Siang ini kami berempat duduk bersebelahan di depan ruang BEM fakultas. Kami sedang di tahap interview panitia ospek fakultas. Gak begitu deg-degan sih, karena ketua BEM-nya sendiri sebagai penanggung jawab ospek adalah teman nongkinya 3D, Mas Toni. Dan ketua panitianya, Kak Zi, adalah pacar Mas Toni yang sering ketemu juga di kafe. Jadi, gak canggung-canggung amat, karena pada dasarnya kami udah saling kenal.
Karena aku merasa punya nilai plus di bidang administrasi, aku pun mendaftarkan diri di bagian kesekretariatan (KSK) bersama Tiya yang udah dapat giliran interview di awal tadi. Tara dengan modal kameranya, mendaftar sie dekdok alias dekorasi dan dokumentasi. Doni dengan mengandalkan link-nya yang luas dan gak pernah cerewet kalo lagi riweuh, berharap keterima jadi sie humas. Sedangkan pacarku, dia dengan otak-otak kritis kreatifnya mendaftarkan diri jadi sie acara.
"Paling lambat besok sore kita kabarin via SMS untuk hasil interview-nya, supaya weekend ini kita bisa ngadain rapat besar pertama." Mas Toni menjelaskan next step-nya sebelum akhirnya kami bubar.
Gak kerasa dua semester udah kami lalui dengan baik. Aku dari awal sadar bahwa aku bukan anak yang pintar, tapi beruntung aku tau aku anak yang rajin, dan karena itulah aku bisa mendapat IPK yang baik sehingga ortuku mengijinkanku libur semester panjang ini gak pulang dan menjadi panitia ospek.
"Jalan sekarang apa makan dulu?" tanya Brian ke arahku yang disambut tatapan kepo Doni Tara.
"Mau ke mana kalian?"
"Pacaran lah," jawab Brian enteng. Aku tersipu malu.
"Anying, bikin iri aja," gerutu Doni.
"Kita juga pacaran yuk!" ajak Doni melas ke Tara.
"Ntar sore gue ke bandara jemput ibu negara, bro. Lupa lo? Kan gue udah bilang dari minggu lalu. Dia nginep di kamar gue ya. Lo jangan ganggu," jelas Tara panjang lebar. Ibu negaranya, alias ceweknya, Lisha, yang udah dipacarinya dari SMA. Jadi, selama ini mereka LDR-an karena Lisha kuliah di Jakarta.
"Wah, gue jadi obat nyamuk mulu. Ya udah, bye, gue pacaran sama Oh Ha Ni aja," protesnya melipir pergi. Doni ini memang sobat drakor-ku. Baru kemarin dia ngopi folder Playful Kiss dari laptopku.
"Makan di sana aja, Bri. Gue belom laper. Lo gimana?" jawabku setelah dua manusia itu pergi.
"Boleh. Gue juga belom kok." Brian masuk dan duduk di belakang setir Jazz mas Gama yang sekarang jadi hak milikku dan kak Rei. Sebenarnya lebih sering dipake kak Rei sih, karena aku lebih memilih dijemput Brian dengan vespanya, bisa meluk dari belakang. Tapi, karena kami berdua akan pergi ke Bukit Bintang, yang agak jauh dan akan sampai malam, mendingan naik mobil.
Duduk di sebelah Brian di dalam mobil memang jadi gak bisa meluk, tapi kebiasaan lainnya, dia selalu memegang tanganku di sela-selanya menyetir. Aku sendiri sambil menyuapi Brian wafer cokelat favoritnya. Kami berdua lagi kesengsem banget sama lagu-lagunya Secondhand Serenade yang menjadi soundtrack sepanjang perjalanan menuju Bukit Bintang.
Setelah kurang lebih 40 menit, kami mulai menaiki daerah bukit. Pinggirin jalannya banyak kedai-kedai makanan yang menghadap ke arah Jogja. Mobil kami pun parkir di salah satunya. Hari mulai malam, langit mulai gelap, dan lampu-lampu kota Jogja mulai bermunculan satu per satu, nampak cantik sekali seperti bintang dari atas sini. Itulah kenapa kawasan ini disebut Bukit Bintang.
"Beautiful," bisikku spontan dengan mata lope-lope.
"You are more beautiful in my eyes," gombal laki-laki di sebelahku ini yang entah dari kapan gak berhenti menatapku. Aku memukul pelan kepalanya dengan salting.
KAMU SEDANG MEMBACA
DIARI ALULA [Completed]
RomanceDi setiap lembar buku harian Alula, ada nostalgia dari cerita cintanya selama tiga belas tahun. Bersama dengan lima lelaki berharga yang membentuk pribadinya menjadi perempuan kuat dan mandiri seperti sekarang. Ada Sigit, Brian, Dewa, Jayantaka, dan...