20. Xian Intelligence Agency

61 42 1
                                    

Playing now: STEPHANIE POETRI - Selfish

-

Pintu otomatis terbuka, menandakan ada seseorang yang masuk. Dengan langkah panjangnya, ia menuju lorong yang tersedia lift. Ia terlihat memegang beberapa map di dekapan tangan kanannya. Dengan tangan kirinya, ia memasukan sebuah card ke dalam kantung grey suit-nya setelah menggunakannya pada tap door.

Suara high heel yang haknya beradu dengan lantai saling saut menyaut menggema di lorong kantor. Seorang wanita berperawakan tinggi kurus dengan balutan blouse dan celana hitamnya mengejar wanita yang baru saja masuk. Di mana wanita yang dikejar oleh seorang resepsionis merupakan direktur utama di kantor ini.

"Miss Annchi, Miss!" panggil seorang resepsionis tersebut yang baru saja keluar dari meja front desk hanya untuk sekadar memberi laporan kepada Annchi.

Annchi, direktur utama di kantor Badan Intelejen Swasta "Xian Intelligence Agency". Seorang perempuan yang sudah ditinggal papa-nya untuk selama-lamanya. Papa-nya telah meninggalkan dunia ini dan dirinya, sejak ia masih berusia 10 tahun.

Ia merupakan anak satu-satunya Xi An Marcello Smith. Siapa yang tak kenal dengan Xian Cello? Pengusaha yang pernah jaya pada masanya. Usahanya banyak, macam-macam usaha ia miliki. Di bidang electronics, furniture, food and beverage, and vehicle. Perusahaannya kini jadi hak milik istrinya, yang sekarang kabarnya makin melejit eksistensinya di berbagai media cetak dan elektronik.

"I'm waiting for you. Ten more minutes," ujar Annchi. Tubuhnya segera hilang dari pandangan, karena pintu lift mulai tertutup.

Pintu sudah tertutup dan lift pun melesat dengan kecepatan 75 m/menit. Hanya terdapat dirinya seorang. Ini memang waktunya jam kerja. Mungkin saja semua staff di kantor ini sedang sibuk dengan pekerjaannya masing-masing. Annchi sibuk mengotak-atik ponselnya, jarinya bergerak naik turun mencari nomor seseorang di kontak ponselnya. Berusaha untuk menghubungi seseorang. Tapi, tak kunjung mendapat jawaban dari seseorang tersebut.  Ia amat gelisah, berkali-kali ia menggerakan kakinya. Tangannya juga tampak mengeluarkan keringat. Suhu di dalam lift seakan-akan terasa sangat panas. Mengalahkan panasnya Jakarta.

Pintu lift terbuka di lantai tiga. Annchi segera keluar menuju ruangannya. Langkahnya terlihat amat tergesa-gesa. Seperti dikejar setan saja. Padahal, hari masih siang.

Nyatanya, setelah membuka pintu ruangannya, terlihat seorang pria yang duduk di kursinya, menghadap ke lain arah. Mengetahui ada yang memasuki ruangan. Pria yang duduk di kursi tersebut segera memutarnya mengarah pintu yang menampakan diri Annchi yang sedang berdiri.

Emosi Annchi naik drastis seketika. Ia menghampiri meja dan melempar sebuah map kertas berisi dokumen penting ke arah pria tersebut sambil menjerit, "Lo, ya! Kalo gue telpon tuh angkat!" Dengan nada panjang pada akhir kalimatnya.

Pria tersebut hanya mendengus kasar dan merapikan jasnya yang sedikit berantakan karena map yang baru saja mendarat di pangkuannya. Sudah. Penasaran dengan isi map, pria tersebut membuka dan membacanya. "Rating in the past year."

Melihat apa yang tertera di dalam map tersebut. Kepala pria tersebut hanya mengangguk-angguk sambil membaca dalam hati. Tak lama, pandangannya kembali pada Annchi. "Kerja bagus." Diletakan map tersebut di atas meja yang berada di depannya.

"What news?" tanya Annchi seraya dirinya yang berjalan menuju sofa untuk mendaratkan tubuhnya.

Pria yang terduduk di kursi milik Annchi, kalian tak perlu tau namanya. Yang pasti, ia sangat berpengaruh dalam hidup Annchi. Ia mengarahkan pandangan menuju jendela. Melihat hamparan gedung-gedung tinggi yang kian hari kian bertambah. Ia pun menjawab pertanyaan Annchi. "The results have come out."

Sagita [COMPLETED]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang