Episode 29~Cosmic Railway

1K 124 50
                                    


"Aku pandai dalam hal menunggu. Sepuluh tahun ... Seratus tahun ... aku bisa menunggu selama yang kau mau."

~What  If~
.
.
.

Satu tahun kemudian

Cuaca kali ini memang kurang bersahabat. Hujan deras yang mengguyur kota Seoul sejak semalam masih belum juga reda. Jalanan nampak sepi, karena banyak orang memilih berdiam diri di rumah, menghabiskan waktu weekend bersama keluarga mereka.

Begitupun dengan gadis bersurai hitam ini. Hujan lebat serta cuaca dingin membuatnya malas untuk beraktivitas apapun. Dengan selimut yang masih menutupi tubuh mungilnya, ia duduk di dekat jendela seraya menatap nanar rintikan hujan di luar sana.

Wajah kusut, lingkaran hitam bawah mata, dan bibirnya yang sedikit pucat, menandakan bahwa gadis ini sedang dalam kondisi kurang baik. Tangannya bergerak memegang kalung liontin berbentuk angsa di lehernya.

"Bagaimana kabarmu di sana? Aku sangat merindukanmu," lirihnya. Sedetik kemudian setetes kristal bening jatuh dari sudut mata kirinya. Segera ia hapus kala terdengar seseorang mengetuk pintu kamar. Seulgi masuk sambil membawa nampan berisi semangkuk bubur dan segelas susu di tangannya.

"Eonni, sudah bangun ternyata." Diletakkannya nampan itu di atas nakas lalu berjalan menghampiri wanita yang masih duduk di dekat jendela. Ia menempelkan telapak tangannya pada dahi gadis itu. "Syukurlah, demamnya mulai turun."

"Apa yang lain udah pada pulang?"

"Belum kok. Mereka masih pada beres-beres," jawab Seulgi. "Sarapan dulu, buburnya keburu dingin nanti."

"Biarkan saja di situ. Aku masih ngga nafsu makan."

"Tapi—"

"Jangan memaksa, Seul!" Gadis bersurai hitam itu bangkit dan langsung merebahkan diri di atas kasurnya.

Seulgi menghela napas pasrah, "Okay, tapi kau harus menghabiskannya nanti. Dan jangan lupa minum obatmu." Setelah mengatakan itu ia berjalan pergi meninggalkan gadis ini sendirian.

"Bagaimana, Eonni?" tanya Yeri pada Seulgi.

"Demamnya sudah turun, tapi dia masih ngga mau makan."

"Irene eonni memang keras kepala."

"Sudahlah, Yer. Mungkin dia butuh waktu sendiri untuk saat ini." Perhatian Seulgi teralihkan pada wanita berambut pirang  duduk di sofa yang cekikikan sambil menatap ponsel di tangannya. "Kamu ngga bantu bersih-bersih, Wen?"

"Sedari tadi dia seperti itu. Terlalu asik chatting dengan kekasihnya," timpal Yeri kesal.

"Oke-oke, maaf. Ini aku hanya membalas pesannya sebentar." Wendy meletakkan ponselnya dan bergegas bergabung dengan yang lain.

"Kuharap kencanmu sama Chanyeol kepergok dispacth nanti." Mendengar perkataan Seulgi barusan sontak mengundang gelak tawa yang lain, kecuali Wendy yang memasang tampang kesal mendengar hal itu.

Semenjak kejadian Desember lalu, Irene mulai berubah. Ia jadi pendiam, menyendiri, dan suka mengurung diri di kamar. Sangat jelas bahwasanya ia begitu merindukan kekasihnya, Kim Suho. Pria itu memang tak lagi di Korea. Orangtuanya memutuskan membawanya ke Amerika untuk menjalani pengobatan lanjut.

Beberapa waktu lalu, Irene masih sempat menerima kiriman surat dari pria itu. Bisa dibayangkan betapa bahagianya gadis ini, apalagi saat tahu jika keadaan Suho yang mulai membaik. Dirinya juga sempat berkirim pesan lewat email dan saling bertukar foto.  Akan tetapi untuk tiga bulan terakhir ini, Irene tidak menerima kabar apapun dari Suho. Baik lewat surat maupun email. Hal inilah yang membuat gadis itu terpuruk sampai jatuh sakit seperti sekarang.

WHAT IF..?✓ [REVISI]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang