29

1.3K 64 0
                                    

Setelah luka dan peluru yang membak Atthar sudah di bersihkan. Atthar buru-buru bangkit untuk menunggu istrinya di depan ruang UGD. Dengan langkah gontai Atthar menghampiri ruangan tersebut. Ia tidak perduli dengan kondisi tubuh, ini tidak seberapa dengan apa yang di alami oleh istrinya. Bahkan sampai detik ini Atthar belum menghubungi satu pun keluar Adibah maupun keluarganya. Atthar sangat kalut dengan kejadian ini.

Fatan yang melihat sahabatnya se frustasi itu mengerti akan keadaan Atthar. Fatan tida bisa berbuat apapun, semua ini sudah kehendak Allah. Bahkan Fatan menyuruh Atthar untuk istirahat lebih dulu tapi temannya itu tetap kekeh menunggu istrinya.

"Thar gua tau lu khawatir sama istri lo! Tapi lo juga butuh istirahat, agar tenaga lo ada pas nungguin istri lo nanti!" ujar Fatan menepuk pundak sahabatnya.

"G-gua gak bisa Tan! Lagi pula gua baik-baik aja kok." lirih Atthar.

Kalau sudah seperti ini Fatan tidak bisa menasihati Atthar. Sifat keras kepala Atthar tetap ada. Begitulah, sahabatnya jika menyangkut orang yang di cintainya.

Tak lama pintu UGD terbuka menampakkan sesosok dokter yang menangani Adibah. Atthar yang melihat dokter tersebut langsung menghampirinya.

"Dok bagaimana keadaan istri Saya?" tanya Atthar khawatir.

"Jadi begini Pak! Dikarenakan Ibu Adibah cukup mengalami pendarahan begitu banyak! Jalan satu-satunya kita harus mengeluarkan bayi yang ada di dalam kandungan Ibu Adibah. Tetapi, terdapat resiko yang akan membahayakan nyawa Ibu Adibah. Jadi bagaimana Pak? Saat ini juga Saya meminta persetujuan dari bapak." jelas dokter mengenai kondisi Adibah.

Seketika tenggorokan Atthar merasakan kering. Dada sangat sesak, kali ini setiap langkah yang akan ia ambil akan membahayakan keadaan istrinya. Bagaimana ini? Apakah Atthar menyetujui ucapan dokter tersebut atau tidak?

"Selamatkan anak Saya dok!" lirih Atthar.

'Maafkan Saya Adibah! Saya mohon kamu harus kuat.' batin Atthar dalam hati.

"Baiklah Pak kalau seperti itu Saya akan melanjutkannya kembali. Permisi Pak." pamit dokter tersebut kembali masuk kedalam ruangan yang terdapat Adibah di sana.

Fatan yang melihat Atthar seperti itu merasakan apa yang dirasakan oleh Atthar. Fatan kembali mengusap punggung milik Atthar.

"Thar menerut gue lebih baik sekarang lo ke mushola! Berdoa meminta yang terbaik dari Allah supaya istri lo selamat!" nasihat Fatan.

Atthar berfikir sejenak. Benar kata Fatan seharusnya Atthar berdoa pada sang maha pencipta agar istrinya selalu di lindungi oleh Allah. Atthar sangat beruntung mempunyai sahabat seperti Fatan. Dia akan berterimakasih nanti.

"Oke Tan! Lo tunggu sini gue mau ke mushola dulu!" lirih Atthar menepuk pundak sahabatnya.

Fatan hanya mengangguk membiarkan Atthar untuk mengadu kepada sang maha pencipta.

Dengan langkah gontai Atthar menuju mushola terdekat yang ada di rumah sakit. Atthar segera mengambil air wudhu. Setelah itu ia langsung melaksanakan sholat. Usai shalat Atthar berdoa kepada Allah.

'Ya Allah Ya Rahman, Ya Rahim hamba serahkan semua pada mu ya Allah. Ya Allah hanya engkaulah tempat untuk berserah diri. Ya Allah hamba mohon padamu lindungilah istri hambah Ya Allah, selamatkanlah istrinya hamba Ya Allah. Ya Allah maafkan hamba yang telah lalai menjaga istrinya hamba Ya Allah. Hamba mohon padamu Ya Allah kuat kan istri hamba  yang sedang berjuang di dalam sana. Ya Allah hamba mohon tujukkalah kuasa mu Ya Allah. Aamiin Allahumma Aamiin.'

Cukup lama Atthar berdoa pada sang Maha Pencipta. Semoga Allah selalu melindungi Adibah. Atthar tidak siap jika harus kehilangan wanita yang di cintai nya. Atthar menyerah semuanya pada Allah.

Karena di rasa sedikit tenang Atthar kamu kembali ke ruangan dimana Adibah sedang menjalani operasinya. Dia kaget saat melihat keluarganya dan keluarga Adibah sudah ada di depan ruangan tersebut. Perasaannya ia belum menghubungi satu pun keluarganya. Siap tidak siap Atthar harus memberanikan diri,  Atthar menerima jika dia yang di salahkan disini.  Atthar memberanikan langkahnya untuk menemui dua keluarganya.

"Assalamualaikum." lirih Atthar pada keluarganya dan keluarga Adibah.

"Waalaikumsalam." jawab semua yang ada disana.

Disana sudah ada Rina yang sedang menangis sesegukkan di pelukkan suaminya. Kilatan marah terpancar dari wajah Rina ketika melihat anaknya yang tidak bisa menjaga menantunya. Rina kecewa dengan putra nya sendiri.

Plak

Rina mendaratkan tamparan pipi milik Atthar. Atthar yang mendapatkan perlakuan itu hanya diam. Pasrah dengan apa yang di lakukan Bundanya.

"M-maafin Atthar Bun, Atthar gak bi-sa jagain istri Athar." lirih Atthar terduduk di dapan Bundanya. Atthar meneteskan air matanya.

"Bunda kecewa sama kamu nak! Bunda udah pernah bilang jagain menantu Bunda! Bunda benci kamu nak!" bentak Rina sambil memukuli anaknya.

Fatimah yang melihat itu berusaha tegar. Ini semua bukan salah menantunya. Fatimah yakin Atthar sudah menjaga putrinya dengan baik. Ini sudah menjadi takdir dari Allah.

"Sudah Na, sudah putramu tidak salah apa-apa, Ayo bangun nak!" ujar Fatimah melerai keduanya.

"Tapi Fat--" balas Rina terputus.

"Sudah lebih baik sekarang kita berdoa! Agar di mudahkan oleh Allah semuanya!"

"Sini nak dekat dengan Umi" ujar Fatimah.

Atthar bangkit dari posisinya memeluk Ibu yang sudah melahirkan istrinya. Atthar beruntung mempunyai mertua seperti Umi Fatimah. Walau hati nya hancur tapi dia tetap berusaha terlihat tegar di depan semua orang.

"Te-terimakasih Umi, maafkan Atthar tidak bisa menjaga putri Umi! Atthar tidak becus menjaga Adibah Umi!" lirih Atthar meneteskan air matanya. Di dalam pelukkan Umi Fatimah.

"Sudah nak! Kamu harus kuat! Umi yakin putri Umi bisa melewati semua ini! Sudah jangan, sebentar lagi kamu ingin menjadi Ayah tidak boleh cengeng."

"Terimakasih Umi, Atthar janji Umi, Atthar kuat."

"Sekarang lebih baik kamu adzanin anakmu dulu, dia ada di ruangan inkubator." ujar Fatimah.

Atthar menganggukkan kepalanya mencoba kuat dengan semua,cobaan ya Allah berikan. Atthar mengayunkan kakinya menuju ruangan yang dimana terdapat anaknya. Atthar membuka pintu ruangan tersebut segera menghampiri anaknya.

"Assalamualaikum anak Abi." salam Atthar dengan suara yang begitu lirih.

Oh ya Allah mengapa anaknya dan istrinya harus mengalami ini semua. Mengapa tidak dirinya saja yang mengalami ini semua. Atthar menitihkan air matanya, mulai mengadzani putra nya yang baru lahir ke dunia ini. Tidak! Atthar tidak boleh menangis ia harus kuat!

"Hai anak Abi, cepat sehat ya nak! Abi ingin menggendongmu. Doakan Umi agar cepat bangun sayang." ujar Atthar pada putranya. Kini air mata yang sedari Atthar tahan semakin deras.

"Menangislah Thar! Jika itu yang membuat kesedihan lu sedikit berkurang!" kata Fatan.

Sedaritadi Fatan terus mengikuti Atthar kemana pun. Fatan di amanah oleh Umi Fatimah untuk mengikuti Atthar. Fatan takut jika Atthar tiba-tiba tumbang begitu saja. Maka dari itu Fatan mengikuti Atthar. Fatan mengerti akan kesedihan yang di alami oleh sahabatnya.

Atthar menolehkan wajahnya ke arah sumber suara tersebut. Ternyata terdapat Fatan disana. "Tan kenapa Adibah yang harus mengalami ini semua? Kenapa gak gua aja!" lirih Atthar pada sahabatnya.

"Ini semua sudah takdir Allah Thar! Lo harus banyak-banyak berdoa untuk kesembuhan Adibah. Gue yakin Adibah bakal bangun dia wanita yang kuat." ujar Fatan meyakinkan Atthar. Menepuk pundak sahabatnya.

Atthar menganggukkan kepalanya. Benar kata Fatan, Adibah pasti kuat. Istrinya pasti akan bangun. Atthar harus bersabar menghadapi semua cobaan yang Allah berikan padanya. Atthar tidak boleh lemah, karena ia harus menjaga Adibah dan putra nya.




Assalamualaikum. Hai bagaimana kabar kalian semua? Semoga baik-baik saja dan semoga selalu berada di dalam lindungan Allah.
Gimana ceritanya sedih gak? Aku bikin cerita ini sampai nangis😭😭😭. Oke sampai di sini saja dulu. Sykuron kalian.

 My Perfect HusbandTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang