Lembar Sembilan Belas

118 24 3
                                    


Sejak sore kami sudah standby di alun-alun utara. Selain untuk gladi bersih, kami juga sengaja untuk menghindari macet yang diperkirakan mulai menjelang maghrib nanti. Titik 0 kilometer pasti akan sesak dengan manusia-manusia yang siap menyaksikan kembang api dan menyambut tahun baru 2011.

Beberapa hari ini Altar sendiri juga sudah ramai karena ada pasar malam Sekaten. Pasar malam yang dinanti-nanti warga Jogja sebagai festival tahunan untuk memperingati maulid nabi yang diadakan oleh keraton.

Sebelum manggung nanti malam, kami pun menyempatkan diri mencoba beberapa wahana yang sudah mulai buka. Dari bianglala, ombak banyu, bombom car, untuk kora-kora sendiri aku skip, karena jujur aja sebenarnya buatku wahana di pasar malam gini safety-nya kurang, alat-alatnya juga keliatan agak gak meyakinkan. Siapa yang gak was was naiknya?

Tapi tetap saja yang namanya pasar malam pasti ramai pengunjung karena price-nya yang sangat terjangkau. Cukup dengan 5000 sampai 15000 Rupiah per wahananya untuk waktu yang lumayan lama.

Gak cuma wahana saja, ada juga banyak jajanan pasar, awul-awul, mainan anak-anak, tentunya dengan harga yang murah meriah. Itulah kenapa pengunjung yang datang dari semua umur, dan gak pernah sepi setiap harinya selama kurang lebih 40 hari festival berlangsung.

Hari mulai gelap dan aku digeret Doni Tara ke wahana rumah hantu. Aku memang bukan tipe yang penakut sama kind of horror thingy. Aku percaya mereka ada, tapi ya lebih baik gak usah macem-macem apalagi sampai uji nyali macam gini.

Hihihihihiiiiiiii.

Suara khas kuntilanak jelas sekali terdengar sampai antrian kami.

"Gak usah cemen gitu kali, La. Muka lo kenapa udah pucet gitu? Wkakakak." Doni dan Tara benar-benar ngeremehin aku. Syalan.

"Maksimal yang masuk empat orang ya kak," kata si penjaga wahana. Kita pas berempat sih. Gak lupa aku baca doa dulu sebelum masuk. Gue gak niatan ganggu ya siapa pun di dalem nanti, gue digeret sama dua makhluk ini, salahin mereka aja jangan gue.

Doni dan Tara dengan gaya soknya masuk duluan. Pintu pun ditutup, dan aku gak liat apa-apa di sana saking gelapnya. Sial, gue benci tempat gelap. Apalagi semenjak kejadian vertigo. Tempat gelap seperti bisa nge-trigger vertigoku kumat lagi. Tanganku langsung mencari pegangan, ujung jaket denim Brian yang sore tadi baru aku kembalikan ke dia seketika aku tarik.

Di dalam rumah hantu ini kami hanya perlu mengikuti lorong-lorong gelap yang tentunya dengan dekorasi horor dan efek suara horor yang bikin suasana semakin seram. Hantu pertama berambut panjang gimbal dengan efek muka hancur tiba-tiba mengageti kami. Yang kaget duluan tentu tim barisan depan. Gayanya aja dari awal sok-sokan banget. Ujung-ujungnya teriak juga mereka.

Yang lebih sialan lagi, ada tuyul-tuyulan yang sengaja menarik ujung bajuku. Aku merengek ketakutan karena dandanan dan cara ketawanya yang sumpah itu serem banget. Brian benar-benar puas menertawakanku, begitu juga dengan Tara. Aku langsung berjingkrak minta pindah ke tengah dan berlindung di balik lengan Brian. Posisi sekarang dari depan ada Brian, aku, Doni, dan Tara.

Doni ini tipe yang nyaring di awal, padahal dia juga gak ada bedanya sama aku. Cocok untuk jadi sasaran empuk manusia-manusia berkospley hantu ini buat ngerjain kami berdua. Untung aku ada Brian yang selalu pasang badan walau sebelumnya menertawakan ketakutanku. Kalau Doni, tentu saja Tara bodo amat dan malah sengaja ngasih umpan ke hantu-hantu di sana untuk 'ni lho sasaran empuk buat lo takut-takutin'.

Alhasil setelah kami sukses melewati rumah hantu sampai akhir, Doni dengan keringat dan muka pucatnya berkata pelan,

"Bro, sepatu gue lepas satu di dalem ... ambilin dong."

DIARI ALULA [Completed]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang