T I G A P U L U H S A T U

4.9K 325 83
                                    

Aku memeluk erat gulingku. mengambil sosis goreng di atas piring mengunyahnya meskipun sisa bulir air mata dipipiku masih ada. Aku masih menangis tapi sesekali aku berhenti terisak dan melanjutkan makanku lagi.

"Lea sudahlah sayang, mending kau tidur duluan saja ke kamar. Jika Jimin pulang eomma akan membangunkanmu." bujuk Ibu tapi aku enggan menurutinya, aku masih mau menunggu Jimin pulang di ruang tamu.

"Tidak mau!" tolakku bersikeras. Jimin benar-benar gila, setelah dia pergi dia sama sekali tidak membalas chat dan panggilanku. Dia belum pulang sementara jam sudah menunjukan angka jam satu pagi. Padahal jika Jimin bisa dihubungi aku mau nitip dibelikan odeng dan buah jeruk sunkist.

"Lea kau tidak boleh begadang, kasihan anakmu!" ceramah Ibuku lekas membuang muka seraya menatapku aneh.

"T—Tapi aku lapar. . . a–ku juga mau menunggu Jimin," jawabku jujur kemudian mengambil ayam goreng di atas meja.

"Sikat gigi mu jika sudah selesai, lalu segera tidur. eomma duluan," setelah mengatakan itu Ibu pergi meninggalkanku masuk kedalam kamarnya. Meninggalkan ku sendiri di ruang tamu, dengan beberapa lampu yang sudah dimatikan.

Maaf Ibu tapi aku malas sikat gigi malam ini, aku segera membaringkan tubuhku ke sofa panjang dan terlelap disana.

Akibat tidur terlalu pagi, bangunnya pun jadi agak kesiangan. Setengah delapan mungkin, aku tidak tau tapi untungnya jendela tidak dibuka jadi cahaya matahari tidak masuk kedalam kamarku. Aku baru tersadar kalau aku sudah berada di dalam kamar, tapi siapa yang telah memindahkanku?

Aku cepat-cepat bangun dan memeriksa sekelilingku, namun tidak ada tanda-tanda keberadaan Jimin disini. Itu membuat aku sedih, aku menangis membiarkan cairan asin itu membasahi pipiku.




Perutku bahkan sudah terasa lapar, aku ingin makan daging bakar. Tapi maunya di atas pangkuan Jimin.




Pintu kamar mandi tiba-tiba terhempas dengan begitu kuat hingga membuat aku berhenti menangis karena keterkejutanku. Pelakunya menatapku sedikit panik, wajahnya masih babak belur mungkin karna belum diobati sejak tadi malam. Mataku melebar, dia tidak memakai baju menampilkan perut sixpack nya dan hanya memakai celana boxer.

Kepalaku menunduk malu, aku merasakan pipiku memanas. Meskipun ini bukan pertama kali aku melihat Jimin tanpa baju, tapi ini adalah pertama kalinya aku melihat ini lagi setelah sekian lama.

Jimin bergerak mendekat ke arahku, "Lea, kau baik-baik saja?" tanyanya tepat didepanku. Aku langsung menutup muka sambil sedikit meringis karna pemandangan perut Jimin tepat berada didepanku.

"Lea ada apa?!" Panik Jimin langsung menaiki kasur, duduk didepanku lalu membuka tanganku yang menutupi wajah. Tangannya mengusap wajahku menghapus sisa-sisa air mata.

Tanpa sadar air mataku malah mengalir begitu deras. Aku mengulum bibir begitu rapat, "Maaf."

Jimin menaikan alisnya cengo kebingungan, sepertinya dia tidak dengar aku barusan mengucapkan apa. Karna bibirku tadi bahkan tidak seperti sedang bicara, "Kau mencintai Taehyung?"

Mendengar itu aku hanya mampu diam tak mampu membuka mulut lagi lantaran kesal. Disaat seperti begini kenapa Jimin malah membahas Taehyung, mungkin selama dua hari ini aku memang bertemu Taehyung. Tapi bukan berarti itu artinya aku suka dengan Taehyung.

"Kau menyukainya ya?" Jimin mengambil kesimpulan sendiri karna aku tak kunjung menjawab. "Jika kau mau setelah anak ini lahir kau boleh—,"


PLAK!!

Aku tidak tau apa yang baru saja merasuki ku sampai dengan tiba-tiba aku menampar Jimin, aku kesal dengan dia yang berbicara seperti begitu. Suamiku ini terlihat meringis kesakitan karna aku menampar pipi bekas lukanya. Jimin menatapku bingung sambil memegang pipinya.

𝐃𝐚𝐧𝐠𝐞𝐫𝐨𝐮𝐬Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang