Part 11

68 26 8
                                    

Daniel memperhatikan apa yang Varo lakukan. Diliriknya gelas yang berada dalam genggaman sang sahabat, terdapat retakan kecil di sana. Kemudian menatap gelasnya sendiri yang sempurna tanpa cacat apapun.

"Jangan samakan hidup gue dengan gelas lo itu," ujar Daniel.

"Kedepannya lo engga tau apa yang akan terjadi. Hanya sekedar mengingatkan agar lo engga salah pilih," kata Varo masih menatap gelasnya.

"Btw bagaimana dengan gadis yang lo nikahi?" tanya Varo, "dia cantik engga?" lanjutnya antusias.

"Namanya Selya," jawab Daniel.

"Nama yang cantik, apalagi orangnya pasti gak kalah sama namanya," senyum Varo.

"Menurut lo yang gue lakukan itu udah benar atau salah?" Daniel bertanya.

Varo memutar-mutar gelasnya. "Maksud lo apaan?"

"Gue kasih Selya surat perjanjian pernikahan," jelas Daniel.

"Gila lo yah! Ini sama aja lo mainin janji suci sebuah pernikahan!" pekik Varo.

Daniel memejamkan matanya. "Sekarang apa yang harus gue lakukan."

"Lo minta apa dari dia?" ucap Varo penasaran

Daniel membuka matanya, menatap sang sahabat yang juga menatap balik dirinya.

"Anak." Meluncur sudah kata tersebut dengan mulus dari mulut Daniel.

Varo membulatkan matanya. "Gila lo, Niel! Benar-benar gila. Bagaimana bisa lo minta hal sebesar itu dari dia."

Daniel menghela nafas sejenak. Pandangannya beralih ke cincin yang tersemat di jari manisnya. Meneliti setiap ukiran yang ada di cincin tersebut, selanjutnya Ia melepas cincin pernikahannya melihat secara detail bagaimana indahnya nama Selya terukir dilingkaran dalam cincin.

Varo hanya bisa menggelengkan kepalanya dengan apa yang telah Daniel lakukan. Apakah Daniel tidak memiliki perasaan sedikit saja terhadap istrinya, bila tidak rasa suka setidaknya ada rasa iba terhadap Selya. Namun, ternyata Daniel belum berubah, hati dan pikirannya masih sekeras batu. Jika terus dibiarkan begini, maka dampak yang akan diterima Daniel kedepannya tidak akan bagus.

"Gue terpaksa," ujar Daniel, "Gue butuh penerus, Var."

"Tapi kenapa harus ada surat konyol itu," geram varo

"Huft ...." Daniel lagi-lagi menghela nafas. Diperhatikannya cincin yang Ia lepas. Menatap lekat seakan-akan mencari jawaban dari pertanyaan Varo di sana.

"Gue hanya butuh anak dan perempuan itu yang akan memberikan hal itu." Disematkannya kembali cincin pernikahan di jari manisnya.

"Ini urusan gue, jadi lo engga usah ikut terlibat di dalamnya," ancam Daniel.

Varo terdiam berusaha mencerna setiap perkataan yang Daniel lontarkan. Menengadah ke atas seakan memilah perkataaan yang akan Ia ucapkan agar tidak menyinggung perasaan sahabatnya. Menunduk dan mengambil gelas yang sudah Ia singkirkan beberapa menit, kemudian mengetuk ngetuknya ke meja sehingga menimbulkan bunyi yang tidak beraturan.

"It's oke gue engga akan terlibat, tetapi setidaknya lo harus pikirin anak lo nanti," sahut Varo menghentikan ketukan di atas meja.

"Bahkan setelah lahir pun anak lo masih membutuhkan ibunya," lanjutnya

"Udah gue pikirkan."

"Maka bersikap baiklah ke istri lo itu."

Daniel sudah memikirkan secara matang. Apa yang harus Ia lakukan terhadap Selya.

I L YTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang