Setelah berunding beberapa kali akhirnya kami menemukan gaun yang cocok untuk kukenakan nantinya. Padahal hanya karena gaun kami jadi sempat bertengkar karna Jimin tak mengizinkanku mengenakan gaun dengan punggung yang terlalu terbuka. Aku menghembuskan nafas dalam lalu mengangkat bagian bawah gaunku sambil keluar dari tempat ganti baju. Ketika sudah keluar aku langsung mendapati Jimin dengan tatapan kami yang saling bertemu, dia juga sudah memakai tuxedo pilihannya.
"bagaimana? " tanyaku tersenyum malu padanya.
"cantik, cocok sekali denganmu. " unjarnya dengan sambil menatap wajahku dalam, jujur hal itu sangat membuat aku gugup karna ditatap seserius itu.
"Oppa juga tampan sekali, " ucapku jujur, mendengar itu Jimin sempat terkekeh malu dan menatapku sambil tersenyum. "Oppa? " panggil ku pelan.
"kenapa?" Jimin mendekat lalu memelukku dari belakang. Dengan posisi seperti ini aku dapat mendengar hembusan nafas dan detak jantungnya. Apa aku tidak salah dengar? Kenapa detak jantung Jimin cepat sekali, apa dia sedang gugup?
"kenapa Oppa terlihat kurus sekali? " aku bukannya bertanya tanpa alasan tapi aku rasa ini bukan hanya perasaan aku saja kalau Jimin terlihat lebih kurus dari biasanya, bahkan setahuku dari foto-foto remaja Jimin yang pernah aku liat dia bahkan lebih nampak berisi ketimbang ini. "Oppa banyak pikiran? " tanyaku lagi.
Jimin tidak langsung menjawab dan sempat terdiam beberapa detik, "sedikit, " jawabnya.
"kenapa begitu nanti Oppa bisa sakit, " pungkasku tapi Jimin malah menertawaiku. Apa dia menganggap aku sedang bercanda? Padahal sekarang aku sangat serius!
"Oppa aku serius ish! " kesalku lalu melepaskan pelukan kami, kemudian membalik tubuhku mengarah kehadapannya.
"kau lucu sekali sangat cerewet, " katanya membuat aku melebarkan mata karna dikatai cerewet.
Tangan Jimin mengelus rambutku pelan, "Iya Oppa janji tidak akan lupa makan lagi dan itu pasti apalagi jika kau sudah menjadi istriku, " Jimin lalu mendekatkan wajahnya kewajahku sampai jarak diantara kami hanya tersisa beberapa senti.
"aku senang kau perhatian padaku seperti ini, " setelah mengatakan itu dia lalu menghapus jarak di antara kami. Aku merasakan bibir tebalnya yang melumat pelan bibirku, rasanya sangat gila karna ada sensasi aneh yang turut aku rasakan.
Permainan bibir Jimin sangat luar biasa dan itu membuat aku kesulitan untuk mengimbanginya. Bahkan lumatan secara bergantian dari bibir atas dan bawahku mampu membuat aku merasa terbakar, sampai pada akhirnya aku terpaksa menyerah karna kehabisan nafas dengan menolakkan dada Jimin pelan.
Nafasku berderu tak beraturan ketika berhasil melepaskan diri dari Jimin, dengan setengah mati aku mencoba menghirup udara sebanyak mungkin. Wajahku memanas lalu menunduk dalam-dalam. "kenapa kau malu? " Jimin mengusap wajahku, menyentuh daguku lalu menaikan kepalaku dengan tangannya. Kepalaku terangkat dan langsung bertatapan dengan manik matanya.
"bukankah kita sudah sering melakukan ini," bagus, apa dia lupa bahwa aku sedang hilang ingatan? Jadi aku sama sekali tidak tau apapun.
"ah maaf aku lupa kalau kau ingatanmu masih belum kembali, " ucapnya terkekeh kemudian memeluk tubuhku. Mendengar itu entah mengapa aku malah tidak ingin ingatanku kembali, rasanya aku bahkan sama sekali tidak mampu membayangkan hal apa yang pernah aku lakukan dengan Jimin sebeumnya.
"apa sudah selesai? Ayo pulang aku sudah mengantuk, " desakku padanya.
"tidak mau menginap ditempatku saja? " tawarnya membuat aku cepat menggeleng, entah mengapa aku malah mendadak tidak percaya dengan Jimin. Seketika aku menjadi takut jika hanya berduaan saja dengannya.

KAMU SEDANG MEMBACA
𝐃𝐚𝐧𝐠𝐞𝐫𝐨𝐮𝐬
Fanfiction🖇·˚ ༘ ┊͙[ 𝐖𝐚𝐫𝐧𝐢𝐧𝐠 𝐧𝐜 ] ! ˊˎ ❝Hard sex is a good sex.❞ Mau tak mau, Lea harus melayani nafsu Jimin hampir setiap harinya. Itu semua bermula semejak kejadian satu tahun yang lalu. Lea tidak bisa terlepas lagi dari Jimin, kecuali Jimin send...