Gig pertama kami di coffee shop Matte. Salah satu tempat kopi langganan anak-anak kampusku. Aku mau gak mau jadi belajar SKSD sama pemilik-pemilik kafe juga supaya 3D dapet job. Dan job pertama ini bisa kubilang sukses. Semua enjoy dan menikmati malam bersama alunan akustik dan vokal mereka bertiga.
Saking santainya, aku sambil mengerjakan tugas dan tentunya memanfaatkan wifi kafe. Emang deh gak ada salahnya ikut mereka. Sekali dayung dua tiga pulau terlampaui. Tiya juga ikutan di sini nemenin aku. Ya lebih tepatnya ikutan numpang wifi juga.
Aku dan Brian? Aku berusaha seprofesional mungkin. Dan syukurnya dia juga begitu. Kalau lagi ngomongin soal band ya kita fokus ke band aja. Berlaku juga dengan Doni dan Tara. Doni yang konyol itu pun ternyata bisa seserius itu kalo ngomongin band.
"Ada job lagi kapan, La?" tanya Brian setelah mereka selesai tampil.
"Should be akhir oktober ini, semingguan lagi di sini juga. Gimana, Bri?"
"Oke, kita bawain lagu yang simple-simple aja ya, bro. Kayaknya gue gak bisa latian seminggu ini soalnya," lanjut Brian.
"Kenapa, Bri?" tanyaku reflek.
"Gak papa, cuma ada masalah personal aja," jawabnya keliatan enteng. Oh oke, asal anak-anak lain oke aja sih.
"La, lo balik sama Tiya kan? Gue duluan ya guys kalo gitu." Dia pun pergi setelah memastikanku pulang ada temennya. Kenapa dia jadi aneh? Gak ngehindarin aku kan?
Dan selama seminggu aku benar-benar gak melihat batang hidungnya sama sekali. No call, no SMS juga selama itu. Tadinya aku pura-pura cuek dan gak peduli. Tapi lama-lama...
"Don! Si Brian ke mana sih sebenernya? Kenapa gue gak pernah liat dia sama sekali?" tanyaku di kantin kayak lagi ngelabrak orang.
"Eh, santai neng. Duduk dulu bisa?"
Aku langsung duduk di hadapan Doni.
"Dia balik ke Bandung. Pas habis tampil minggu lalu itu, dia langsung ambil kereta tengah malem emang."
"Kenapa dia gak bilang ke gue?"
"Kan dia udah bilang, masalah personal. Jadi ya mungkin gak enak aja cerita ke lo."
"Masalah apa sih Don? Urgent banget ya kayaknya?"
"Hmm... gimana ya."
"Plis, let me know, Don," pintaku memohon. Aku merasa... sedikit kuatir.
"Dia tuh sebenernya ada masalah keluarga. Keluarganya kan punya bisnis turun temurun gitu. Si Brian ini nekat ke sini ambil prodi fisika yang sebenernya gak disetujuin ortunya."
"Dia disuruh ambil bisnis, gitu maksud lo?" Aku perjelas lagi, sambil mengingat buku-buku bisnis yang dipinjamnya di tempat peminjaman buku dulu.
Doni mengangguk. Tara yang duduk di sebelahnya ikut mendengar obrolan kami dalam diam.
"Jadi entah ini mungkin pulang buat ngerayu ortunya atau gimana gue juga gak paham sih. Atau bisnisnya lagi ada masalah yang harus dia handle sendiri di rumah gue juga gak tau. Dia gak bilang juga. Yang jelas karena dia anak satu-satunya sih makanya ortunya bener-bener ngarepin dia bisa nerusin bisnis keluarganya ini."
Gantian gue yang mengangguk paham. Oke, dia keliatannya emang gak baik-baik aja.
Sorenya setelah pulang kampus, kami warga jogja dikejutkan oleh erupsi Gunung Merapi. Kafe-kafe sebenarnya masih buka, tapi mereka meniadakan live band untuk sementara waktu. Aku pun segera mengabari anak-anak 3D. Dan jadi ada alasanku untuk memulai obrolan dengan Brian.
KAMU SEDANG MEMBACA
DIARI ALULA [Completed]
RomansaDi setiap lembar buku harian Alula, ada nostalgia dari cerita cintanya selama tiga belas tahun. Bersama dengan lima lelaki berharga yang membentuk pribadinya menjadi perempuan kuat dan mandiri seperti sekarang. Ada Sigit, Brian, Dewa, Jayantaka, dan...