Sudah 2 jam berlalu dan Rosé belum juga kunjung terlelap. Gadis itu merasa lelah dengan kegiatannya hari ini tapi fikirannya terus saja tertuju pada sang adik.
"Apa dia belum pulang?" gumam Rosé gelisah menatap jam dinding yang menunjukkan pukul 11 malam.
Gadis berambut blonde itu bangkit dari tidurnya melangkah perlahan dan terheran menemukan sang adik yang tertidur pulas di atas kasurnya.
"Bukankah dia sangat sulit untuk tidur? Apa dia selelah itu?"
Kaki gadis itu baru saja hendak memasukki kamar sang adik sebelum saat sosok Jennie keluar dari kamar mandi dengan sebuah wadah berisi air.
"Ck kenapa panasnya gak turun juga sih"
Kening Rosé berkerut menatap bingung kakaknya yang tengah meletakkan sebuah handuk kecil pada kening adiknya "Nghh~"
Jennie dengan cepat turun dari kasur dan berusaha menyembuyikan dirinya.
"Jangan bangun dong"Masih tak sadar dengan Rosé yang sejak tadi tersenyum menatap dirinya. Jennie kembali pada kegiatannya "Egonya yang tinggi itu tak pernah hilang memang"
Kepalanya menggeleng pelan. Di depan Lisa, Jennie memang bersikap seolah dirinya marah dan tak perduli. Tapi lihatlah sekarang gadis itu bahkan melewatkan jam tidurnya hanya untuk merawat Lisa.
"Eon—" Rosé menahan kalimatnya saat tangan mungil Jisoo dengan tiba-tiba saja membekap mulutnya.
"Biarkan saja. Sejak tadi dia bahkan tak bisa tidur dan menunggu Lisa pulang. Saat melihat Lisa pulang dan nampak tak baik-baik saja dia langsung seperti itu"
Rosé mengangguk pelan kembali melanjutkan kegiatannya bersama Jisoo yang kini ikut menonton Jennie.
"Dia sangat menyayangi Lisa, tapi egonya itu terlalu besar"
****
Jennie menggeleng beberapa kali saat rasa kantuk itu terus menghinggapinya "Kau baik-baik saja Jen? Wajah mu nampak lelah"
"Tak apa eonni, aku hanya sedikit mengantuk"
"Bukanlah kau tidur lebih cepat tadi malam? Bagaimana bisa tidur mu kurang?" Ucap Jisoo menyunggingkan senyum jahilnya.
"Ada beberapa hal yang harus ku pelajari lebih lanjut, jadi aku tidur sedikit telat"
Rosé dan Jisoo terkekeh mendengar jawaban Jennie yang dengan jelas berusaha membohongan mereka.
"Dimana Lisa?" Tuan Lee itu datang dengan setelan jasnya.
Membuat keempat wanita itu terkejut mendengar pertanyaan yang tak pernah Minho ucapkan selama ini.
"Mungkin dia lelah karena pulang larut semalam" Rosé hanya mengangguk setuju pada Jisoo.
"Akan eomma bangunkan, dia tak boleh melewatkan sarapannya" Yoona bangkit dari kursinya bergegas menaiki tangga. Baru beberapa menit ibunya itu menghilang suara teriakan itu tiba-tiba terdengar mengejutkan mereka yang bahkan berada di meja makan.
"JENNIE!"
Tubuh mungilnya terhenyak dan segera berlari menuju asal suara."Eomma wae geurae?!"
"Lisa tak mau bangun, tubuhnya dingin sekali" gadis itu segera memeriksa tubuh adik bungsunya yang terbaring dengan mata tertutup dan wajah pucat.
Merasakan dinginnya tubuh Lisa yang tak wajar Jennie segera menoleh pada sang ayah "Kita harus segera membawanya ke rumah sakit, Lisa terserang Hipotermia"
Pria Lee itu langsung meraih tubuh kurus putri bungsunya, berlari dengan cepat menaiki mobilnya dan pergi menuju rumah sakit.
•
•
•
•
"Bagaimana bisa sampai seperi ini Jennie~ya?"
Gadis bermata kucing itu menghela nafasnya panjang "Bisakah apa cari tahu kegiatan shootingnya kemarin? Aku rasa dia terlalu lama di udara dingin dengan baju yang basah"
Tuan Lee itu mengangguk segera mengambil langkah lebar meninggalkan ruang rawat sang putri bungsu.
"Jika dia sudah bangun segera panggil aku. Untuk sekarang biarkan dia istirahat dengan masker oksigen, pernafasannya sempat terganggu tadi"
Yoona dan Rosé mengangguk membiarkan Jennie pergi di ikuti dengan Jisoo "Kau mau kemana?"
"Aku harus kerja" Jennie kembali menoleh saat tangan kakaknya itu menahan lengannya.
"Tak bisakah kau menunggunya sampai sadar? Dia membutuhkan mu Jennie, kau tahu—"
"Aku sudah merawatnya, kondisinya juga baik-baik saja. Hanya tunggu beberapa saat sampai dia pulih dan sadar. Aku di sini sebagai dokter, bukan kakaknya"
Jisoo mengepal tangannya menatap kepergian Jennie dengan emosi yang membara "Aku berharap ego mu itu tidak menenggelamkan mu dalam penyesalan"
•
•
•
•
"Bagaimana bisa nilai mu turun, hah? Kau pasti bermalas-malasan dan tak belajar. Sudah berapa kali eomma bilang belajar yang giat agar kau dapat menunjukkan pada pria itu bahwa kau—"
"Eomma aku lelah—hiks. Aku ingin menjadi anak normal yang memiliki banyak teman dan bermain di luar sana"
Wanita berambut hitam itu meraih lengan mungil putrinya dengan kasar "Lihat eomma Lisa! Kau... tak punya waktu untuk semua hal itu. Aku melahirkan mu agar kau—"
"Kalau begitu kenapa kau melahirkan ku—"
Plak~
Gadis berumur 10 tahun itu memegangi pipinya yang merah dengan sudur bibir mungilnya yang mengeluarkan darah.
"Aku melahirkan mu bukan untuk kau sia-siakan. Seharusnya kau berterimakasih karena telah ku lahirkan"
•
•
•
•
Mata bulatnya terbuka dengan linangan air mata yang menetes. Mimpinya tak pernah berubah sejak gadis itu memilih untuk hidup bersama ayahnya 10 tahun lalu.
"Lisa bisa dengar eomma, sayang?"
Bukannya menjawab gadis berponi itu semakin terisak membuat Yoona panik "Cepat panggil adik mu"
Jisoo berlari keluar ruangan Lisa, karena terlalu panik gadis itu bahkan melupakan tombol emergency yang berfungsi untuk memanggil perawat.
"Katakan jika ada yang sakit sayang. Eomma di sini" Lisa masih tak menjawab.
Gadis itu menoleh dan menyembunyikan wajahnya dalam pelukan Yoona "Lisa takut eomma"
"Lisa takut? Apa yang putri eomma takutkan sayang, ayo katakan pada eomma"
"Aku... takut pada ibu ku"
Like A Butterfly
Jakarta, 12 Oktober 2020Note :
Tuh aing double up. Karena kasian sama bapaknya di hujat sendirian, nih gw kasih temen dah:v
KAMU SEDANG MEMBACA
Like A Butterfly ✔
FanfictionHidup itu bukan hanya tentang bahagia dan tawa. Tapi juga tentang bagaimana caranya berjuang dan bertahan.