Setelah cek out pagi ini dari hotel tempat Selya dan Daniel mengadakan resepsi, mereka sekarang tengah menyantap sarapan disalah satu restoran sembari membicarakan kepindahan mereka ke New York. Tidak tepatnya Daniel yang bersih keras mengajak Selya pindah.
"Aku tidak mau ikut ke New York!" Selya berseru beruntung suasana restoran sedang sepi.
"kita akan menetap di sana." Daniel menanggapi dengan santai.
"Menetap katamu." Selya tidak percaya, "Oh ... ya ampun bahkan kau tadi malam baru saja memberi ku kontrak."
Selya mengingatkan Daniel atas apa yang tadi malam terjadi,sehingga membuatnya menangis dan mendapatkan matanya bengkak pada pagi ini.
"Lagipula aku tidak bisa meninggalkan ayah sendiri," lnajutnya
"Beliau tidak akan sendirian. Kakakmu akan kembali dan menetap disini. Dirumah ayahmu," ujar Daniel.
Bima Louis. Kakak laki-laki Selya yang terpaut usia 7 tahun darinya. Bima sendiri sudah menikah dan memiliki seorang putra bernama Reyhan yang baru berusia 3 tahun. Bima lebih memilih tinggal di Singapura karena istrinya yang tidak mau ikut Bima ke Indonesia. Tapi sekarang Bima harus kembali ke tanah kelahirannya demi membantu perusahaan keluarganya yang sedang menurun. Ia tidak mau ayahnya jatuh sakit karena mengurus perusahaan diusianya saat ini.
"Kak Bima kembali?" Selya bertanya yang dijawab Dan itu dengan menganggukkan kepala.
"Hish bahkan kak Bima tak hadir di acara pernikahan." Selya menggerutu kesal.
"Seenaknya kembali tanpa memberitahuku," lanjutnya.
"Cepat habiskan sarapanmu. Kita akan ke rumah Ayah," perintah Daniel.
"Untuk apa?" tanya Selya heran.
"Mengambil barangmu, kemudian ke bandara."
"Kita akan pergi sekarang!" pekik Selya kaget.
Skiip
"Ayah ...," ucap Selya membuka pintu rumah. Mengedarkan pandangannya mencari sosok pria paruh baya yang terlihat sedang duduk di kursi goyang menghadap taman samping rumah.
Bram yang mendengar suara putrinya menengokkan kepala sehingga tatapannya bertemu dengan manik mata putri kesayangannya. Beliau berdiri dan merentangkan kedua tangannya seolah memberi isyarat untuk Selya memeluk tubuh rapuh tersebut.
Melihat itu Selya berlari dan memeluk ayahnya begitu erat, pelukan yang mengantarkan rasa aman dan nyaman baginya.
"Duduklah Selya, kau sendiri? dimana suamimu?" tanya ayah ketika mereka telah duduk di sofa ruang tamu.
"Mungkin sedang memarkirkan mobil di luar," duga Selya.
"Nah itu dia," lanjutnya sembari menunjuk kearah pintu.
Daniel memasuki rumah mertuanya, netranya menangkap istri dan ayah mertuanya yang sedang duduk di ruang keluarga. Daniel menghampiri keduanya
"Bagaimana kabar Ayah." Daniel berucap setelah menyalami tangan mertuanya kemudian duduk tak jauh dari istrinya.
"Ayah baik-baik saja, ada apa kalian kemari? seharusnya ...."
"Apa harus ada alasan terlebih dahulu, baru boleh aku kemari," potong Selya cepat.
"Bukan begitu maksud Ayah," bujuk Bram yang melihat putrinya sudah memasang wajah masam.
"Kami kemari ingin mengambil barang Selya, lalu segera ke bandara," jelas Daniel menengahi pembicaraan ayah dan putri itu.
"Aku tak bilang setuju ikut pindah," ucap Selya cepat.
"Diammu aku anggap kau setuju."
"Hush ... kalian ini kenapa bertengkar. Memang mau pindah kemana?" Ayah berujar.
"Kami memutuskan menetap di New York, Yah. Pekerjaanku berpusat di sana, jadi tidak mungkin aku meninggalkan Selya di sini." Daniel menjelaskan secara garis besar.
"Aku tidak mau ikut," rengek Selya kepada Ayah.
"Nanti siapa yang akan menemani ayah jika aku pergi," lanjut Selya berkaca-kaca.
"Tidak baik bicara seperti itu, Nak. Kau sudah menikah kemana pun suamimu tinggal kau harus ikut. Lagipula kakakmu akan kembali dan menetap di sini Ayah tidak akan kesepian ada Reyhan keponakanmu itu." Ayah berusaha memberi penjelasan kepada Selya.
"Ish ... bahkan kakak tak mengabariku." Selyaya beranjak dari duduknya dan berlari menaiki tangga menuju kamar.
"Ayah percaya padamu Daniel." Tepukan dipundak Daniel menghentikan lamunan pria itu
"Jaga Selya baik-baik di sana," lanjutnya.
"Aku akan menyusul Selya ke kamar, Yah." Daniel berucap.
Daniel meninggal ayah mertuanya, melangkahkan kakinya menuju kamar istrinya sesampainya di kamar. Daniel melihat Selya yang sedang duduk di pinggiran ranjang. Tatapan matanya kosong Selya sedang melamun.
"Cepat bereskan barang-barangmu. Kita harus ke bandara secepatnya."
"Apa aku tidak bisa tetap tinggal dan kau saja yang kembali." Selya berucap lemah dan tatapan matanya masih kosong, entah apa yang difikirkan Selya saat ini.
"Jangan lupa kontrak dan balas budimu Selya." Daniel berkata dingin.
Mendengar perkataan Daniel. Selya segera tersadar dari lamunannya, tak banyak bicara lagi Selya segera mengambil koper dan memasukkan pakaian dan barang lainnya ke dalam koper, setelah selesai mereka segera turun dari kamar dan berpamitan kepada Bram.
Bersambung......
Semoga kalian suka ama cerita aku jangan lupa vote yah teman" dan tinggalkan jejak kalian di kolom komentar agar aku lebih semangat up cerita nya. Kritik dan sarannya aku tunggu ☺
KAMU SEDANG MEMBACA
I L Y
ChickLitCerita ini sudah tamat di NovelToon dengan judul dan cover yang sama. "Tiga kata yang inginku dengar, tapi mungkin itu hanya mimpi yang entah kapan akan terwujud, terus menanti dan menanti, bertahan pada sebuah keyakinan hati." Selya Lous. Kisah a...