Part 21

39 7 1
                                    

Daniel tiba di rumah hampir tengah malam. Ia terlebih dahulu mengurus masalahnya dengan Winda, mengurus bukan berarti bertemu. Ia hanya mengutus anak buahnya untuk mengawasi gerak gerik Winda dan diketahui bahwa Winda sedang bertemu dengan Varo.

Segala cara akan Daniel lakukan demi menjauh dari wanita selicik Winda. Dirinya menyesal dan kecewa pernah sangat mencintai Winda tanpa melihat karakter sang kekasih dan begitu bodohnya Varo bisa terperangkap oleh siasat Winda.

Memasuki rumah Daniel melihat Selya yang bersandar pada sofa dengan mata tertutup, mungkin tertidur. Dalam dua malam ini Selya selalu menanti kepulangan Daniel, meskipun Daniel sudah pernah berkata untuk tidak menunggunya, tapi bukan Selya Namanya kalau tidak keras kepala.

Daniel menyentuh lengan Selya dengan sedikit menggerakkannya untuk membangunkan Selya. Tidak sulit untuk membangunkan istrinya hanya dengan sentuhan saja sudah membuat Selya terbangun, dengan mata yang sedikit mengantuk Selya meraih tas kerja Daniel dan jaz yang berada pada tangan pria itu. Setelah kedua benda tersebut beralih tangan Daniel segera menuju kamarnya dan yang dilakukan Selya hanya mengikutinya dari belakang.

"Mau aku siapkan makan malam?" tanya Selya setibanya mereka di kamar.

"Tidak perlu," ucap Daniel.

"Tidak masalah kau lebih baik bersihkan dirimu dan istirahat aku tahu pasti kau sangat lelah."

Tidak ada tanggapan dari Daniel. Pria itu hanya mengambil handuk dari lemari, kemudian berlalu dari hadapan Selya menuju kamar mandi. Selya memandang lesu ke arah pintu kamar mandi. Ia sengaja menunggu Daniel pulang demi bisa makan bersama dan yang Selya dapat ucapan ketus sang suami. Selya merebahkan tubuhnya di atas Kasur, lalu menarik selimut sebatas perut.

Cklek

Pintu kamar mandi terbuka. Daniel keluar dengan mengenakan kaos dan celana pendek. Selya yang belum memejamkan matanya melirik sekilas ke arah Daniel yang menaiki ranjang.

"Bolehkan aku menjemput Mama dan Papa di bandara besok?" tanya Selya.

"Kenapa tidak menunggu di rumah." Daniel menyampingkan badannya untuk melihat Selya.

"Aku ingin menjemput mereka boleh ya," kata Selya.

"Terserah." Ketus Daniel.

Mendengar balasan Daniel yang ketus membuat Selya mengerucutkan bibirnya tidak suka dengan cara bicara Daniel yang terkesan dingin padahal mereka suami istri, tapi mengapa harus Selya yang memulai pembicaraan.

"Kau tidak suka aku menjemput mereka? Bukankah itu hal baik?" Selya menyentuh tangan Daniel.

Tidak ada jawaban dari Daniel. Suaminya lebih memilih memejamkan matanya dari pada mengobrol dengan Selya. Bagaimana mereka bisa dekat jika bertemu dan bicara saja sedikit. Mereka bertemu hanya pagi dan malam, setiap itu pun Cuma beberapa patah kata yang Daniel ucapkan pada Selya selebihnya Selya yang berusaha mencari celah untuk dekat dengan Daniel, semisalnya mengantar makan siang.

Selya bingung dengan sikap Daniel ini. Ia diperbolehkan pergi atau tidak sebenarnya. Daniel hanya menjawab terserah, tapi dengan nada bicara yang bisa dibilang tidak suka, lantas Selya harus memilih pergi atau tidak. Selya harus mendapat kepastian dari pertanyaannya. Ia mulai mendekatkan tubuhnya ke arah Daniel, mengelus lengan kekar sang suami dan membisikkan sesuatu.

"Aku izinkan asal dengan satu syarat," seringai Daniel setelah Selya selesai berbisik.

"Apa." Mata Selya berbinar senang.

"Bergadang membuat pesanan Mama," kata Daniel.

"Ehh ...." Bingung Selya.

"T-tidak kau pasti lelah bekerja jad ... eumh." Belum selesai Selya bicara Daniel sudah menyambar bibir Selya.

"Tidak ada penolakan," ucap Daniel, setelahnya hanya terdengar desahan yang memenuhi kamar tersebut.

Mereka memadu kasih di bawah selimut. Menyalurkan hasrat untuk hari ini.

>>>

Pagi hari Daniel dan Selya sudah berada di meja makan. Memakan sarapan mereka dengan diam tanpa berbicara, terlebih Daniel tidak suka ada suara saat makan, membuat Selya menyesuaikan kebiasaan Daniel tersebut.

"Aku tidak jadi menjemput Mama dan Papa," ujar Selya ketika selesai memakan suapan terakhirnya.

"Kenapa?" Seakan merasa tidak bersalah dengan ringannya Daniel melontarkan pertanyaan.

"Kau tanya kenapa? Astaga ... kau tidak lihat leherku ini sudah seperti digigit vampire." Menunjuk lehernya yang tertutup kerah panjang.

Akibat pergulatan mereka semalam. Kini Selya harus mengurungkan niatnya untuk menjemput sang mertua karena setiap inci tubuhnya terdapat karya Daniel, sehingga membuat Selya harus mengenakan pakaian panjang untuk menutupi karya indah suaminya.

Selya berdecak sebal melihat tampang Daniel yang tidak menunjukkan penyesalan sedikit pun. Dari pada moodnya rusak sepagi ini Selya lebih memilih ke taman belakang sekedar untuk menyiram bunga atau memetik salah satunya.

Daniel yang tahu jika sang istri marah, mengikuti langkah sang istri yang ternyata ke taman belakang. Berdiri di pintu dan memandang Selya yang tengah terkagum dengan keindahan bunga membuat hati Daniel sedikit merasa sesak. Senyum pun terbit di bibirnya. Daniel mendekati Selya membuat si empu terperanjat kaget.

"Ishh bisa tidak jangan membuatku kaget. Ini sudah kedua kalinya." Mengangkat tangan menunjukkan dua jarinya.

"Apa?"

"Jangan berpura-pura bodoh. Sudah sana pergi jangan menggangguku," kesal Selya.

"Tetap di rumah dan sambut Mama Papa aku akan pergi ke kantor sekarang," ujar Daniel.

"Ya."

Cup

Daniel mencari celah mencium dahi sang istri. Sedangkan Selya yang menerima perlakuan Daniel hanya bisa terdiam dengan mata membulat sempurna. Daniel berbalik meninggalkan Selya yang terpaku bingung.

Jika kau hanya ingin membuat luka tanpa mau mengobatinya, maka jangan bertindak seolah-olah tidak ada pisau diantara kita. Gumam Selya memandang kepergian Daniel dengan perih.

Setelah beberapa saat Selya terdiam dengan berbagai pikiran. Ia mulai meninggalkan taman dan memasuki dapur sekedar untuk mengalihkan perasaan dirinya yang resah. Setidaknya memasak akan membuat konsentrasi Selya kembali walaupun entah masakan apa yang Selya buat, semu sayur tercampur dalam satu wajan.

"Nona, Tuan dan Nyonya sudah kembali," suara Hera mengalihkan Selya dari sayur yang sedang Ia aduk.

"Benarkah? Wahh ... Hera selesaikan ini aku akan menyambut mereka." Antusias Selya melepaskan apron yang melekat di tubuhnya.

Hera yang harus melanjutkan acara memasak Selya dibuat takjub dengan masakannya. Bagaimana tidak jika berbagai jenis sayuran beradu menjadi satu.

Kasian sekali dirimu wahai sayuran, nasibmu harus berakhir di tong sampah bukan masuk ke dalam perut. Batin Hera.

"Mama ...," pekik Selya memeluk Mama.

"Hai sayang. Bagaimana kabarmu?" tanya Mama.

"Aku baik. Penerbangannya lancarkan tanpa kendala?" tanya balik Selya.

"Tidak ada kendala apapun, bahkan tidak ada drama seperti pengantin baru." Papa menjawab dengan menyindir Selya.

Pipi Selya sudah semerah tomat.

"Pah jangan menggoda Selya seperti itu. Lihatlah pipinya sudah semerah tomat," goda mama memandang Selya yang hanya ditanggapi dengan senyum malu-malu.

"Sekali-kali menggoda menantu kesayangan Mama," kekeh Papa.

"Sudahlah ayo kita masuk," ajak mama.

Selya yang masih dalam mode malu pun hanya mengikuti langkah sang Mama dan Papa.Sampai di ruang keluarga mereka bertiga duduk membicarakan beberapa hal,setelahnya Mama dan Papa pamit untuk istirahat dan Selya menyiapkan bekal makan siang yang akan Ia bawa untuk Daniel.

***

Happy reading.

I L Y kembali up nih, yang nunggu kelanjutannya siapa hayo? Yuk dibaca jangan lupa krisar, vote, and komen.

Salam sayang dari aku

I L YTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang