Chapter 27

419 63 17
                                    

Setelah pembagian rapor selesai & Pak Shino menyuruh para murid bebas melakukan aktivitas apapun, Duo Sahabat ini berjalan menuju Taman Sekolah.

Maklum, 6 bulan lagi mereka akan lulus kan? Mungkin mereka akan merindukan suasana-suasana seperti ini. Contohnya kenangan kembali duduk berdua di Taman Sekolah. Dimana pertama kalinya, Sarada mulai berbaik hati dengan Boruto dan mencoba akrab dengan pemuda itu.

Sambil duduk menatap pemandangan sekolah, keheningan mulai menyelimuti diri mereka.

Namun tak lama, Boruto mencoba membuka obrolan dengan Sarada...

'Mungkin ini saatnya waktu yang tepat untuk bicara dengan Sarada. Entah apa reaksi dia, aku harus terima kalau dia marah & meninggalkan aku!' batin Boruto.

"Sar...ada yang harus aku bilang ke kamu!"

"Ada apa?" tanya Sarada mengeryitkan dahinya. Wajah Boruto mendadak serius menurutnya, ada masalah apalagi?

Boruto menarik nafasnya perlahan.

"Kemarin Papa bilang ke aku. Para dokter menyarankan agar aku menjalani operasi Jantung."

"Kenapa? Bukannya kamu kemarin udah baik-baik aja? Kemarin kamu keluar dari Rumah Sakit karena kamu udah membaik kan?" protes Sarada.

Boruto hanya menggelengkan kepalanya.

"Kemarin sebelum aku dinyatakan boleh keluar dari Rumah Sakit, aku kembali jalanin pemeriksaan dengan dokter. Para dokter menyimpulkan aku harus jalanin operasi ini." jelas Boruto.

Sarada terdiam sejenak. Jadi kemarin dia mengantarkan Boruto pulang ternyata belum dinyatakan sembuh 100%??? Mengapa para dokter tidak becus untuk merawat Boruto sampai sembuh tanpa harus ada operasi?

"Apa begitu parah?" tanya Sarada dengan raut sedih.

"Jujur aku gaktau! Operasi ini katanya sangat beresiko. Papa tidak mau aku menjalaninya, tetapi ada kemungkinan aku bisa sehat setelah menjalaninya!"

"Tapi ada kemungkinan juga kamu juga akan MENINGGAL!" sela Sarada.

Boruto hanya bisa mengangguk.

"Kalau gitu jangan dioperasi! Seengaknya kamu bisa hidup lebih lama lagi kan?" seru Sarada.

"Aku udah mutusin untuk ngejalanin operasi ini, Sarada!" seru Boruto menatap mata onyx Sarada.

"Kenapa??? Kamu bisa meninggal Boruto!" teriak Sarada tak terima.

"Why? Why you don't tell me? Kenapa kamu gak nanya keputusan aku dulu sebelumnya untuk jalanin operasi itu? Apa kamu gak mikirin perasaan aku, Boruto?" mata Sarada mulai berkaca-kaca.

"Bukan gitu maksudku, Sar--"

"Tunggu! Aku belum selesai bicara sama kamu! Kamu tau operasi Jantung itu rata-rata 20% kemungkinan berhasil, dan sisanya kamu tau kan! Kegagalannya lebih besar daripada kesembuhannya!!! So why, why did you make that decision without asking me?" teriak Sarada makin menjadi dengan suara serak akibat tangisannya.

"Aku tahu itu, Sar!" balas Boruto keras.

Boruto ingin meraih tangan Sarada, namun Sarada langsung menepisnya.

"Cukup! Dulu Papa yang pergi ninggalin aku, sekarang kamu yang akan pergi! Aku gakmau! Aku benci kamu!!!" teriak Sarada marah dan langsung meninggalkan Boruto sendiri di Taman.

"Sar, kenapa kamu gak dengerin aku dulu? Aku melakukan ini semua karena aku ingin selalu sama kamu terus! Selamanya aku pengen nemenin kamu! Aku melakukan ini semua demi kamu!" kata Boruto pelan sambil tertunduk wajahnya menyembunyikan rasa sedihnya.














Rumah Sarada

Sarada langsung pulang ke rumah sehabis berdebat dengan Boruto. Dia tak menyangka, sahabatnya bisa setega itu memutuskan menjalani operasi tanpa bertanya pada dirinya terlebih dulu!

Sarada masuk ke kamar dan mengunci pintunya. Untungnya, sang Mama sedang tak ada di rumah saat ini. Kalau tidak, dia pasti akan bertanya kenapa wajah putrinya pulang dari sekolah malah berlinang air mata sederas itu.

"Kenapa??? Ini bener-bener gak adil! Boruto anak yang baik, kenapa harus dia yang menanggung semua ini?" teriak Sarada di kamarnya.

Kemudian, dia memendam kepalanya di bantal untuk meredam tangisnya.

"Seharusnya gua gak berteman sama dia! Toh gua tau dia punya penyakit mematikan! Lu tuh bodoh Sarada! Gua harus berusaha ngelupain dia! Gua gak mau ada orang yang menyakiti gua lagi!" ucap Sarada merutuki dirinya sendiri.

"Bodoh, bodoh, bodoh! Buat apa gua peduli! Kalau dia mau operasi, operasi saja! Apa hubungannya dengan gua? Toh itu nyawa dia! Gua gak mau berteman sama dia lagi! Berapa kali gua harus melakukan kesalahan? Menyayangi seseorang itu terlalu menyakitkan!" rutuk Sarada terus menerus.














Di Rumah Boruto

Boruto berbaring di kasurnya, merenung sambil memikirkan kejadian tadi. Dia tau akan seperti ini reaksi Sarada. Dia tau penolakan Sarada sebetulnya hanya untuk menutupi ketakutannya dan wajar saja jika gadis itu marah padanya.

Dia juga merasa tak berdaya, karena tidak ada satupun yang bisa ia lakukan untuk meringankan beban di hati sahabat gadisnya itu.

"Maafin aku, Sar. Kamu tetap terpenting dalam kehidupan aku. Tapi, apa kamu gak pengen liat aku 100% sembuh juga? Aku gak pernah sanggup kalau harus ngeliat raut sedih orangtua aku dan kamu juga kalau aku tiba-tiba kambuh!"

Tak lama, Boruto memejamkan matanya mencoba untuk menenangkan pikirannya. Jika ia menghubungi Sarada saat ini, rasanya tidak mungkin. Karena gadis itu masih kesal padanya.















Kembali Ke Sarada

Sarada berjalan mondar mandir di kamarnya. Dia masih terus merasa dikhianati oleh Boruto. Kenapa ia tak bertanya pendapat kepadanya dulu? Bukannya mereka berteman?

Perasaannya saat ini hampir sama seperti saat Papanya pergi ke Luar Negeri. Tapi kali ini hatinya lebih sakit!

'Gua gak boleh nemuin dia lagi!' batin Sarada.

Namun, kenapa sekarang hatinya merasa sangat hampa?

Tak sengaja, dia menyenggol mejanya dan menjatuhkan sebuah CD lagu. Dia ingat! Itu kan pemberian dari Boruto! Dia mengingat ketika dirinya pernah meminta Boruto mengajarkan bermain piano di Ruang Musik Sekolah.

Sarada menangis lagi.

Tak lama, dia membuka kamarnya dan keluar berlari sekencang-kencangnya entah pergi kemana.

➖➖➖➖➖➖➖➖➖➖➖➖➖➖➖➖➖➖➖➖➖➖

857 words 💖

3600 DETIK [DISCONTINUED]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang