Hari ini menjadi hari yang sangat sibuk untuk Selya dan kedua karyawannya. Mereka bertiga sedang membuat pesanan pembeli. Awal bulan seperti ini memanglah pesanan bunga sedang melonjak naik. Terlebih untuk rangkaian bunga.
Selya sibuk dengan peralatan untuk membuat satu pesanan pembeli. Ia memegang cutter dan bunga di tangannya, dengan pengetahuan dan keterampilan yang ia miliki, Selya mulai merangkai bunga-bunga tersebut. Lama Selya berkutat dengan bunga dan peralatan lainnya. Hingga akhirnya dengan sentuhan terakhir ia berhasil membuat rangkaian bunga yang begitu indah. Kombinasi bunga yang Selya pilih pun sangat cantik.
Sedangkan Ara dan Lisa membuat rangkaian bunga yang lebih besar. Ingin Selya membantu tapi Ara melarang, sehingga Selya memilih merangkai bunga yang kecil saja.
Selya mendapat panggilan alam membuatnya pergi ke kamar mandi. Dalam kamar mandi belum sempat Selya menuntaskan hasratnya. Ia mendengar suara seperti mendesis, tetapi entah berasal dari mana. Namun semakin lama suara tersebut semakin terdengar oleh Selya.
Perasaannya mulai tidak tenang dengan meyakinkan hatinya Selya mulai mencari keberadaan suara tersebut. Secara hati-hati Selya menyelusuri setiap sudut kamar mandi.
Ssst ....
Suara mendesis itu terdengar lagi. Kali ini suara itu terdengar lebih jelas dan ketika Selya mendongak ke atas.
Bukh
Akhh
Selya menjerit melihat sesuatu yang panjang jatuh tepat di sampingnya. Selya bergerak mundur mengetahui seekor ular jatuh dari atap. Ia terkejut melihat seekor ular. Kakinya bahkan lemas untuk digerakkan. Tangannya berusaha meraih sesuatu untuk mengusir ular tersebut. Merasa terancam, ular tersebut bergerak mendekati Selya.
Sementara Selya semakin ketakutan tangannya meraih Scrubbing Heads dan menjulurkannya ke depan. Ular tersebut sedikit mundur dan kesempatan itu digunakan Selya untuk meraih handle pintu.
Selya berlari menjauh dari area kamar mandi. Namun karena kakinya telanjang Ia menginjak sesuatu yang basah di lantai dan mengakibatkan tubuhnya tergelincir.
Bukh!
Nona!
Akhh!
Selya memejamkan mata bersiap menjemput rasa sakit yang akan mendera dirinya. Beberapa detik berlalu, tetapi Ia tidak merasakan tubuhnya membentur lantai, melainkan erangan kesakitan dari seseorang. Ketika membuka mata Selya melihat Lisa yang berada di bawahnya.
Selya memang jatuh, tetapi ia jatuh menimpa Lisa. Sebelum Selya membentur lantai Lisa menarik tangan Selya agar jatuh menimpa dirinya. Ara datang dengan tergesa-gesa mendengar teriakan rekannya dan sang bos.
Ara tercengang melihat Selya yang terjatuh menimpa Lisa. Ia mendekat dan membantu Selya bangun.
"Astaga apa yang terjadi? Anda tidak terluka, 'kan." Ara menuntun Selya untuk duduk dan menyerahkan segelas air putih.
Lisa berdiri, sesekali ia meringis sembari menyentuh punggungnya. Tadi Lisa mendengar suara teriakan Selya. Ia pun berlari masuk ke dalam toko dan melihat Selya keluar dari kamar mandi. Selya terpeleset tidak jauh dari jaraknya, dengan sekuat tenaga Lisa menarik tangan Selya untuk membentur dirinya.
"Berbicaralah, Nona. Jangan diam saja. Kami sangat khawatir," ucap Lisa. Ia merasa takut karena Selya hanya diam saja. Ia takut terlalu kuat menarik Selya tadi.
"Lisa jangan terlalu menekan nona, ia pasti masih terkejut dengan apa yang terjadi." Ara memberi pengertian.
Selya diam, dadanya bergemuruh, Ketakutan masih dirasakan olehnya. Ingin menjawab keresahan kedua karyawannya. Namun, ia masih terlalu terkejut.
"Tenanglah, Nona. Anda aman." Selya menarik dan menghembuskan nafas secara perlahan.
Ara yang berada di samping Selya mengelus punggung sang bos untuk lebih tenang, ia berkali kali melontarkan kata agar Selya merasa dirinya aman.
"Ra ... di sana," tunjuk Selya, tangannya bahkan masih bergetar.
"Di sana ada ular," lanjutnya membuat Ara dan Lisa mengerjap bingung.
"Ular?" ulang Lisa dibalas anggukan oleh Selya.
"Apakah ular itu masih berada di sana?" Selya menggeleng tidak tahu.
"Saya akan mengeceknya. Lisa akan menjada Anda sebentar." Ara beranjak meninggalkan kedua wanita tersebut. Ia lebih memilih menelpon 911 untuk mengamankan ular tersebut, kemudian menelpon suami sang bos untuk segera datang ke toko.
"Ular itu jatuh dari atas dan hampir mematukku," isak Selya.
Lisa mendekati Selya dan mengusap bahunya yang bergetar menahan tangis. Tidak dapat dibayangkan jika Selya terpatuk oleh ular tersebut. Kemungkinan terjadi sesuatu yang tidak baik pun menanti di hadapannya. Selya masih bisa lolos dari ular tersebut, tetapi jika telat sedikit saja, Lisa menyelamatkan Selya. Pasti sekarang akan ada mobil ambulance untuk membawa Selya ke rumah sakit.
Peristiwa seperti ini tidak pernah terbayangkan oleh Selya. Kehadiran seekor ular di kamar mandi membuatnya berpikir mengenai seseorang dibalik kejadian yang menimpanya, walaupun tidak dipungkiri jika ular tersebut bisa saja tersesat di sana tau sedang mencari jalan keluar.
Namun, ia menaruh curiga, apalagi surat yang biasa ia terima hari ini tidak ada. Apakah ini perbuatan penulis surat untuk memberi Selya peringatan atau semua ulah Winda, wanita yang sudah mengancam Selya beberapa waktu lalu.
"Maaf nona saya sudah lancang mengabari suami Anda." Ara datang memberitahu Selya.
Selya tersentak. "Sepertinya dia memang harus tau tentang ini."
"Apa kamu juga memberitahu apa yang menimpa diriku?" tanya Selya.
Ara menggeleng. "Tidak. Saya hanya meminta suami nona datang kemari."
Beberapa menit kemudian damkar datang dan segera melakukan tugasnya sesuai laporan yang mereka terima. Daniel tiba setelah ular tersebut berhasil diamankan oleh petugas. Ia juga melihat ketika ular tersebut dimasukkan ke dalam kantung hitam.
Daniel masuk ke toko mencari istrinya. Ia melihat Selya duduk di sebuah sofa ditemani oleh Lisa, sedangkan Ara sedang berdiskusi dengan petugas damkar di luar. Lisa yang melihat suami sang bos sudah datang pun segera ke luar agar tidak mengganggu pasangan tersebut.
Daniel menyentuh bahu Selya membuat sang istri menoleh. Ia menepuk sofa disebelahnya agar Daniel duduk di sana.
"Ada damkar di luar. Aku juga melihat mereka membawa ular. Ada apa Selya?" tanya Daniel.
Selya menyenderkan kepalanya pada bahu sang suami. Ia menarik nafas dan mulai menceritakan kejadian yang menimpa dirinya. Tidak satu pun terlewat oleh Selya. Mendengar setiap kata yang keluar dari bibir sang istri. Daniel mengepalkan tangannya, ia kecolongan satu langkah.
"Maaf aku gagal untuk melindungimu," ucap Daniel membelai lembut rambut Selya.
"Kami baik-baik saja, Daddy." Selya menyentuh perutnya.
"Percayalah aku akan melindungimu, kamu dan anak kita. Tidak perduli jika aku harus mengorbankan nyawaku,"
Selya menggeleng. "Jangan berkata seperti itu. Kalau kamu tidak ada, maka baby akan bersama siapa jika aku pergi. Dia milikmu,"
Daniel tidak menyangka Selya akan mengatakan hal tersebut. Selya ternyata masih mengingat surat perjanjian mereka.
"Wanita itu sudah bergerak ternyata," kilah Daniel.
"Apa benar ini ulah Winda?"
"Maksudmu, ada tersangka lain?"
Selya lupa bahwa ia tidak memberitahu Daniel tentang surat berbunga mawar hitam itu. Wajar saja Daniel berpikir ini ulah Winda.
***
Happy reading.Sebelumnya maaf karena telat up ya. Terimakasih yang masih setia menunggu kelanjutan cerita ini. Jangan lupa vote and comment.
Salam sayang dari aku

KAMU SEDANG MEMBACA
I L Y
Literatura FemininaCerita ini sudah tamat di NovelToon dengan judul dan cover yang sama. "Tiga kata yang inginku dengar, tapi mungkin itu hanya mimpi yang entah kapan akan terwujud, terus menanti dan menanti, bertahan pada sebuah keyakinan hati." Selya Lous. Kisah a...