31. Sang Ketua Basket

46 27 11
                                    

Playing now: RICH BRIAN - Glow Like Dat

Sebetulnya, aku cuma mau pake lagu yang berbahasa Indonesia. But, karena Rich lagunya enak-enak, ya no problem-lah, ya:)

-

Leo berdiri di lorong depan kelasnya. Tangannya menyangga tubuhnya di pagar pembatas. Matanya memandang lapangan utama sekolahnya yang menampakkan sekumpulan murid kelas 10 IPA 2. Iya, kelasnya Sagita sedang mengadakan kelas olahraga, pagi ini. Sagita, paras gadis itu yang paling menyita perhatiannya Leo. Bagaimana bisa, Sagita melupakan hal yang menyakitkan itu dengan mudah? Itu yang menghantui pikiran Leo saat ini.

"Gita! Giliran lo tuh, dipanggil sama pak Lui," ujar Reza yang berdiri di sebelah pak Lui.

Pak Lui adalah guru olahraga yang mengajar kelas 10 IPA 2. Pak Lui merupakan guru yang terbilang muda di SMA Carem. Tak ayal, dia selalu mendapat godaan-godaan dari siswi dan juga guru-guru lainnya. Pasalnya, pak Lui yang merupakan keturunan Pontianak memiliki wajah tampan, namun belum menikah dengan umurnya yang hampir menginjak kepala tiga.

Sagita menoleh ke sumber suara. Ia melihat Reza yang sedang memegang papan jalan dengan setumpuk kertas. Reza yang selalu menjadi sekretaris pribadi kebanggaannya pak Lui. Seakan-akan menjadi orang yang paling sedia untuk membantu pak Lui. 'Lumayan bisa colong-colong nilai, candalah anjir.' Reza berjalan ke arah Sagita sambil membawakan bola basket.

Kali ini adalah pengambilan nilai praktik men-dribble bola basket. Praktiknya, men-dribble bola itu sebanyak lima putaran dengan berlari zig-zag melewati corner-corner yang sudah diatur sedemikian rupa. Setiap putarannya berakhir dengan me-lay up bola ke dalam keranjang basket.

"Udah, nih. Cepetan!" tukas Reza melempar bola ke arah Sagita dengan dadakan.

Mendapat lemparan bola tanpa aba-aba. Sagita gelagapan dan berusaha menangkap bola itu agar tidak menghantam tubuhnya. "O–oke," ucap Sagita sedikit panik.

"Ayo, Gita! Ayo! Lo pasti bisa," teriak Priska yang posisinya sedang berdiri di sebelah pak Liu juga.

Mendapat semangat dari Priska. Sagita yang sedang memegang bola basket mengalihkan pandangannya menatap Priska. Senyumnya mengembang. Ia pun mengangkat jempolnya pertanda ucapan terima kasih.

Priska tambah heboh menyemangati gadis itu. Ia berjingkrak-jingkrak sambil bertepuk tangan menyemangati temannya ini. "Ayo, Gita! Ayo semangat! Gita pasti bisa! Ayo semangat!" Priska membungkuk seketika. "Woh. Hosss ... hosss .... Capek juga, ya. Eh, air dong, air," pinta Priska kepada sekumpulan teman cowoknya.

Tidak. Tidak ada satupun yang menggubris Priska. Setelah adegan Priska menyemangati Sagita. Semua cowok kelasnya ikut-ikutan menyemangati Sagita. Malah, suaranya terdengar lebih keras daripada suara Priska yang menyebabkan suara dia meminta air tidak terdengar.

"Ayo, Git! Lo pasti bisa!"

"Neng beb aku pasti bisa!"

"Git, ayo! Lo pasti bisa!"

Priska jengah dengan itu semua. Bukan iri, tapi sedikit kesal saja. "Hih ... apaan sih! Gue haus juga, malah pada pura-pura budek!" dumel Priska sambil berjalan ke arah water box.

Sagita yang mendapat semangat dari teman-temannya, merasa malu. Lihatlah dirinya! Belum apa-apa sudah mendapat banyak semangat. Padahal, bolanya saja belum digerakan sedikit pun olehnya. Masih hangat berada didekapan Sagita yang berbalut baju olahraga berwarna biru didominasi hitam khas SMA Carem.

Sagita mulai men-dribble bola basket itu. Peluhnya berjatuhan dari wajahnya. Kakinya melangkah menyusuri corner-corner itu dengan terampil. Hingga akhirnya, satu corner lagi Sagita akan berhadapan dengan keranjang basket.

Sagita [COMPLETED]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang