Garesh - 22

31.5K 3.7K 1.2K
                                    

Cie kangen aku :)
.
.
.
.
.
....

"GARESH!"

"SEBENERNYA GUE TAKUT SAMA LO, TAPI KARENA LO UDAH NIKUNG AMORANYA GUE, GUE JADI BERANI. SINI MAJU LO!"

Brak

"Apa?"

Garesh datang dengan santai setelah menendang pintu ruangan miliknya dengan keras. Jay menelan salivanya, seketika ia merutuki dirinya sendiri yang sudah membangunkan singa yang sedang tertidur.

"Apa?" ulang Garesh menaikkan satu alisnya. Peluh keringat terlihat sangat jelas menandakan bahwa pria itu sedang berolahraga.

"Gak ikutan, gue lagi mijit kaki Asgar." Sadeva bergumam sembari fokus memijat kaki Asgar yang berbaring telungkup. Ia tadi kalah bermain game dan sebagai hukuman ia harus menjadi babu Asgar selama satu minggu. Hebat bukan?

"Gue gak denger gue lagi belajar ngaji," Gefano angkat bicara, ia sudah duduk berhadapan dengan Dirhan sembari memeluk Al-qur'an. Hari ini adalah jadwal ia belajar ngaji bersama sang ustadz dadakan.

"Gak, jadi Gar. Gue lupa belum cebok, gue cebok dulu ya." Jay nyengir sambil menepuk perutnya. Hendak berlari menghindar namun dihentikan Garesh.

"Tunggu."

Jay berbalik dengan bibir tertarik ke bawah, menatap Garesh melas.

"Ampun, gak lagi ngajak begituan. Gue nyerah deh, ambil aja Amora. Gue masih ada yang lain. Gebetan gue kan banyak."

"Halah, banyak hutang lo goceng! Paling itu semua tante-tante kan!" sinis Gefano dengan mata yang masih fokus menatap Al-Quran.

Pletak

"Lo fokus ngaji dong! Kok malah nyinyir orang?" kesal Dirhan menggeplak kepala Gefano menggunakan peci yang sempat ia lepas. Gefano mah tetap Gefano. Lagi serius mengaji pun sempat-sempatnya nyinyirin orang.

"Ini gue gak paham yang ini," ucap Gefano bingung.

"Ck, ini tuh nun mati di antara idgham bilagunnah. Artinya dia ada tapi gak di anggap."

"Dirhan plis deh, lagi serius ngaji kok lo malah ngajak bucin?" kesal Gefano.

Dirhan mengernyit, "Bucin apaan anjir? Gue serius!"

Jay mendekat, "Gue tambahin. Nih yang ini hukumnya Izhar dia harus dibaca jelas. Kayak kepastian."

"Saruana maneh kalah bucin!" sinis Gefano dengan logat sundanya.

"Eh da bener!" balas Jay memeletkan lidah. "Iya kan? gue gak salah kan?" Jay menatap Dirhan dan pria itu menjawab dengan anggukan.

"Gefa lo malu-maluin banget yang kayak begitu aja lo kagak tau?" sinis Sadeva.

"Lo dulu gak pernah ikut sekolah agama ya? ngaji malem juga gak pernah kan?" tebak Asgar menduga-duga.

"Diem lo pada, kayak udah suci aja!" sinis Gefano sembari membenarkan letak peci yang miring.

"Ayo lanjut!" Dirhan bersuara dan Gefano mulai belajar kembali.

"Gue gabut." Jay menyadarkan tubuhnya ke sofa sambil memejamkan matanya.

"Tadi lo ngapain nyari masalah begitu? Pengen mati cepet apa gimana?" tanya Asgar dengan mata terpejam. Terlalu menikmati pijatan Sadeva yang lumayan handal.

"Iseng aja sih, kesel juga. Kenapa dia gak pernah bilang kalau dia suka sama Amora? kalo tau dari awal gue bakal mundur alon-alon. Nyari aman daripada harus saingan sama Garesh."

Garesh (Sudah terbit) Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang