Epilog

60 8 2
                                    

Playing now: LEWIS CALPADI - Before you Go

-

Semua yang dipaksakan pasti akan terasa sakit. Kita sebagai manusia, tidak bisa menentang takdir-Nya.

Sagita Arsy Syfana

-

Happy reading❤️!

-

Matahari sudah bersembunyi di ufuk barat. Malam telah datang, menyertakan langit yang berhiaskan taburan bintang dan satu buah bulan yang bersinar cukup sempurna malam ini, purnama. Terlihat juga rasi bintang berbentuk pola sagitarius dan .... Leo? Rasi bintang tersebut tidak begitu berjauhan jaraknya.

'Kenapa semuanya jadi kayak begini? Jujur, aku ingin lebih lama dekat dengan sahabat kecilku. Bukan, bukan hanya sahabat kecilku, tapi juga Leo. Ah, pria aneh yang pernah masuk ke relung hati ini. Lalu kak Heksa, gimana kabar kakak di sana? Rasanya baru sehari bertemu dengan kalian dan sekarang sudah terpisah.'

"Leo, sagitarius, seharusnya kalian ditakdirkan untuk bersama." Sagita meracau dengan senyuman tipisnya yang tersungging di wajahnya.

Saat ini, Sagita tengah duduk di kursi taman depan rumahnya. Ia menyibukkan diri dengan menatap langit dan menghitung bintang. Dengan tujuan agar tak jenuh menunggu seseorang.

Tak perlu menunggu lama, terdengar suara klakson mobil yang berbunyi dari depan pagar rumahnya. Tapi, Sagita menyadari kalau itu bukanlah bunyi klakson seseorang yang sedang ia tunggu. Bunyinya terdengar sedikit berbeda. 'Apa dia ganti mobil?'

"Aku penasaran, lihat gak, ya?" tanya Sagita pada dirinya sendiri. Akhirnya, ia pun memutuskan untuk berjalan ke depan rumahnya.

Sagita membuka pagar rumahnya dan berkata, "Yo?" Sagita sedikit teringat dengan masa lalunya lagi. 'Yo? Leo?'

Tidak, ia tidaklah memanggil sesosok Leo. Ia memanggil teman, eum teman? Sagita memang hanya menganggapnya sebagai teman. Tapi, berbeda dengan apa yang dianggap oleh sosok 'Yo' satu ini. Yo, memiliki nama Lio, nama yang mirip dengan Leo. Ia menganggap bahwa kedekatannya dengan Sagita melebihi dari sekadar pertemanan.

Tapi, pintu sebelah kiri mobil itu pun terbuka dan menampakkan sesosok ....

"K–kak?" Sagita gugup dengan apa yang ia lihat sekarang. Matanya sedikit berkaca-kaca melihat pemandangan yang tidak pernah terpikirkan olehnya.

"NGAPAIN KE SINI, SIH?!" bentak Sagita.

Ia mendorong tubuh Heksa yang sudah berani-beraninya menampakkan diri di hadapannya. Derai air mata Sagita semakin deras setelah mengetahui kalau yang berada di dalam mobil itu adalah Heksa. 'Ngapain ke sini sih, Kak? Ya Tuhan, bantu aku untuk melupakan semua ini, kumohon.'

Heksa yang mendapat dorongan tersebut berusaha menahannya. Ia malah menjatuhkan Sagita ke dalam pelukannya. "Long time no see, dirut XIA, Cia Annchi Silvana."

Heksa menggusap air mata Sagita menggunakan kedua ibu jarinya, dengan posisi telapak tangan yang menggenggam kepala mungil Sagita. "Jangan nangis, inget kata gue, 'Gak menutup kemungkinan untuk menyelesaikan masalah sendiri. Setidaknya, ceritakan pada orang kepercayaanmu, lalu lepaskan segala beban yang kamu rasakan, Git.' Masih inget, kan?"

Sagita menjauhkan dirinya dari pelukan Heksa. Ia mengelap air matanya dengan lengan bajunya. "Kenapa ke sini, Kak? Dengan lo ke sini, lo ngerusak usaha gue buat lupain lo semua."

Sagita [COMPLETED]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang