Part 23

31 9 3
                                    

Malam ini setelah selesai makan malam. Keluarga Haston berkumpul bersama di ruang keluaga hanya untuk sekedar membicarakan hal biasa. Mama dan Selya yang asik berbicara mengenai hobi mereka, sedangkan Papa dan Daniel yang sangat serius membicarakan perkembangan perusahaan. Mereka berempat larut dalam pembicaraan masing-masing. Topik mengenai perkembangan perusahaan tidak ada habisnya untuk anak dan ayah tersebut, bila tidak dihentikan sudah dapat dipastikan tidak akan berhenti.

"Daniel." Panggil Mama.

Daniel memandang sang Mama yang tidak jauh darinya. Ia berhenti berbicara dengan Papa yang juga ikut melihat ke arah Mama.

"Iya, Ma."

"Kenapa?" tanya Papa.

"Ada yang ingin Selya sampaikan." Selya menunduk atas perkataan Mama. Ia malu menyampaikan keinginannya.

"Apa?" Kompak Papa dan Daniel.

Mama tersenyum jahil. "Tumben kompakan."

Ayah dan anak tersebut tidak menanggapi sifat kejahilan sang Mama. Mereka berdua memandang penuh tanya pada Selya yang hanya menunduk. Mama yang tidak mendapat respon dari suami dan anaknya sedikit merasa kesal. Namun, kini pandangannya mengikuti arah pandang dua pria tersebut yang mengarah pada Selya.

"Sayang kenapa menunduk, ayo katakan pada Daniel apa yang kau inginkan." Mama memegang bahu Selya, membuat Selya mengangkat kepalanya, bersih tatap dengan sang mertua.

"Mama saja yang mengatakannya," cicit Selya.

"Selya menginginkan sesuatu? Apa? Tunggu dulu, kau mengidam, Nak," tebak Papa menepuk bahu Daniel yang berada di sampingnya.

Uhuk ... Daniel terbatuk mendengar kata yang dikeluarkan sang Papa. Mengidam, Selya mengidam? Benarkah ... bukankah itu salah satu ciri seseorang yang sedang mengandung, tapi bagaimana bisa? Mereka melakukannya belum lama, lantas apa benar Selya hamil.

Mama menggeleng melihat tingkah Papa yang seperti anak kecil. Mama juga tidak percaya dengan respon yang Daniel tunjukkan ketika mendengar Papa mengucapkan hal tersebut, sedangkan Selya kembali menunduk merasa bersalah karena belum memberi kabar yang sangat dinantikan kedua orang tua Daniel.

"Belum, Pah. Jangan terlalu menekan mereka agar cepat memberi kita cucu, biarkan mereka saling mendekatkan diri terlebih dahulu," jelas Mama.

"Lihatlah wajah Daniel, Pah. Dia terlihat sangat syok," goda Mama melihat raut wajah Daniel.

Papa berbisik pada Daniel. "Belum jadi ternyata, kau harus lebih giat lagi, Son."

"Hei ... apa yang kalian bicarakan?" teriak Mama.

Kedua pria tersebut terkejut dengan suara sang Mama yang sangat keras. Selya pun ikut terperanjat kaget dibuatnya.

"Tidak ada iya, 'kan, Son." Papa mencari dukungan dari Daniel.

"Apa yang ingin Selya sampaikan?" tanya Daniel menggabaikan papa.

Selya memandang Mama meminta bantuan agar menjelaskannya pada Daniel, tapi Mama ingin agar dirinya mengutarakannya sendiri, lagipula Daniel harus tahu apa yang akan Selya lakukan karena yang berhak dalam segala tindakan Selya adalah sang suami.

"Ayo, Nak. Katakan saja Daniel tidak akan marah," dukung Mama.

Papa hanya duduk diam melihat menantunya yang ragu dalam mengutarakan niatnya pada sang anak, Daniel. Apa mereka belum terbuka satu sama lain? Pikirnya.

"A-aku ingin bekerja." Jujur Selya.

"Tidak!" tegas Daniel yang membuat Papa melirik ke arahnya.

I L YTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang