42

2.3K 289 4
                                    

Seharian Joshua menjelajahi taman Lindenhofplatz, lalu ke Rietberg Museum dan Lake Zürich untuk menaiki Kano. Bukan hanya ketiga tempat itu, ia juga berkunjung ke Lindt Home of Chocolate, museum cokelat terbesar di dunia yang mengingatkannya akan Film Willy Wonka dan Vernon, yang belum menghubunginya kembali setelah mengirim pesan bahwa pria itu telah sampai di Seoul dengan selamat beberapa waktu lalu. Maka dari itu, ia ingin sekali bercerita tentang pengalamannya kepada pria pemilik senyum gusi terbaik itu.

"Hei, Kak! Bagaimana Zürich?" Tanya Vernon begitu telepon tersambung.

Joshua terkekeh. "Kau pasti menyesal karena pulang terlalu cepat."

"Why? Cokelatnya pasti enak sekali, ya?"

"Aku ke Lindt Home of Chocolate. Gila! Kau harus ke sini!!"

"Hah... kalau saja urusanku tidak mendesak, aku bisa tinggal lebih lama di sana." Vernon merutuk dan Joshua tertawa mencemooh. "Kau terlalu sibuk sampai hanya mengirimkanku pesan kalau kau sudah sampai di Incheon."

"Maaf, Kak. Aku hanya beristirahat beberapa jam, lalu harus ke studio."

"Aku paham." Joshua menganggukkan kepalanya. "Aku harap kita bisa ke sini sama-sama suatu saat nanti."

"I wish so... omong-omong, Alex bagaimana?"

"She is fine."

"No..." Vernon mendesah.

"Lah? Kau tanya kabarnya, kan? She is fine as usual. Busy as always."

"Bukan itu, Kak. Bagaimana? Bagaimana hubunganmu dengan Alex? Kau menyukainya, kan?" Vernon menyerangnya dengan berbagai pertanyaan hingga Joshua terperanjat. Ia terdiam lama, memikirkan jawaban tepat untuk menjawab pertanyaan adiknya itu.

"I don't know." Jawab Joshua pada akhirnya.

"How come you don't know!?"

"Kau lagi di mana sekarang?" Tanya Joshua berusaha mengalihkan pembicaraan.

Vernon menghela napas panjang. Ia sadar Joshua ingin merubah pembicaraan dan ia terlalu gemas dengan sikap pria itu. "Kak, apa, sih, yang tidak ku ketahui? Jujur saja dengan perasaanmu. Jangan sampai kau membiarkannya sampai waktumu di Lausanne habis."

"Aku sudah mengakuinya, Vernon."

"What!? APA!?" Suara Vernon menggelegar, ia memekik terkejut dengan pengakuan tiba-tiba itu.

"Iya, aku sudah bilang ke Alex, kalau aku menyukainya."

"Terus?"

Joshua diam selama beberapa detik dan Vernon mendesaknya. Ia tahu sejak awal kalau Vernon menyadari perasaannya kepada Alex, bahkan sebelum ia menyadarinya sendiri. Pria itu juga yang mendesaknya untuk meminta nomor ponsel Alex, meski ia beralasan hanya untuk membantu kepentingan mereka jalan-jalan ke Perancis.

"Terus apanya? Ya, tidak gimana-gimana."

"Kenapa? Kalian tidak berpacaran?" Cecar Vernon membuat Joshua berdehem. Ia hampir tersedak ludahnya sendiri setelah mendengar apa yang ditanyakan Vernon. Pacaran. Kata yang dihindarinya sebagai seorang idol karena dikategorikan sebagai skandal oleh media-media di Korea.

"Sshh... Tidak. Cukup sampai di situ."

"Ah... tidak seru." Keluh Vernon. Joshua membelalakkan mata, kalau Vernon ada di hadapannya, pria itu mungkin sudah menjadi bulanannya. Bagaimana bisa Vernon dengan santainya berpikir soal pacaran sedangkan kehidupan percintaan mereka saja harus diminimalisir sebisa mungkin--kalau bisa benar-benar bersih dari skandal itu.

"Stop it. Rather than thinking about dating, I'm going to sleep by the way. Besok aku mau ke Fraumünster dan Museum FIFA."

"Hah? Ke mana?"

"Bye, Vernon!"

~~~

"Jadi, Joshua ada di Zürich sekarang?"

Alex mengangguk, ia membuka jepitan pada rambutnya lalu mengambil jaket yang tersimpan di dalam loker. Jam bekerja mereka sudah usai dan Alex ingin cepat pulang untuk tidur, tapi Mia malah menahannya untuk membicarakan soal Joshua.

"Terus? Vernon?"

Mia tampak penasaran. Sebenarnya Alex tidak pernah berniat menceritakan soal Vernon yang datang ke Lausanne untuk berkeliling Swiss bersama Joshua. Tapi akhirnya ia bercerita juga.

"Dia sudah kembali ke Korea."

"Tanpa mengunjung Au Chat Noir!?" Mia membelalakkan mata, tampak tidak terima. Dalam pikirannya, bagaimana bisa Vernon tidak mengunjungi restoran tempatnya bekerja yang masuk dalam deretan daftar restoran di Michelin Guide.

"Waktunya tidak banyak di Lausanne. Lagipula, kau berharap melihat wajahnya secara langsung, kan?"

"Tentu saja." Ucap Mia dengan wajah super cemberut. "Tapi mengunjungi restoran ini juga penting. Bagaimana bisa ia melewatkan makanan enak di sini!?"

"Yaa... waktunya tidak cukup, ku bilang."

"Kau yang tidak pernah mengajaknya." Sindir Mia.

Alex mengedikkan bahu. Apa yang dikatakan Mia ada benarnya. Ia tidak pernah ingin mengajak Joshua dan Vernon ke restoran tempatnya bekerja. Selain tidak fokus, Alex takut tidak bisa mengatasi degup jantungnya yang berlebihan.

"Woah... jadi kau sekarang jadi teman mereka, ya?" Mia masih menyindir. Gadis itu terdengar kesal tapi Alex tahu, gadis itu hanya kesal di mulut saja.

"Tidak. Aku hanya roomate-nya saja."

"Roomate juga teman!"

"Hmm... kalau kalimatnya diubah menjadi 'teman mereka selama di Lausanne' mungkin benar. Lagipula kalau mereka kembali ke Korea, aku yakin hubungan kami akan terputus dengan sendirinya."

Terdengar helaan napas Mia yang panjang. Ia kesal sekali dengan pemikiran Alex yang terlalu hopeless, meski sahabatnya itu lebih suka menggunakan kata 'logis' daripada hopeless. Dengan pelan, Mia mencubit lengan Alex.

"Makanya kau harus lebih dekat dengan Joshua selama sisa waktu ini!"

"Hah? Untuk apa!?"

"Ya untuk menjadi teman mereka selamanya, Alex! Ayolah! Ini kesempatanmu!!"

Joshua Hong is My Roomate! [Complete]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang