Lembar Lima

147 27 10
                                    


Kemarin siang kak Sigit dan rombongan angkatannya baru tiba dari liburan sekolahnya ke Bali selama lima hari. Karena pas banget hari ini kak Sigit ultah, kami berencana ketemuan di pantai biasa sore nanti. Dari siang aku udah keluar nyari kado dan kue. Sempet bingung mau ngado apa. Sampai aku inget aku gak pernah liat dia pakai jam tangan. Aku langsung ke toko jam tempatku beli punyaku dulu. Nyari yang setipe, tapi warna hitam, warna favoritnya.

Aku parkirkan motorku di sebelah motornya yang ternyata udah sampai duluan. Langsung ku nyalakan api lilin kuenya, dan menyanyikan lagu Happy Birthday dengan suara setengah cempreng.

"Happy sweet seventeen, kak," kataku tersenyum lebar sambil mengarahkan kue mendekati kak Sigit. Dia tersenyum sampai keliatan gigi, lalu memejamkan mata sejenak sebelum akhirnya meniup lilin.

"Kamu kok so sweet sekali sih, dek," katanya ketawa sambil mencubit pipiku. Aku cuma bisa mengaduh karena takut kuenya jatuh.

"Sini duduk sini," kak Sigit menyuruhku duduk di sampingnya, di atas pasir putih bersandar patahan batang pohon besar. Aku menyusulnya, dan kami sama-sama menikmati kue tart keju yang sebenarnya itu kue kesukaanku. Keong-keong dan kepiting-kepiting kecil di pasir lalu ikut mendengarkan cerita kak Sigit selama di Bali kemarin.

Di hari terakhir kak Sigit di Bali, aku sempat bete karena dia gak ngabarin apa-apa seharian. Agak posesif ya jatuhnya, haha.

"Karena itu hari bebas, gak ada itinerary apa-apa dari sekolah, jadi temen-temen ngajakin keliling seharian, dan batere hape abis. Malem itu langit Bali bagus banget dek, pingin banget nelfon tadinya. Maaf ya."

"Hehe, iya kak gak papa. Yang penting liburannya enjoy."

"Dan yang penting malem itu udah saya bisikin ke salah satu bintang pesan buat kamu. Semoga sampe," katanya dengan senyum gombal.

"Bisikin apa, kak?"

"Ada deh. Dengerin sendiri. Yang peka, pake hati dan perasaan," jawabnya sambil tersenyum. Sial. Bisa-bisanya aku nyangkut ke kepuitisan orang ini. Palingan pesannya seputar rindu.

"Oh ya, saya beli oleh-oleh kemarin." Dia berdiri mengambil kantong dari motornya. Aku menyusulnya dengan niatan memberi kado ultahnya. Kenapa jadi tukeran kado gini ya?

"Lucu banget, kak," sahutku gemas mendapati tas selempang akar wangi khas Bali berwarna ungu muda. Kak Sigit juga keliatan suka banget sama jam tangan kembaran pemberianku.

"Tau gak dek. Saya juga beli tas selempang mirip punyamu ini warna hitam. Haha." Wow, jadi kita punya dua barang couple nih? Hihi, mukaku panas tiba-tiba.

"Yuk, jadiin latian motor?" ajak kak Sigit. Beberapa minggu sebelumnya motor matic-ku kehabisan aki di sekolah, perlu ke bengkel buat benerin. Kak Sigit menyuruhku membawa motornya dulu. Tapi aku tolak karena gak bisa ngendarain motor gigi :")

"Mmm..." aku ragu karena udah terbiasa pake matic yang tinggal gas rem tangan. Tapi kak Sigit keukeuh aku harus serba bisa kalau-kalau kejadian kayak gini terulang lagi.

"Udah, yuk, sini saya ajarin." Kak Sigit menarik tanganku mendekatinya, menjelaskan satu per satu fungsi part motor giginya. Gak lama setelah itu, aku disuruh mengendarai motornya. Dengan gugup, apalagi karena kak Sigit duduk di boncengan belakang, membuatku semakin gugup lagi.

Kak Sigit memilihkan tempat yang cocok untuk latihan. Bahkan latihan mobil pun di sini bisa. Jalan cukup lapang dan bukan jalan umum yang dilalui banyak kendaraan, cenderung sepi. Walau sempat gugup di awal, aku mulai bisa beradaptasi dengan permainan gigi di kaki. Sampai di polisi tidur, aku mulai agak kagok dengan kebiasaan rem tanganku, keseimbanganku sempat oleng. Beruntung kak Sigit di belakangku sigap betul langsung mengambil alih stang motor dan mengembalikan keolenganku tadi.

DIARI ALULA [Completed]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang