"Satu hari yang sangat ingin kuhapus dalam hidup adalah hari ini, malam pertama Natal di bulan Desember."
~What If~
.
.
.Suho kini sudah berada di kamar, bersama ayah, ibu, dan juga kakaknya. Ketiga orang itu menatap intens pada pria bersurai kecoklatan yang sekarang hanya duduk terdiam di atas ranjang. Irene dan yang lain masih menunggu di luar. Mereka tidak masuk, karena saat ini Suho tengah diinterogasi oleh keluarganya.
"Papa ngga mau hal ini terulang lagi, Joon! Paham!" bentak Seok Hwan. Bukannya marah, tapi karena terlalu khawatir dengan putranya ini.
"Kamu selalu saja begitu tiap bertengkar dengan kakakmu," imbuh Seo Jin. "Turuti saja apa yang dikatakan Dong Kyu, karena itu yang terbaik, Nak."
"Tapi—"
Ucapan Suho terpotong karena Seok Hwan menyelanya cepat.
"Kalau kamu tetap bersikeras tidak mau dioperasi, kita pindah ke luar negeri. Akan ku atur jadwal dan kita berangkat secepatnya!"
Usai mengatakan itu, Seok Hwan langsung pergi dengan raut wajah kesalnya. Melihat itu Dong Kyu pun segera menyusul sang ayah yang kini sudah menghilang di balik pintu.
"Lihat, ayahmu sampai marah seperti itu karena dia khawatir denganmu. Ditengah kesibukannya, kakakmu bahkan masih berusaha mencarikan donor buatmu."
Suara wanita itu mulai terdengar parau. Suho mulai tertunduk. Perasaan bersalah kini makin menyeruak dalam dirinya.
"Teman-temanmu hampir setiap hari bergantian menjagamu. Kita semua sayang, Joon! Dan sekarang kamu malah menghancurkan harapan besar ini begitu saja," lanjut Seo Jin penuh penekanan. "Mama benar-benar kecewa!"
Perempuan paruh baya itu berbalik lalu melangkah pergi menuju pintu keluar. Wajahnya sudah basah oleh air mata sejak tadi. Ia berjalan setengah terisak sambil menyeka jejak-jejak tetesan itu.
"Mama!" Panggilan itu sontak membuat Seo Jin berhenti. Ia hanya berdiri tanpa menoleh kearah Suho.
"Aku hanya takut ...," lirih Suho. "Bahkan untuk memejamkan mataku barang sebentar, itu terasa menakutkan. Selalu terbayang bagaimana jika nanti aku tidur dan terbangun di kehidupan yang berbeda."
Cairan bening itu makin meluncur deras tak terbendung. Seo Jin membungkam mulutnya, berusaha menahan tangis yang mulai pecah. Hatinya sakit mendengar penuturan Suho yang terdengar begitu putus asa. Ia berangsur menghampiri putranya kembali dan memeluknya erat.
"Jangan takut,kamu tidak sendirian."
Seo Jin menepuk-nepuk punggung serta membelai lembut surai pria itu dengan penuh kasih sayang. Dapat dirasakan kedua bahu ini mulai bergetar hebat. Ya, pria mungil ini menangis. Terisak pelan dalam dekapan hangat ibunya.
Sementara itu di luar kini tinggal Irene bersama Joy yang masih terduduk di kursi tunggu. Irene yang asik dengan ponselnya dan Joy yang sibuk bermain game di iPad-nya, seraya dengan bersandar di bahu sang kakak. Tak lama, perhatian mereka teralihkan saat Seo Jin keluar dari ruangan.
"Kalian belum pulang?"
Gadis itu menggeleng, "Apa dia sudah tidur, Tan?"
"Anak itu barusan terlelap, Rene. Masuklah! Aku mau ke toilet sebentar," pamit wanita paruh baya itu.
"Eonni, aku tunggu di mobil ya?"
"Baiklah," jawab Irene, "maaf membuatmu menunggu lama Joy. Aku hanya ingin melihatnya sebentar."
KAMU SEDANG MEMBACA
WHAT IF..?✓ [REVISI]
FanfictionHighest Rank #2 in SuhoIrene [31 Agustus 2020] #2 in Surene [5 November 2020] #1 in Desember [3 Oktober 2020] Terkadang dalam suatu hubungan, kebohongan menjadi sebuah pilihan demi menutupi kenyataan yang menyakiti perasaan. Kata-kata yang tak teruc...