Daniel berada dalam ruangannya menandatangani beberapa berkas yang sudah menumpuk di atas meja kerjanya. Membaca dengan teliti dan sesekali melingkari beberapa hal yang menurutnya penting. Ia sangat fokus dengan pekerjaannya, hingga suara ketukan pintu pun tidak mengganggu aktivitas Daniel.
"Serius sekali tuan," Daniel mengalihkan pandangannya dari berkas.
Menghela nafas. "Bisakah kau ketuk pintu terlebih dahulu sebelum masuk?"
"Saya sudah mengetuknya berkali-kali tuan. Namun, Anda sangat serius." Menarik kursi, lalu mendudukinya.
"Benarkah?" selidik Daniel.
"Iya Pak Bos." Formalnya.
Daniel memicingkan mata. "Jangan berbicara seperti itu denganku!"
"Anda adalah Bos saya. Jadi sudah sewajarnya saya bersikap seperti ini," katanya.
Daniel melempar orang yang berada di depannya dengan sebuah bolpoint.
"Ishh," ringisnya.
"Sekali lagi kau bicara seperti itu. Aku potong gajimu," ancam Daniel.
"Eitss ... jangan kasihanilah seorang Varo, Pak Bos." Varo memasang wajah memelas.
"Rubah gaya bicaramu, sangat menjijikan." Daniel kembali berkutat dengan berkas dihadapannya.
Varo menemui Daniel untuk membicarakan hal penting yang berkaitan dengan masa lalu Daniel. Sebelum bertemu dengan Daniel Ia terlebih dahulu bertemu dengan seseorang yang berasal dari masa lalu.
"Daniel ada yang mau gue omongin sama lo." Varo berucap.
Daniel berdehem untuk menanggapi perkataan Varo.
"Dia kembali."
Deg
Daniel menghentikan gerakan tangannya. Tubuhnya menengang setelah mendengar ucapan Varo. Dia kembali ... kembali setelah memberi luka tanpa penawar. Dia yang pergi tanpa alasan yang jelas dan kembali ketika Daniel mulai bisa melupakan dia.
"Tidak lucu." Daniel menggeleng.
"Ya memang tidak lucu karena ini bukan lelucon," dengus Varo.
"Tidak sopan sekali kau!" hardik Daniel.
"Ooo ... ya ampun formal salah santai juga salah. Aku harus menggunakan gaya bicara seperti apa Pak Bos," protes Varo Lelah menghadapi sikap Daniel.
Daniel kembali melanjutkan pekerjaannya yang tertunda.
"Apa kau tidak ada kerjaan? Aku tidak menggajimu untuk berleha-leha!" gertak Daniel.
"Sibuk ... sibuk sekali sampai aku butuh udara segar,"
"Tidak ada cuti ini sudah akhir bulan deadline kita banyak," ujar Daniel mengetahui isi pikiran Varo.
Varo mendengus tidak suka atas apa yang Daniel katakan. Sebagai sekretaris tugas yang ditanggung Varo juga besar, lagi pula kenapa tidak ada hak istimewa untuknya. Secara Ia 'kan sahabat Daniel yang notabennya adalah CEO perusahaan tempat Ia bekerja.
Varo belum beranjak dari tempatnya meskipun sudah disindir oleh sang bos. Ia tetap duduk santai sembari bermain handphone.
Daniel melirik. "Keluar."
Varo terkesiap mendengar suara bariton Daniel.
"Winda meminta bertemu denganmu." Bukannya menurut. Varo memilih berkata langsung.
"Tidak!" seru Daniel.
"Lo harus mendengar penjelasan Winda supaya lo bisa melanjutkan hidup," ujar Varo.
KAMU SEDANG MEMBACA
I L Y
أدب نسائيCerita ini sudah tamat di NovelToon dengan judul dan cover yang sama. "Tiga kata yang inginku dengar, tapi mungkin itu hanya mimpi yang entah kapan akan terwujud, terus menanti dan menanti, bertahan pada sebuah keyakinan hati." Selya Lous. Kisah a...