Part 29

42 7 4
                                    

Di lobby perusahaan terjadi keributan yang ditimbulkan Daniel. Dia memarahi semua karyawan yang tidak melihat kepergian Selya. Bagaimana mungkin tidak ada satu pun yang melihat Selya meninggalkan gedung. Hawa dingin seketika menyelimuti semua karyawan, membuat mereka cemas karena mungkin akan terkena amukan sang bos.

Daniel geram karena selya tidak mematuhi perkataanya. Semua karyawan yang tidak tahu apapun terkena amarahnya. Seharusnya tadi Ia meninggalkan Karin bersama Selya untuk menemaninya. Akh ... sudahlah tidak ada gunanya Ia menyesal di situasi seperti ini. Ia harus segera menemukan Selya dan memastikan istrinya itu baik-baik saja.

"Ada apa?" Daniel menghadap ke arah pintu masuk yang di sana terdapat Selya memandang bingung semua karyawan pasalnya mereka berdiri kaku dengan menundukkan pandangannya.

Daniel melangkah cepat menghampiri Selya. Memegang kedua pundaknya dan memutar tubuh Selya, memastikan tidak ada sesuatu yang terjadinya.

"Stop! Aku pusing," serunya saat Daniel tidak berhenti memutar tubuhnya. Dia kira Selya ini apa sampai harus diputar-putar seperti kincir angin.

Daniel memandang datar wajah Selya, raut wajahnya tidak menampilkan keramahan, melainkan amarah yang berusaha ia redam sekuat tenaga. Tanpa mengeluarkan satu kata pun Daniel meraih tangan Selya keluar dari perusahaan. Ia membawa Selya pulang ke rumah. Selya yang bingung dengan sikap Daniel hanya diam.

Tiba di rumah Daniel membawa Selya ke dalam kamar. Beruntung Mama dan Papa siang ini tidak berada di rumah. Mereka sedang pergi mengunjungi salah satu kerabat Papa.

"Sekarang katakan kamu habis dari mana dan dengan siapa." Daniel seakan mengintrogasi Selya.

Haruskah Selya berkata jujur jika Ia bertemu dengan Winda, tapi bagaimana jika nanti Daniel semakin mencecarnya dengan berbagai pertanyaan. Jika selya jujur ada kemungkinan untuk Daniel lebih waspada terhadap Winda dan bisa merencanakan sesuatu untuk menghadapi ancaman Winda.

"Katakan!" Selya tersentak kaget mendengar bentakan Daniel.

"Apa tidak bisa kalau tidak membentak. Pendengaranku masih berfungsi baik," ujarnya.

Daniel mengaku salah karena caranya bertanya seperti menuntut Selya berkata jujur. Selya pasti terkejut karena bentakan darinya. Namun, itu semata kaena Daniel khawatir terhadap Selya.

"Selya, aku tidak mau berdebat. Jadi katakana yang sebenarnya kamu pergi kemana," katanya dengan nada yang lebih rendah dari sebelumnya.

Selya bingung antara bohong atau jujur. Selya harus memilih yang mana? Kedua pilihan itu memiliki kelebihan dan kelemahan tersendiri. Apakah Selya harus jujur kalau Winda berusaha mencelakainya dan Daniel atau berbohong demi bisa mencari tau apa yang Winda rencanakan. Memikirkannya membuat kepala Selya pusing. Ia memegang kepalanya ketika rasa pusing mendera dirinya.

"Pusing?" Daniel memegang pundak Selya dan menuntun Selya untuk duduk di sisi ranjang.

"Tidak perlu kau pikirkan perkataanku, jika itu membuatmu pusing," ucapnya.

Daniel sebenarnya sangat ingin tau. Tadi Selya menggilang kemana tanpa memmberitahunya, tapi melihat keadaan Selya yang seakan tertekan membuat dia lebih memilih mengalah daripada sesuatu terjadi pada Selya.

Selya tidak mau menutupi apapun dari Daniel, setelah dipikir lebih baik Ia berkata jujur. Apapun resiko yang harus Selya terima nanti. Ia juga ingin mendapat perlindungan dari orang yang Ia cintai.

"Tadi saat kau meeting, Winda datang ...." Mengalirlah cerita dari bibir Selya yang sebenarnya terjadi tidak lupa pula bagian di mana Winda berusaha membalas dendam.

Daniel mengepalkan tangannya mengetahui tindakan nekat Selya berbicara dengan Winda. Istrinya ini belum tau karakter winda seperti apa. Jika dia tau pasti akan berpikir dua kali untuk berbicara dengan wanita itu.

"Dia melakukan apa padamu?" Untuk saat ini Daniel tidak bisa memarahi Selya.

"Winda tidak melakukan apapun. Dia pergi setelah mengatakan hal itu," ucap Selya.

"Kamu sudah tau kebenarannya. Aku harap kamu bisa menjauh dari Winda, wanita licik seperti dia sangat berbahaya," ujarnya.

Selya mengangguk mengerti atas perkataan Daniel. Ia juga tidak ingin mencari masalah dengan Winda, apalagi dalam kondisinya yang sedang hamil. Menyerahkan semuanya kepada Daniel adalah pilihan terbaik.

"Daniel," panggilnya.

"Hmm."

"Sepertinya tasku tertinggal di kantor deh,"

"Aku akan suruh salah satu karyawan mengantarkannya ke sini, tapi seperti kamu akan mendapatkan tasmu sore hari." ucap Daniel.

"Di dalam tas ada obat dan vitaminku," cicit Selya.

"Apa kamu belum meminum obat dan vitamin?" Selya menggeleng ragu.

"Ceroboh sekali. Kenapa tidak meminumnya? kamu ini sedang mengandung, vitamin itu sangat penting bagimu," ucap Daniel.

"Jangan memarahi aku, marahi saja Winda karena dia masuk dan mengajakku keluar, sebelum sempat meminum vitamin," kesal Selya memandang Daniel.

"Baiklah. Aku akan kembali ke kantor untuk mengambil tasmu dan mengurus beberapa hal. Kamu di rumah saja." Mencium kening Selya dan berbalik meraih handle pintu.

Selya termenung. Betapa bahagianya Selya jika Daniel merubah sikapnya bukan karena tuntutan Selya semata, melainkan karena dari dirinya sendiri.

"Hai baby. Kamu tau Mommy sangat mencintai Daddy dengan segala sikapnya. Daddy bisa bersikap romantis tidak ya. Mommy penasaran, bisakah kita menjadi partner untuk mengerjai Daddy." Selya tersenyum mengelus perutnya yang masih rata. Ia berusaha berbicara dengan anaknya, meskipun anaknya belum bisa mendengar apa yang Selya katakan. Bentuknya saja baru sebesar kacang.

Untuk pertama kalinya dalam hidupku, aku merasakan begitu banyak cinta untuk seseorang. Gumam Selya.

>>>

Tugas sang bulan telah selesai dan kini sang matahari yang menggantikan perannya. Pagi harinya Selya sudah berada di toko bunga. Lagi-lagi Selya mendapat surat berbunga mawar hitam di atas mejanya. Rasa penasaran semakin menghantui dirinya, tapi bagaimana caranya Ia mencari tau siapa pengiriman surat ini. Nama pengirimannya saja tidak dicantumkan.

Selya muak terus dipermainkan oleh si penulis surat. Dia hanya berani mengancam tanpa bertindak apapun. Dia berusaha menggoyahkan pertahanan Selya, tapi sayangnya, si penulis harus kecewa karena Selya tidak terpengaruh, meskipun ada rasa takut di hatinya.

"Permisi, Nona." Lisa masuk ke ruang Selya.

Selya mendongak. "Iya. Ooo ... Lisa ada apa?"

"Saya hanya ingin mengantarkan laporan keuangan." Menaruhnya di atas meja.

"Apa tadi ad kurir yang mengantarkan surat untukku?" tanya Selya sembari membolak balik halaman laporan.

"Iya, Nona. Saya yang menerima surat tersebut," ucap Lisa.

"Aneh. Beberapa minggu lalu harus aku sendiri yang menerima. Sekarang kamu juga boleh menerimanya," ujarnya.

"Saya tidak tau apapun, Nona." Menatap Selya yang fokus pada laporan di depannya.

"Sudahlah kamu bisa keluar sekarang." Lisa mengangguk dan melangkah keluar.

Masalah Winda belum selesai dan kini di tambah dengan si penulis misterius ini. Selya sendiri tidak memberitahu Daniel mengenai surat ancam tersebut. Surat itu  untuk Selya, maka Selya sendiri yang akan mengurusnya.

Seperti apa dirimu, yang dengan beraninya memberikan aku surat seperti itu. gumamnya.

***
Happy reading.

Huuh aku sampai bingung menggambarkan situasinya hehe. Kalau ada typo mohon maaf ya. Jangan lupa tinggalkan jejak dengan vote and comment. Krisar dari kalian selalu aku tunggu.

Salam sayang dari aku

I L YTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang