"

Seperti tersambar petir. Alex mematung dan Joshua cepat menariknya untuk kembali berjalan. Sembari mengumpulkan oksigen banyak-banyak, ia menjelaskan kepada Alex tentang apa yang dilihatnya.

"Aku lihat dia bersama reporter yang pernah ku temui di Annecy."

Alex mengerjapkan kedua matanya. Ia berjalan lebih cepat, menatap Joshua dengan penuh tanya. Menuntut pria itu untuk menjelaskan lebih lanjut mengenai reporter yang ditemuinya di Annecy. Alex tidak menyalahkan Joshua sama sekali, gadis itu malah agak merasa bersalah, takut reporter itu ada karena Chico.

"Aku nggak sengaja melihatnya saat berjalan-jalan di Danau Annecy. Dia memotretku beberapa kali."

Jantung Alex terasa mau copot. Ia membayangkan foto Joshua dan dirinya saat berciuman terpampang di media massa. Berharap bayangan itu hanya gambaran rasa takutnya saja. Semoga si reporter tidak sempat melihat mereka berciuman dan semoga tidak sempat juga memotret mereka melakukan hal itu.

"Sepertinya ia mengejarku sampai ke Lausanne dan bertemu Chico." Jelas Joshua lirih.

"S-sebenarnya, ketika kau ke Annecy, Chico sempat bertanya padaku soal dirimu. Ia tiba-tiba tahu soal pekerjaanmu di Korea." Akhirnya Alex mengakui. "Aku mengelak, berharap ia mempercayai kata-kataku."

"Mungkin ia bertemu dengan reporter itu?"

"Atau ia yang memanggil reporter itu ke sini." Kata Alex dengan lemas. Kalau tidak dalam masa pelarian, ia mungkin sudah bertekuk lutut di depan Joshua. Meminta maaf karena tidak menceritakan perihal Chico lebih awal.

Joshua terdiam. Tebakan mereka bisa saja salah tapi sekarang memikirkan hal itu tidaklah penting. Ia lalu meraih tangan Alex, menggenggamnya erat.

"Apa kau masih sanggup berlari?"

Meski lelah, nyatanya Alex masih kuat. Tidak sia-sia kekuatan kakinya mengayuh pedal selama tinggal di Lausanne. Apalagi kontur Lausanne tidak datar, terkadang ia harus mengayuh pedal ke atas bukit, di jalanan yang menanjak curam. Lantas ia mengangguk. "Sanggup."

Setelah Alex mengupkan kata tersebut, Joshua segera berlari menariknya. Pria itu sebenarnya tidak tahu jalan, menunggu Alex menuntunnya begitu ada belokan atau perempatan. Keduanya sesekali melihat ke belakang, berharap Chico dan si reporter berhenti mengejar mereka di tengah kesibukan malam Lausanne yang mulai menyepi.

~~~

Sesampainya di apartemen keduanya tidak segera beristirahat. Joshua masuk ke kamarnya, memasukkan seluruh baju, perlatan dan oleh-olehnya ke dalam koper. Alex pun ikut membantu agar barang-barang pria itu tidak begitu berantakan. Di jalan, Joshua sudah memberitahu Alex kalau ia harus segera pulang ke Korea. Kondisi Lausanne sudah tidak aman untuknya. Kalau dibiarkan, karirnya bisa hancur, apalagi ia tinggal bersama Alex yang notabene seorang perempuan dan juga fansnya.

Tentu saja Joshua tidak mau mengambil langkah yang salah. Bisa-bisa kehidupannya dan Alex bisa terancam.

Sembari beres-beres, ia juga menelpon Vernon. Memberitahu pria itu bahwa ia akan pulang menggunakan pesawat paling pagi. Sangking terkejutnya Vernon tidak henti ber'wah' ria. Tapi ia kemudian terdiam saat Joshua menjelaskan kondisinya yang siaga satu.

"Alex, bagaimana?" Tanya Vernon menghentikan kegiatan Joshua dan Alex yang tengah memperhatikan isi kamar, memastikan tidak ada barang yang tertinggal. "Dia tidak apa-apa kan, Kak?"

Joshua menarik napas. Ia menatap Alex yang tengah berusaha untuk tersenyum ke arahnya. Gadis itu mengangguk. "Aku tidak apa-apa, Vernon." Sahutnya.

"Eh? Hai... Alex." Sapa Vernon kikuk. Ia berdehem dan terdengar kebingungan di belakang telepon.

"Kalau aku sampai, aku akan menghubungimu." Kata Joshua pada akhirnya lalu mematikan telepon.

Kondisi apartemen lalu menjadi sepi. Alex berpura-pura sibuk, mengitari kamar Joshua mencari barang yang tertinggal sedangkan Joshua berkacak pinggang di depan koper. Tiba-tiba ia merasa takut untuk kembali ke Seoul. Ia takut meninggalkan Alex sendirian di Lausanne apalagi bila memikirkan kehadiran Chico yang menyebalkan.

"Alex," Joshua memanggilnya.

"Hmm?" Alex menatapnya penuh tanya, gadis itu tetap tersenyum meski kini dadanya terasa sesak. Ia tidak bisa membayangkan bagaimana rasanya kembali tinggal sendirian. Membayangkan hanya bisa melihat Joshua dari layar laptop atau TVnya.

Perlahan pria itu menghampirinya, lalu memeluk Alex dengan sangat erat. Dada pria itu sama sesaknya dengan Alex. Ia tidak bisa membayangkan hari-harinya tanpa gadis itu di sisinya. Tanpa bau tubuh Alex yang sudah menjadi candu bagi indera penciumannya. Dan Alex pun membalas pelukan Joshua. Gadis itu menghela napas, mencoba mengeluarkan segala perasaan sedihnya, tapi rasa sesak itu masih di dada. Rasa sedih dan kehilangan yang membuatnya hanya bisa diam dan pasrah.

"Terima kasih, Alex." Bisik Joshua sembari memegang kedua bahunya erat. Ia menatap kedua bola mata Alex yang berkaca-kaca. Bola mata yang mencoba mengindahkan tatapannya.

"Alex," panggil Joshua. "Lihat aku."

Alex menggeleng. Gadis itu meringis. "Ayo! Sebentar lagi taxi-mu datang." Katanya berniat untuk keluar dari kamar itu.

Joshua tahu, Alex hanya bersikap sok kuat. Ia menangkupkan wajah Alex, menatapnya langsung tepat di depan bola matanya. "You gonna miss this handsome face for awhile."

Tawa Alex menyeruak. Gadis itu memukul dada Joshua pelan. "And you gonna miss this beautiful lady tho."

"Memang." Ucap Joshua. Ia mengelus pipi Alex, menatap bibir Alex yang selalu diciumnya sebelum tidur. Bibir yang menciumnya di malam ketika Alex mabuk. Lalu ia memperhatikan wajah Alex secara detail, merekam pemandangan itu agar kelak ia bisa membayangkan Alex saat ia merindukannya kelak.

"Josh--"

Dengan lembut Joshua mencium gadis itu. Ia tidak tahu kapan akan bertemu Alex kembali sehingga ia ingin memanfaatkan waktu sempitnya sesedemikian rupa.

"Josh," Alex menarik diri. "Taxi-mu sudah tiba."

Joshua mengangguk. Ia tersenyum rikuh, kembali mencium bibir Alex singkat lalu memeluknya erat seakan enggan beranjak.

"Aku mencintaimu, Alex. Selalu."

"

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.
Joshua Hong is My Roomate! [Complete]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang