Sadness or Happiness

52 20 1
                                    

  Selaksa rasa cemas menghantui Yoongi dan Soorin.Kedua manusia dengan watak bertolak belakang tersebut makin gencar menggedor pintu apartemen-terus memanggil nama Jungkook.Beruntung mayoritas tetangga Jungkook sedang bekerja pada jam jam itu.Sehingga keduanya tak menjadi tontonan sosok sosok yang haus akan rasa penasaran.

Tak mendapat respon apapun dari Jungkook membuat Yoongi maupun Soorin kelimpungan.Bahkan gadis itu nyaris menangis.Sampai satu hal membuat Soorin segera menggeledah tasnya.

"Duplicat card." Seru dia dengan tangan yang sibuk mengacak acak.

Yoongi yang mendengarnya berhenti memanggil Jungkook, balik menatap Soorin.

"Shit!" Soorin mengumpat kasar sebab tak kunjung berhasil menemukan benda yang ia cari.Kepanikan kian memuncak tajam, pada akhirnya Soorin menumpahkan seluruh isi tasnya yang disaksikan heran oleh Yoongi.

"Ini dia."

Pekiknya senang setelah merampas kartu duplikat yang jatuh di lantai.Mengemasi asal barang barang yang bercecer.Lekas Soorin bergerak cepat menempelkan kartu pada scan yang ada di pintu.Furniture dari kayu itu terbuka membuat Soorin dan Yoongi terbelalak-menahan napas menyaksikan ke dalam.

   Waktu seolah di paksa berjalan lambat.Terniat melukai pandangan Soorin dengan keadaan apartemen Jungkook yang kacau.Pecahan kaca tersebar begitu saja, tak jauh berbeda dengan benda benda lain yang turut berserakan dibanting oleh Jungkook.Soorin hendak masuk yang diikuti Yoongi di belakang.Namun gadis itu menolak.Menahan dada Yoongi yang baru melangkah sampai ambang pintu.Dia menggeleng.

"Sebaiknya kau jangan masuk dulu."

Sejatinya ada perasaan kecewa yang tercokol erat di inti dada, tapi Yoongi tetap mengangguk.Melepaskan Soorin menemui Jungkook dengan tungkai yang dijejakan ringan.Tak ubahnya pencuri mengendap endap agar tak di ketahui si tuan rumah.

Gundu di pusat mata Soorin memicing, melucuti tiap sudut ruangan demi mendapat secuil tanda kehidupan.Semakin jauh masuk mengikuti hembus napas ketakutan yang menyaru dengan atmosfer.Dan disanalah ia-dibalik sofa-Jungkook meringkuk dengan tubuh yang bergetar.Penampilannya berantakan.Soorin meraup sebanyak mungkin oksigen untuk memperkuat mentalnya.Sungguh ini menyakitkan untuk dia.

"Kook." Pita suara Soorin mengeluarkan potongan kata tersebut.Jungkook berjengit kaget, bertambah takut dan merangkak menjauh.

Demi tuhan, Soorin seperti merasakan hatinya di tusuk ribuan belati hingga nyeri meradang tanpa bisa dicegah.Kelopak matanya pun kini telah menampung gugus air yang siap diluncurkan kapan saja.Soorin mencoba mendekat, menyentuh lengan Jungkook yang ditekuk.Namun pemuda itu menolak, merancau sambil berteriak.

"Pergi!"

"Tenangkan dirimu, kook."
Soorin tak menyerah meski berulang kali tangannya dihempas kasar oleh Jungkook.

"Pergi! Jangan mendekati ku!" Mendorong tubuh Soorin sekali lagi.

"Jungkook!" Soorin menyalak.Merasakan dadanya naik turun dengan udara panas yang menggelitiki sekujur tubuh.Menatap berani Jungkook, dimana pemuda itu dalam sekejap roboh ke arahnya.Tergugu dalam pelukan Soorin.

"Aku takut."

Dan telaga bening pada mata Soorin rebas sudah.Keadaan menunjukkan bagaimana dunia ini menyimpan segudang rahasia yang belum pernah matanya saksikan.Bagai sebuah hukuman untuk Soorin melihat Jungkook yang terbiasa kuat menghadapinya sekarang tak ubahlah dandelion yang akan rusak hanya dengan sebuah tiupan.Seladang kelembutan lahir lewat jemarinya yang menangkup kepala Jungkook.Menelusur, menyela nyela helai surai si tuan dalam tangisan.

"Jangan takut.Aku disini."

🍂

  Hari yang berjalan terasa begitu panjang.Berliku dengan batu terjal tersusun hingga titik penghabisan.Satu detik dilewati dengan kesakitan dan air mata yang tercurah percuma.Setelah ribuan usapan dan kalimat penenang, Soorin berhasil membuat Jungkook kembali bernapas sebagaimana semestinya.Kendati rasa takut masih tertinggal di satu sisi jiwa pemuda tersebut, terjebak dan membayang bayanginya.Jungkook meremat ujung sofa, menatap pintu yang satu menit lalu dilewati Soorin.Berusaha yakin pada ucapan Soorin bahwasanya semua akan baik baik saja.

Seseorang muncul melewati pintu yang sama.Soorin yang duduk disamping Jungkook lekas menggenggam tangan itu erat.Yoongi duduk di dekat Jungkook, memandang adiknya dengan senyum miris.Dan Jungkook mati matian menahan gejolak di hati.

"Hai." Yoongi menyapa dalam kecanggungan yang nyata.Jungkook diam tak menyahut.

"Kook, kamu kenapa?" Yoongi bertanya lirih.Jungkook masih membisu.Kali ini mulai menimbun air di pelupuk matanya.

"Apa kau kecewa padaku, karena aku tak datang untuk mencarimu?" Nanar Yoongi menatap Jungkook, "Maafkan hyung telah melupakanmu."

Haru biru, Jungkook menunduk dengan tangis yang berderai.Soorin merangkulnya, menenangkan.

"Aku malu hyung.Aku telah berdosa padamu.Semua salahku.Karena aku kecelakaan malam itu terjadi."

Lutut Jungkook melemas, ia jatuh tertunduk di kaki Yoongi, "Maafkan aku.Tolong, jangan membenciku."

Setumpuk ketakutan yang berdiktator menguasai hidupnya satu setengah tahun terakhir terluapkan.Jungkook bersimpuh memohon, masih dengan tangis yang berderai.Soorin tak tega melihatnya.Ia memposisikan sebelah tangannya untuk menghalau isakan yang keluar.

Yoongi telah mengetahui semuanya dari cerita sang ayah malam itu.Juga perihal Jungkook yang mengalami guncangan selepas peristiwa berdarah mereka terjadi.Yang pada akhirnya membuat Tuan Jeon memutuskan untuk memisahkan keduanya beberapa lama.Karena kendati luka fisik Jungkook tak seberapa, namun luka batinnya tumbuh dengan sangat besar.Mungkin Yoongi tak bisa mengingatnya-semua yang terjadi di musim dingin itu-tapi tetap saja Jungkook merasa berdosa bila harus berhadapan dengan Yoongi.Bahkan hanya dengan mengingat wajah kakaknya, ia merasa begitu buruk.


Cepat saja Yoongi mengangkat tubuh Jungkook kembali duduk di tempatnya.Menggeleng lemah.

"Kamu salah, Kook.Kecelakaan malam itu terjadi bukan karena dirimu.Kita memang telah di takdirkan untuk mengalaminya.Tuhan sengaja membuat kita tak bisa menghindar dari tragedi itu.Jangan mengingkari takdir dengan terus menyalahkan dirimu sendiri.Berhenti sampai hari ini, saeng," jemari Yoongi mengusut air mata adiknya, membelai tepat pada bekas luka di pipi kiri Jungkook yang didapat dari kecelakaan hari itu, "hyung menyayangimu.Hyung tak pernah membencimu."

Waktu merangkaknya matahari menuju titik terbenam terasa begitu sendu.Yoongi yang tak lagi sanggup menahan air mata segera menarik tubuh Jungkook.Memeluknya erat dan menumpahkan segala kerinduan pada bahu kokoh sang adik.Dengan suka rela Jungkook menyambut pelukan hangat itu, membiarkan diri semakin jatuh dalam tangis.

"Aku menyayangimu, hyung.Sangat."

TBC

Annyeong yeorobun

Akhirnya dede kuki ketemu bang agus.Hahaha semakin dekat saja ff ini dengan ending😅

Mungkin chapter kali ini pendek, banyak typo atau masih ada kekurangan lainnya.But, saya berharap kalian menikmatinya.

Jika suka dengan ff jan lupa vote dan komennya ya yeorobun.

Sekian dan Terimakasih😊

#Salam Hangat Dari WahyuTel😉


Tulungagung
Sabtu, 26 September 2020

Let's Go Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang