Lembar Dua Puluh Enam

102 22 9
                                    

"La, entar lo jadi ke tempat Miss Dian, kan? Nitip beliin charger hape gue dong. Perasaan gue terakhir ngecas di ruang TV, tapi gak ada. Anak kosan juga gak ada yang liat," pinta Tiya siang itu yang menghampiriku ke kamar.

"Lo ikut ajalah. Masak gue berdua doang sama Dewa?" protesku.

"Males ah, yang ada gue dicuekin kalo kalian lagi berdua. Ati-ati lo suka entar. Hahaha," sindir Tiya. Aku gak menanggapinya. Kenapa juga sih harus aku dan Dewa yang kena buat ambil hasil nilai tes ke rumah mentor?? Argh ...

"Lan, mau ikut?" tanyaku balik ke Yolan yang sedang tiduran membelakangiku menghadap dinding kamar.

"Eh, enngg, sorry La, gue— gue mau keluar sama Mas Andika ntar," jawabnya tergagap. Tergagap karena dia gak enak menolakku kali ya? Malah jadi aku yang balik merasa gak enak.

"It's okay, Lan. Gue cabut dulu kalo gitu ya. Dewa baru aja SMS udah di depan." Aku pun pamit keluar mendatangi Dewa yang padahal sudah ku bilang ketemuan di tengah aja dan gak usah ke kosku.

"Aku samperin aja, nanti kamu nyasar," ledeknya di atas sepedanya.

Kami berdua pun akhirnya mengayuh sepeda masing-masing menuju tempat tinggal Miss Dian. Aku mengikutinya di belakang. Pare ini benar-benar kampung kecil yang cocok untuk belajar. Lingkungan tenang dengan orang-orang yang punya niat yang sama, belajar Bahasa Inggris. Di jalan pun jarang aku berpapasan dengan mobil atau motor. Kebanyakan ya sepeda.

"Come in," suruh Miss Dian sesampainya kami di dormnya.

"Bentar ya ambil nilai kalian dulu di kamar," lanjutnya. Kami berdua mengangguk lalu mengambil tempat duduk bersebalahan di terasnya.

"Habis ini ke kedai ketan susu deket sawah sana yuk, La. Itu icon-nya Pare. Harus nyobain."

Aku berpikir berkali-kali mengenai ajakannya ini. Pertama, aku kurang suka makanan berbahan dasar ketan. Kedua, kalau aku pergi dengan dia berdua, aku kuatir akan terjadi hal-hal yang salah. Bukan bermaksud geer, aku takut kalau dia jadi ada rasa denganku karena sepertinya aku terlalu 'mudah' bagi dia. Dariku sendiri dia memang orang yang asik. Ledekan dan candaannya masuk ke dalam level humorku, walaupun awalnya sempat aneh dan annoying. Ketiga, atau mungkin, jangan-jangan sebenarnya aku yang takut kalau suka sama dia dan malah mengkhianati Brian? Oh, no. Jangan sampai aku yang bergantian di posisi kak Sigit dulu.

"Ini ya hasilnya. Tolong disampaikan ke teman-teman kelasnya." Miss Dian datang dengan membawa selembar kertas berisi nilai tes kami. Aku pun berbagi tugas dengan Dewa. Dewa ditunjuk menjadi ketua grup cowok, aku sendiri ketua grup cewek, untuk mempermudah komunikasi saat itu.

"Kalian berdua kok diliat-liat mirip sih?" sahut Miss Dian tiba-tiba. Aku dan Dewa saling melirik sebelum akhirnya menertawakan pernyataan aneh itu.

"Beneran nih. Kalian adek kakak ya?" lanjutnya lagi.

"Kalo iya, siapa yang kakak siapa yang adek, Miss?" tanyaku masih dengan tawa.

"Yang adek dia, yang kakak kamu," jawabnya tanpa pikir panjang dengan jari telunjuknya masih mengarah kepadaku. 

Tawaku seketika berhenti. Masih gak mempercayai apa yang aku dengar. Aku, yang biasa dimanja dan dimudakan, yang hampir di setiap kesempatan selalu menjadi maknae ini, ditunjuk lebih tua dari Dewa yang aku yakin seumuran denganku?? Are you kidding, Miss??

"Bener kan? Dewa masih sekolah?" Miss Dian melanjutkan pertanyaannya lagi. Dewa tertawa canggung dengan pertanyaannya.

"Hehe, aku baru lulus SMA, Miss. Lagi nungguin hasil SNMPTN. Doakan segera dapat univ ya, Miss." 

DIARI ALULA [Completed]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang