Pagi diakhir pekan yang menenangkan ditambah dengan secangkir teh yang masih mengepulkan asapnya membelai indra penciuman si penikmat, Lan Wanyin.
"Tenang banget" ujarnya kala menutup mata sambil tersenyum menikmati aroma segar khas pagi hari yang sejuk.
"Anak-anak udah bangun belum ya?" Wanyin menengok kearah dalam rumah sekedar mengecek kedua putranya barangkali ada yang sudah keluar dari sarang masing-masing, maksutnya kamar masing-masing.
"Hmm biarin deh, ini kan akhir pekan" sekali-kali Wanyin membiarkan anak-anaknya menikmati waktunya sendiri, contohnya dengan membiarkan anak-anaknya tidur sepuas mereka.
Toh tidur adalah hiburan penghilang penat paling mujarab.
Wanyin kembali mengamati kebun dan hamparan hijau taman belakang yang luasnya sama dengan lapangan golf sambil ditemani gemericik air terjun buatan yang Xichen buat tepat dibawah kolam ikan yang lokasinya tak jauh dari tempat Wanyin duduk santai saat ini.
Omong-omong, Lan Xichen sedang tidak berada di rumah. Sejak 5 hari yang lalu Xichen pergi ke London untuk mengurus anak perusahaannya meninggalkan Wanyin beserta kedua anaknya di rumah.
Banyak drama yang terjadi saat pria yang menjabat sebagai pemilik perusahaan Lan itu sedang bersiap pergi untuk urusan bisnisnya. Lan Xichen didepan paman dan adiknya berkata sanggup dan akan menyelesaikan segala permasalahan yang terjadi disana.
Tapi tidak didepan Wanyin. Xichen merengek tiap menit berkata tak ingin pergi, tak ingin jauh dari Wanyin dan kedua anaknya, lalu berkicau mempertanyakan apa yang harus ia perbuat saat ia merindukan istrinya.
Karena terlalu jengkel, Wanyin mengancam akan mengadukannya ke paman agar ia tidak jadi berangkat dan digantikan orang lain saja.
Segera saja Xichen diam dan bersikap patuh pada istrinya agar citra baik nya sebagai keponakan dan kakak yang baik tidak runtuh begitu saja.
Lagi pula ini tahun 2020, banyak tekhnologi canggih yang memudahkan mereka untuk saling berhubungan bertukar pesan rindu.
"Papa" suara serak khas bangun tidur milik Lan JingYi membuat lamunan Wanyin buyar, sejujurnya saat ini ia merindukan makhluk bodoh yang berada jauh di London.
"Iya sayang kenapa?" Tanya Wanyin.
Tiba-tiba saja anak pertamanya itu menjatuhkan tubuhnya setara dengan Wanyin yang sedang duduk lalu memeluk perut papanya.
Wanyin mengernyit kan alisnya, panas. "Abang! Abang demam?!" Wanyin panik bukan main.
Suhu tubuh JingYi sangat tinggi. "Pusing bunna" racaunya.
Sudah lama sekali Wanyin tak mendengar panggilan itu. Bunna adalah panggilan kesayangan dari anak-anaknya untuk Wanyin saat mereka masih kecil. Saat menjelang dewasa, Wanyin melarang anak-anaknya memanggilnya dengan panggilan bunna dan menyuruh mereka memanggilnya papa.
Dan sekarang saat abang memanggil nya seperti itu dengan kondisi yang seperti ini membuat hati Wanyin hampir mencelos. "Sayang, kita ke rumah sakit yaa. Sebentar bunna panggilkan ambulance"
Wanyin dengan segala kepanikannya menelpon rumah sakit keluarga untuk segera mengirimkan ambulance beserta tenaga medis lainnya. Namun tangan panas anaknya mencegah panggilan itu "Bunna abang kan cuman demam"
Meskipun ini bukan pertama kalinya anak-anaknya jatuh sakit. Tapi tetap saja, Wanyin tak bisa menahan dirinya sendiri untuk tidak panik dan tetap tenang.
"Abang kok bisa demam sih sayang..." "Ayo kita ke kamar aja, disini dingin" Wanyin menuntun anaknya pergi ke kamar milik nya.
Setelah anaknya berbaring diatas ranjang pintu besar itu terbuka lagi dan menampilkan si kecil yang sama pucatnya dengan JingYi. "Bunna" suara bindengnya mengejutkan Wanyin.
KAMU SEDANG MEMBACA
HuaYin [BL] xicheng✓
Fanfictionkumpulan cerita tentang keluarga Lan Xichen dan Jiang Wanyin yang ditulis pas lagi gabut ⚠️Mpreg ⚠️BxB ⚠️Homophobic jangan baca ⚠️Gak suka, jangan baca ⚠️Seluruh jalan cerita murni pemikiran penulis (saya) ⚠️Semua media yang ada di dalam bukan milik...