Lembar Tiga Puluh Tujuh

104 22 15
                                    


"Udah bener dicek semua? Gak ada yang ketinggalan?" tanya Brian di depan pagar rumah Jogja.

Aku mengangguk pelan. Rasanya berat sekali meninggalkan Jogja. Iya, pagi ini aku akhirnya meninggalkan Jogja untuk sementara— mungkin. Brian akan mengantarku pulang ke kampung halaman sebelum aku dan papa mama berangkat ke Kanada minggu depan. Sekalian dia mau menemaniku kondangan, hehe.

Aku masuk ke dalam mobil setelah memastikan semua terkunci rapat. Brian mengelus pucuk rambutku seakan menyalurkan energinya ke badanku yang sedang down ini, lalu menginjakkan gas mobilnya perlahan menuju jalan besar.

"Bye, rumah ... see you next time," kataku melambaikan tangan ke pagar rumah yang telah kutempati selama hampir lima tahun ini.

"Mama papa suka apa? Bakpia suka gak?" tanya Brian ketika kami mulai memasuki area ringroad.

"Mmm ... suka kayaknya."

"Ya udah, mampir bentar dulu ya."

Kami pun berhenti di toko oleh-oleh pinggir jalan. Aku menunggu di dalam mobil sambil mellow melihat lalu lalang kendaraan dan para pengguna pedestrian. Ah, Jogja memang kota yang akan selalu aku rindukan. Orang-orangnya ramah dan tertib, makanan enak dan murah, suasananya tenang dan adem. Jogja akan selalu menjadi rumah kedua bagi setiap warga pendatang macam aku ini.

"Ngelamun terus, neng." Brian masuk membawa satu plastik bakpia yang sepertinya berisi tiga box.

"Banyak amat, yonk. Kan cuma bertiga di rumah."

"Gak papa, sekalian buat tetangga mungkin," candanya. Aku tau, dia masih merasa gak enak terakhir ke rumah dulu gak bawa apa-apa ke mama papa. Yang walaupun sebenarnya kami gak mempermasalahkan itu juga sih pastinya.

"Udah, jalan lagi?"

Aku mengangguk dan lagi-lagi melambaikan tangan keluar jendela.

"Bye, Jogja ... see you next time. I'll be back."

Yang kali ini bonus mataku yang mulai berkaca. Ah, kenapa jadi sebaper ini ya ternyata. Aku pun meninggalkan Jogja dengan iringan lagu Yogyakarta dari Ungu yang sengaja disetel Brian.

~ Walau kini kau tlah tiada, tak kembali, namun kotamu hadirkan senyummu abadi

Izinkanlah aku untuk selalu pulang lagi, bila hati mulai sepi tanpa terobati ~

.

.

.

Di setengah perjalanan, kami berhenti di rest area. Sebenarnya aku yang meminta berhenti. Kami sempat-sempatnya bertengkar soal hal yang gak penting. Padahal hari ini adalah hari terakhir kami bareng sebelum LDR. Aku bergegas masuk ke dalam toilet. Membasuh wajahku dengan air, dan menenangkan diri di depan cermin.

"Lo juga jangan tiba-tiba bikin status 'mati satu tumbuh seribu' lagi." Adalah respon dari Brian tadi ketika aku mengingatkannya untuk jaga hati selama LDR.

Aku tau Brian bercanda menyindirku seperti itu. Secara ingatan kami tentang LDR hanya kejadianku dengan si brondong Dewa, atau bagaimana teman KKN-ku berusaha mendekatiku ketika kami sempat putus dulu.

Aku tersindir, seakan-akan cerita LDR kami setelah ini adalah aku yang akan memulai perkara. Tepatnya akan ada orang ketiga yang datang dari pihakku. Ya memang selama lima tahun ini, Brian gak pernah sedikit pun ada 'main' dengan perempuan lain selain aku. Karena itu jadi aku yang tertuduh? Toh aku pun gak pernah berani macam-macam dengan yang lain. Ajakan Dewa ketemuan juga berujung wacana belaka, gak pernah sekali pun kami akhirnya bertemu.

DIARI ALULA [Completed]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang