Joshua memangku kepalanya di atas tangan. Ia memperhatikan Alex yang tengah sibuk di dapur menyiapkan sarapan untuk mereka bertiga. Gadis itu sengaja bangun pagi untuk mengantar Joshua dan Vernon ke Lausanne-Ouchy, Pelabuhan Lausanne untuk menaiki kapal ke Evian-Lezs-Bains, Kota Spa di Tenggara Perancis yang berseberangan dengan Lausanne. Rencananya Joshua dan Vernon akan seharian di sana, jam 10 malam baru kembali lagi ke Lausanne.
"Kau serius mau bekerja hari ini?" Tanya Joshua.
Alex mengangguk. "Kemarin aku sudah cukup beristirahat. Lagipula aku tidak ada kerjaan di rumah."
"Tugas kampus?"
Sembari menyerahkan sepiring Nasi Goreng kepada Joshua, Alex tersenyum tipis. "Bisa aku kerjakan nanti. Jurusanku punya tugas yang tidak begitu sulit sebenarnya, jadi aku bisa agak lebih santai."
"Tapi kau tidak terlihat santai." Sindir Joshua lalu menyuapi dirinya dengan Nasi Goreng. Pria itu menaikkan kedua alisnya, tampak senang dengan rasa khas rempah-rempah Indonesia pada sarapannya.
Alex mengedikkan bahu. Ia tidak tahu harus membalas apa sindiran Joshua itu dan ikut menyuapi dirinya dengan nasi goreng. Keduanya makan dengan khidmat. Sesekali Joshua melempar pandangan ke arah Alex, sedangkan yang dipandang hanya bisa menahan gejolak aneh di dadanya. Alex pun beberapa kali melirik Joshua, hingga pandangan mereka bertemu dan mengakibatkan keduanya mematung selama beberapa saat.
"Morning." Pintu kamar Joshua terbuka. Vernon menghampiri kedua manusia itu lalu duduk di samping Joshua. "Ada apa dengan suasana ini?" Tanya Vernon retoris saat menyadari ada empat mata menatapnya.
Joshua mendesah. "Kau kenapa telat bangun, sih? Sebentar lagi kita harus ke Pelabuhan."
"Kau tidak membangunkanku, Kak."
"Aku membangunkanmu."
Mata Vernon terbelalak. Ia tidak percaya dengan apa yang dikatakan Joshua. "Oh, ya?"
"Haah... makan yang banyak." Joshua mendecakkan lidah lalu cepat-cepat menghabisi Nasi Goreng itu agar bisa bersiap-siap. Hal itu dilakukannya bukan semata-mata karena tidak mau terlambat ke Pelabuhan, tetapi karena menahan rasa malu dan awkward yang timbul saat ia dan Alex bertatapan.
Alex pun merasakan hal yang sama sehingga ia diam dan sesekali tersenyum kecil melihat Vernon dan Joshua ngobrol. Dadanya kembali bergejolak, ia tidak tahu mengapa Joshua dan dirinya saling bertatapan dalam diam. Tetapi, demi kelangsungan hidupnya, Alex mencoba untuk santai--seakan kejadian itu tidak pernah terjadi.
~~~
Lausanne Ouchy tidak terlalu ramai seperti biasanya atau mungkin itu terlalu pagi bagi mereka untuk naik kapal ke Evian-Lezs-Bains. Joshua memperhatikan Alex yang asyik mengobrol dengan seorang penjaga pintu pelabuhan setelah menukar tiket mereka agar Joshua dan Vernon bisa masuk ke bagian dalam pelabuhan. Melihat Joshua yang tidak bisa melepas pandangannya dari Alex, Vernon menyikutnya. "Are you insane, Kak?"
"What?"
"Daritadi kau tidak bisa melepas tatapanmu darinya." Kata Vernon sembari tersenyum jahil. Ia melirik Alex, dan Joshua berdehem pelan.
"Aku hanya takut kita terpisah dengannya. Tiket kita kan dipegang olehnya." Joshua beralasan dan akhirnya melepaskan tatapannya dari Alex meski ia masih ingin memperhatikan gadis itu.
Vernon menahan tawa. Pria itu mengangguk-anggukkan kepala seakan menyetujui alasannya. Lalu bertanya kembali kepada Joshua. "Kau sudah punya nomornya, kan?"
"Eh?"
"Kau tidak punya!?" Vernon membelalakkan mata.
"Kau benar! Aku harus minta nomornya agar kita tidak tersesat di Evian." Joshua berseru lalu menghampiri Alex, melupakan Vernon yang masih terkejut karena pergerakan Joshua terlalu lama--tapi ia tidak kepikiran soal kegiatan mereka di Evian. Memang mereka harus memiliki nomor Alex, in case ada hal yang tidak diinginkan terjadi di Evian dan gadis itu tahu Bahasa Perancis.
Secara tidak segan Joshua menepuk pundak Alex. Padahal gadis itu tengah tertawa dengan si Penjaga pintu, entah mengobrolkan apa, tapi ia benar-benar butuh nomor Alex sebelum mereka berangkat kelak. Joshua juga takut kelupaan kalau ditunda-tunda.
"Ah, ya, ada apa, Josh?"
"Kita... kapan bisa masuk?" Tanya Joshua agak ling-lung.
Alex menggaruk tengkuknya. "Sorry, sorry. Ayo sekarang kalian bisa masuk!" Serunya sembari memanggil Vernon mendekat.
Gadis itu kemudian berbincang dengan si Penjaga dengan Bahasa Perancis yang lumayan lancar. Joshua dan Vernon memperhatikannya dengan penasaran, seakan ingin sekali memahami apa yang dibicarakan gadis itu.
"Oh ya? Pouvez?" Kedua mata Alex membulat, menampakkan keterkejutan.
Si Penjaga mengangguk, kemudian berjalan menuju pintu pelabuhan, Alex ikut berjalan diikuti Joshua dan Vernon di belakangnya. Lagi-lagi Joshua dan Vernon saling bertatapan. Keduanya tidak memahami apa yang terjadi meski Alex tampak bersemangat.
"Ayo! Kita bisa menunggu di sini." Kata Alex begitu mereka masuk di pelabuhan setelah dipersilahkan oleh staff dan si penjaga pintu.
"Tadi, ada apa?" Tanya Vernon heran.
"Aku diperbolehkan ikut mengantar kalian sampai dermaga." Jawab Alex dengan senyum lebar. Vernon dan Joshua mengangguk-angguk baru sadar kalau tadi Alex tidak ditanyakan soal tiket.
"Aku boleh minta nomormu, tidak, Alex?" Joshua segera menanyakan tujuan utamanya.
Alex terdiam beberapa saat. Ia menatap Joshua tidak percaya tapi Joshua mengartikan tatapan itu sebagai tatapan penuh tanya. Segera Joshua menjelaskan maksudnya. "Kalau ada apa-apa di Evian, aku bisa menghubungimu, kan?"
"Ahh...." Hampir Alex menaruh harapannya tinggi-tinggi. Ia pikir Joshua meminta nomornya karena hal lain. Tentu saja agar tidak tersesat di Evian! Dua orang di hadapannya itu, kan, tidak bisa berbahasa Perancis.
"Kau tidak bawa buku Bahasa Perancismu?" Tanya Alex sembari memencet layar ponsel Joshua, memasukkan nomornya sendiri.
Joshua berbalik sekejap, ia mengerakkan tas ranselnya yang tampak tidak begitu penuh. "Aku bawa. In case terjadi hal yang tidak diinginkan di sana, aku harus punya nomormu."
Akhirnya Alex hanya bisa manggut. Ia memberikan kembali ponsel itu kepada Joshua, bersamaan dengan pupusnya harapan lain. Tapi Alex tidak kecewa. Hal itu memang harus terjadi sebelum ia memikirkan hal mustahil dan membuat harapan baru yang tidak kalah mustahilnya. Aneh memang. Alex sebenarnya ingin memaki diri sendiri tapi semua itu terjadi di luar kendalinya.
"So, kau tidak masalah, kan, kalau aku menghubungi di saat kau bekerja?"
Alex mengangguk.
"Benar tidak apa-apa?" Vernon ikut bertanya setelah asyik memotret pemandangan dari dermaga Lausanne yang menampilkan Pegunungan Alpen di pagi hari.
"Ya. Kerjaanku tidak berat, kok, hari ini. Feel free to contact me."
"Palais de Rumine?" Joshua menyahut. "Kau bekerja di sana hari ini?"
Tidak disangka Alex, kalau pria itu mengingat tempat kerjanya di saat weekend tiba. Tempat di mana ia pernah membawa Joshua jalan-jalan, menjadi guide yang menjelaskan tentang isi museum Palais de Rumine yang juga tidak jauh dari gedung apartemen mereka. Alex mengangguk, senyumnya lebar sekali karena tahu Joshua mengingat hal itu. "Ya, Palais de Rumine."
"Apa? Palais? Tempat apa itu?"
"Gonna take you ther later, Vernon. I can be your personal guide there."
KAMU SEDANG MEMBACA
Joshua Hong is My Roomate! [Complete]
FanfictionBagaimana rasanya tinggal satu apartemen dengan Hong Joshua?