[19] Harsh Reality.

674 147 73
                                    

‧͙⁺˚*・༓☾ Kenyataan Pahit. ☽༓・*˚⁺‧͙

Tepat hari ini dimana ayah Aera sudah koma selama tujuh hari dan belum sadarkan diri hingga saat ini. Aera yang setiap harinya selalu melihat ayahnya terbaring lemah dengan berbagai selang dan beberapa alat medis itu, perlahan semakin membuatnya depresi. Sampai ia harus rela tak mengikuti ujian akhir semester demi menemani ayahnya.

Baru baru ini Aera juga sering mendapat panggilan telpon dari Beomgyu yang selalu menanyai kabar ayahnya. Namun Aera memalsukan semua yang terjadi pada ayahnya kepada Beomgyu. Bukan maksudnya untuk menanggung masalah sendiri, tetapi Aera memang tak mau mengganggu ke-konsentrasian Beomgyu yang tengah melanjut kuliah di Swiss.

Lebih baik jika ia merahasiakan ini sementara waktu hingga tiba di saat yang tepat untuk menceritakan semua ke Beomgyu. Aera juga harus menyiapkan mentalnya terlebih dahulu sebelum mendengar luapan amarah kakaknya yang sangat menyeramkan itu.

"Kita mau kemana coach? Nanti kalo ayah saya sadar pas kita lagi ga di rumah sakit gimana?" Tanya Aera bingung karena sejak pagi tadi, Yeonjun selalu memaksa Aera untuk ikut dengannya entah kemana.

"Nanti kan dokter telpon saya. Jadi tenang aja ya." Ucapnya santai sembari memasangkan sabuk pengaman Aera.

Aera hanya bisa pasrah dan menyetujui ajakan Yeonjun itu. Perjalanan yang lumayan jauh membuat Aera menjadi mengantuk dan berakhir dengan tertidur. Kepala Aera yang sesekali menunduk, mendangak, jatuh ke kanan dan ke kiri membuat Yeonjun harus menahan dengan tangan kanannya agar leher Aera tak sakit walaupun ia sedikit tak nyaman dalam menyetir.

"Aera? Bangun. Udah sampe nih." Yeonjun menoel noel pipi Aera membangunkan. Untung saja otak Aera cepat merespon dan langsung bangun. "Nih. Dibersihin dulu. " Perkataan Yeonjun sembari memberikan selembar tissu itu membuat Aera mencetakkan wajah tak paham. Yeonjun pun hanya terkekeh melihat Aera yang berusaha berfikir itu.

"Ah shit. Kenapa gue kudu ileran pas sama Yeonjun sih! " Batin Aera yang sudah tersadar dan langsung menyembunyikan wajahnya malu.

Aera sekarang benar benar sangat malu dan memilih berjalan mengekori Yeonjun daripada berjalan bersebelahan. Ingin rasanya ia menghilang dari bumi sekarang juga.

Yeonjun sadar jika Aera sejak tadi selalu berjalan di belakangnya, ia pun langsung membalikkan badan dan menghampiri Aera merangkulnya.

"Udah santai aja. Gausah terlalu dipikirin." Ucapnya santai merangkul Aera dan membawanya hingga terlihat sebuah perbatasan antara laut dan daratan.

Menyadari jika Yeonjun membawanya ke pantai, membuat Aera membelalakkan mata senang. Selama hidupnya, ia sama sekali belum pernah berlibur ke pantai. Sewaktu kecil, Aera memiliki impian untuk berlibur ke pantai dengan ayah dan juga Beomgyu. Namun karena pekerjaan ayahnya yang tak pernah absen itu, membuat nya menghapus impian berlibur ke pantai dari daftar harapan.

"Nah sekarang, coba deh kamu teriak sekencang kencangnya mengeluarkan semua masalah kamu. Kalau saya lihat di artikel sih itu bisa membantu mengurangi stress berlebih. "

"Ah gausah lah coach. Saya malu diliatin banyak orang. Nanti dikira saya orang gila lagi."

"Pantainya sepi kok. Udah teriak aja."

Aera melihat sekeliling untuk memastikan jika ucapan Yeonjun barusan ini benar. Tak banyak orang yang sedang berkunjung ke pantai ini. Hanya ada beberapa pengunjung dan juga penjual di tepi pantai.

[√] Love Tale - YeonjunTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang