17. Kursi Panas

31 11 0
                                    

Musik tidak tersedia untuk saat ini.
Happy reading❤️!

-

Aku berlari terus dan menerus tanpa sadar. Lelah. Berusaha menembus semua kegelapan ini. Tapi, mengapa semuanya terlihat gelap? Menahan hawa panas yang tak henti-henti menyerang kulit. Suhu yang panas seakan tak kunjung mereda, di sini terasa amat panas bak api neraka. Aku bingung, apa yang terjadi padaku untuk saat ini? Aku sudah berlari sejauh apa, saat ini? Hingga tiba saatnya, kepalaku memaksa berputar untuk melihat apa yang ada di belakangku,

dan ....

Baba? Kenapa baba berdiri sendiri di sana? Bukankah baba ....

Tidak! Itu bukan baba.
Baba, kumohon jangan ganggu aku saat ini.
Baba, tolong pergi dari sini.!
Aku tidak ingin melihatmu untuk saat ini!

Sreettt ....

Ke–kenapa?
Kenapa kakiku berat sekali?

BABA!
TOLONG MENJAUHLAH DARIKU!
AKU MOHON BABA!
JANGAN MENDEKAT!

Aku tidak suka dengan situasi ini!
Aku benci baba saat ini!
Aku tidak ingin melihatnya!

'Mereka bukanlah orang baik, Sagita ....'

A–apa?

Apa tadi suara baba?

Siapa 'mereka' yang dimaksud baba?

Mereka ....

"GITA!" teriak Rega dengan sangat kencang, sambil menggebrak meja.

Hal itu mampu membangunkan Sagita dari tidurnya. Hal itu juga yang selalu Rega lakukan jika melihat Sagita tertidur dengan peluh yang bercucuran di wajahnya. Karena, hanya itu yang mampu membangunkan Sagita, ketika ia sedang bermimpi buruk. Itu semua kebiasaan yang akan dilakukan oleh keluarganya, jika Sagita mengalami itu.

Sagita terbangun dengan peluh yang bercucuran di kening dan juga wajahnya. Napasnya tidak teratur, amat terburu-buru. Ia membelalakkan matanya seakan-akan tidak percaya dengan apa yang baru saja terjadi padanya. Semuanya, semuanya yang ada dalam mimpinya terasa amat nyata. Tangannya segera mengusap dahinya yang basah, karena keringatnya.

"A–aku kenapa, Reg?"

Rega mengitari kursi yang diduduki oleh Sagita. Hingga ia memilih berdiri di belakang kursi tersebut. "Kenapa?" Rega tertawa kecil, sambil berjalan ke hadapan Sagita. "Gue yang harusnya nanya sama lo, Git! Lo kenapa?! Kenapa Sagita? Kamu mimpi apa lagi, Dek?"

"Baba .... Sagita jumpa baba, Reg. Di mana baba?" tanya Sagita, kebingungan.

Rega menarik napasnya dengan kasar. Ia menundukkan diri di depan Sagita saat ini. "Kamu mimpi tentang baba lagi, ya? Dia ada lakuin sesuatu? Sudahlah lupakan saja baba, Git. Ia tak akan kembali menemuimu."

"Gak, Reg! Baba ada bilang sesuatu sama Gita, Reg!" sergah Sagita. Ia berusaha bangkit dari kursi yang ia duduki saat ini.

Rega hanya bisa mendenguskan napasnya kasar. Sangat sulit untuk menjelaskannya kepada Sagita. Namun, di sisi lain, sebenarnya ia merasa kasihan kepada adiknya jika sedang bermimpi tentang baba-nya. 'Sungguh, gue minta maaf. Maafin gue yang belum bisa jadi tempat curhat terbaik, Git.'

Iya, dia tertidur di atas kursi kerjanya sebelum akhirnya terbangun. Saat itu, Sagita berada di Kantor XIA dan sedang bersiap untuk menghadiri meeting kelanjutan misi yang ia jalani. Namun, karena menunggu Hendra yang tak kunjung datang, ia memilih kembali ke ruangannya terlebih dahulu. Tetapi, tanpa bisa menahan kantuknya ia malah ketiduran di kursi kerjanya.

Sagita [COMPLETED]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang