28. Pengadilan

43 25 0
                                    

Kepribadian Annchi sangatlah berbanding terbalik dengan Sagita. Kini, dirinya tengah duduk di kursi ruang kerjanya sambil menatap layar laptop. Matanya tidak beralih pandang sedari tadi. Jarinya menari-nari di atas keyboard, mengetikan sebuah email ke perusahaan-perusahaan yang terkait kerjasama dengan jasa penyelidikannya.

Rega berjalan di lorong kantor menuju ruangan Annchi. Berjalan dengan sangat santai. Tanpa ada beban sekalipun. Di saat ia telah sampai di ruangannya Annchi, ia melihat adiknya yang sedang berkutik dengan laptop. Ia memilih berdiri di ambang pintu sambil bersandar. Annchi sama sekali tidak menyadari kehadirannya. Padahal, pintu ruangannya sudah pasti berbunyi ketika dibuka.

Rega berdehem dengan tangan yang dikepalkan menutupi mulutnya, seperti orang batuk. Ketika mendengar suara deheman itu, Annchi baru beralih dari laptop guna melihat orang yang baru saja berdehem. Mata sembabnya menatap malas Rega. "Apa?"

"Anda jangan cuek-cuek sama saya, ya. Jangan bawa-bawa masalah pribadi Anda ke sini," protes Rega dan berjalan masuk.

Rega mengambil lapak di sofa untuk duduk. Matanya berkelana mengelilingi seisi ruangan itu. Hidung mancungnya menarik napas dengan dalam setelah mengamati ruang itu. Ruangan yang diharumi dengan pengharum ruangan beraroma lavender. Aroma yang amat digemari oleh Annchi. Aroma yang bisa mengangkat segala beban yang ia alami terhempas dari pikirannya.

Setelah memperhatikan gerak-gerik Rega. Annchi kembali fokus menatap layar laptopnya itu. Ia memilih untuk tidak banyak bicara kali ini. Jari-jarinya kembali mengetik di atas keyboard. Sesekali ia melihat tumpukan kertas yang berada di samping laptopnya.

"Saya baru mengatakan apa tadi?" tanya Rega kepada Annchi. Ia kesal mendapatkan respon yang minim dari adiknya ini.

"Ish," desis Annchi dan memutar kepalanya malas sambil menutup mata. Berakhir dengan kepala yang mendongak dengan menumpu ke kanan. "Anda jangan cuek-cuek sama saya, ya. Jangan bawa-bawa masalah pribadi Anda ke sini," ucapnya mengulangi apa yang dikatakan Rega.

Rega tersenyum sumringah. "Bagus."

Rega mengambil ancang-ancang untuk menaikan kakinya ke atas sofa. Ia berniat duduk sila di atas sofa. Tapi, hal itu menciptakan suara yang membuat Annchi terganggu.

Mendengar suara yang mengganggu pendengarannya, Annchi segera menatap Rega tajam. "Anda bisa diam tid–"

Tokkk ... tokkk ... tokkk ....

Tiba-tiba saja ada suara ketukan pintu yang disusul dengan suara perempuan dari luar pintu. "Excuse me."

Annchi hanya bisa menghela napasnya dengan kasar. Ia mengalihkan pandangannya ke arah pintu. Ucapan yang baru saja ingin ia lontarkan, terpotong dengan ketukan pada pintu yang diikuti dengan suara dari seseorang di depan pintu sana.

Ia pun bangkit dari kursinya. Melempar tatapan tajamnya kepada Rega. Ia menutup laptopnya dan mengangkatnya, lalu mendekap laptop berlogo apel setengah gigitan itu. Berjalan menuju pintu meninggalkan Rega yang terduduk di sofa. Pintu ia buka dan menampakan sosok sekretaris kantor ini. "Move to meeting room."

Sekretaris itu mengangguk. Ia terlihat memegang iPad dengan menampilkan laman email. Ia mengikuti langkah Annchi menuju ruang rapat. Ruang di lantai 5 yang bersifat pribadi. Tidak sembarang orang bisa mengaksesnya. Apalagi, ruang ini dilengkapi dengan sistem keamanan yang sangat ketat.

Sagita [COMPLETED]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang