OSPEK 2011
Selama dua hari ospek kemarin, aku gak banyak bicara dengan Brian. Aku bisa melihatnya benar-benar sibuk sebagai ketua acara bersama dengan tujuh orang lainnya. Selesai acara ospek pun kami langsung evaluasi sampai malam. Udah keburu capek, lalu pulang ke rumah masing-masing.
Aku dan Brian bisa duduk bersebelahan hanya saat istirahat makan siang, atau ketika ada acara di univ yang kemudian peserta ospek diambil alih oleh panitia univ, itu pun gak lama palingan hanya satu jam. Semua ini bisa dimaklumi. Aku sendiri suka bangga melihat dia membuka, memimpin, dan menutup acara setiap harinya.
Di sela-sela acara pun, kalau kami berpapasan, dia selalu menyempatkan diri untuk mengusap kepalaku walau matanya masih tertuju ke lembaran kertas rundown acara, atau sekedar menggenggam tanganku walau mulutnya sedang sibuk menghubungi sie humas perkara tamu undangan yang belum hadir. Aku pun sebisa mungkin menjadi pacar yang pengertian. Menyembunyikan lebihan snack untuk dia misalkan, atau memastikannya meneguk air mineral di sela wara-wirinya supaya gak dehidrasi, atau membelikannya permen khusus tenggorokkan sebelum balik karena seharian teriak-teriak. Kami seperti sama-sama menguatkan sesibuk apa pun itu.
Hape di saku kiri jas almamaterku bergetar. Aku sedang berada di tengah-tengah barisan maba demi mengabsensi mereka satu per satu, dan sesekali meladeni jokes dan tingkah SKSD mereka. Ketika selesai, aku pun melipir ke sekretariat dan mengecek hapeku. Ada dua missed call dari papa, diikuti dengan pesan masuk.
PAPA
Papa sedang di jogja
Ada urusan kantor, sekalian mau jenguk pakdhemu
Tolong anterin ya. Nanti teman papa antar ke kampusmu
Malamnya papa sudah harus balik lagi sama teman2 kantor
Demi apa pun papa kenapa mendadak sekali sih? Apa papa juga gak tau aku lagi ngurus ospek? Aku pun langsung menghubunginya dan menanyakan itu semua. Papa dengan entengnya menyuruhku meminta ijin sebentar. Pakdheku, alias sepupu papa yang memang tinggal di Jogja sedang sakit keras dan di opnam. Papa ingin aku ikut menjenguknya sekaligus 'menitipkanku' ke keluarga sepupunya. Kalau-kalau ada apa-apa di Jogja pas aku sendiri. Di sisi lainnya, aku pun gak akan mungkin tega membiarkan papa kayak orang ilang sendiri di Jogja kalau gak aku iyakan.
"Aku sih gak papa, La. Kita bisa handle kok. Tapi tetep harus atas ijin kak Zi sama mas Toni ya." Oke, ka sie KSK-ku udah approved. Tinggal minta ijin sama tetua-tetuanya nih.
"Hmm. Sorry to say, tapi aku gak bisa ngasih ijin gitu aja. Nanti malem kamu tetep harus balik ke sini untuk evaluasi sekaligus persiapan acara keakraban besok," kata kak Zi dengan suara beratnya. Aku hanya mengangguk.
"Dan karena ijinmu setengah hari, kamu bisa pake jam istirahatmu nanti untuk nyicil kerjaan. Bagus kalo sisanya nanti tim KSK bisa bantu handle," lanjut mas Toni.
"Siap, oke kak, mas, makasih. Bakal aku kebut kerjaanku. Sekali lagi maaf ya ijinnya mendadak," ucapku ke dua manusia di depan ini. Aku pun langsung melipir ke ruang sekretariat menyelesaikan apa yang aku bisa. Terlebih soal pengadaan sertifikat peserta ospek yang jumlahnya ratusan.
Hampir memasuki jam istirahat, aku meminjam motor Tiya untuk ke percetakan. Saking terburu-burunya, aku sampai meninggalkan hapeku di atas meja sekretariat. Dan sayangnya lagi, perjalanan ke sana ternyata lumayan macet di lampu merah, dan antrian di sana pun lumayan panjang. Alhasil benar-benar makan waktu dan kembali ke kampus lagi setelah jam istirahat berakhir.
KAMU SEDANG MEMBACA
DIARI ALULA [Completed]
RomansaDi setiap lembar buku harian Alula, ada nostalgia dari cerita cintanya selama tiga belas tahun. Bersama dengan lima lelaki berharga yang membentuk pribadinya menjadi perempuan kuat dan mandiri seperti sekarang. Ada Sigit, Brian, Dewa, Jayantaka, dan...