Lembar Empat Belas

120 24 3
                                    


Sabtu pukul 3 pagi aku masih terjaga.

"Mau gak jadi pacar gue?"

Sial, kata-kata itu masih terngiang-ngiang di kepalaku. Aku bener-bener gak habis pikir sama isi kepala laki-laki itu. Kadang songong, tiba-tiba SKSD, maksa ngurusin band-nya, giliran udah diiyain, ngajakin pacaran??! Dikasih hati minta jantung ya emang.

Malam itu instead of meladeni pertanyaannya, aku memarahinya habis-habisan. Bagaimana tidak? I had no idea at all dia punya pikiran seperti itu. Aku mengajaknya jalan-jalan juga gak ada maksud caper atau pdkt sama sekali. Setelah puas memarahinya, aku minta pulang saat itu juga, dan sepanjang jalan kami gak mengeluarkan sepatah kata pun kecuali untuk menunjukkan arah rumahku.

Aku masih tau diri kok, aku tetap mengucapkan 'makasih' dan 'hati-hati di jalan' ya walaupun dengan nada yang agak kasar. Itu aja dia masih bisa-bisanya bilang 'sama-sama', 'met tidur ya', 'jangan lupa mimpiin gue'. Ya tentu aja yang ada aku makin gak mau tidur daripada dia nongol di mimpi.

Aku putar CD Ungu-ku di laptop. Dengan volume pelan, kak Reisa yang tidur di sebelahku ini dijamin gak akan kebangun. Sambil berdoa supaya aku bisa mimpi indah tapi bukan mimpiin orang itu, sampai tertidur.

Siangnya, mbak Brisa memaksaku bangun karna kelamaan tidur. Gak tau aja dia gimana begadangnya aku mikirin itu cowok. Aku dan kak Rei pun dipaksa untuk belanja bulanan sorenya. Mirota adalah salah satu pasaraya yang cukup terkenal di kalangan warga jogja.

Saking terkenalnya, aku ketemu kak Sigit di sana. Di deretan rak-rak sabun.

"Sama siapa dek?"

"Sama kak Rei. Kak Sigit sama siapa?"

"Sendirian aja." 

Oh.

"Dek, besok mau ke sunmor?" ajaknya kemudian. 

Sunmor alias Sunday morning ini, istilah CFD-nya jogja gitu di daerah lembah UGM. Atau lebih tepatnya pasar paginya jogja yang buka setiap hari Minggu. Biasanya lapak-lapak jualan mulai buka sekitar jam 6 pagi. Jam segitu udara masih enak, belum panas, dan belum ramai. Lapak mulai bubaran pukul 12 siang dan kemudian jalan kembali dibuka untuk kendaraan umum.

Tapi, ada angin apa nih ngajakin?

"mm... boleh. Jam berapa kak?"

"Jam 6? Sekalian lari pagi?" 

Kebiasaannya lari pagi masih dia jalanin ternyata. Aku mengangguk mengiyakan.

"Oke, besok pagi saya jemput ya."

"Oke," jawabku.

"Eh, kak Reisa."

"Eh, ada Sigit. Makasih ya kemarin itu mau direpotin."

"Hehe, gak ngerepotin kok, kak. Belanja apa kak?" tanyanya basa-basi.

Aku pun melipir meninggalkan mereka berdua berbasa-basi ria. Kak Reisa ini ya, belum aku ceritain aja kisah tragisku sama dia. Mungkin kalo dia tau, udah dijambaknya kali itu rambut kak Sigit.

Mbak Bri dan mas Gama lagi malam mingguan. Aku dan kak Reisa juga gak mau kalah. Kami malmingan sama Morgan dan Bisma, alias nonton sinetron you know me so well.

Drongdongdongdongdongdong.

Seketika jantungku berdebar gak karuan. Aku langsung duduk dari posisi tidurku.

"Kenapa lu?" tanya kak Reisa. Aku gelagepan gak tau mau jawab apa. Suara motor itu, bukan Brian kan?

Ringtone hapeku berbunyi, dari nomor yang gak aku save. Kita emang belum jadi tukeran nomer hape, jadi belum pernah kontakan sama sekali.

DIARI ALULA [Completed]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang