Terangnya matahari dengan awan kelabu itu menemani Lisa yang terduduk di dalam mobil dengan Bambam di sampingnya.
"Kau yakin ini akan berhasil?""Akhir-akhir ini appa terus menuruti semua kemauan ku. Ku fikir dia tak akan menolak juga kali ini."
Pria bersurai hitam itu menghela nafasnya pasrah, ia cemas jika harapan Lisa tak berjalan dengan lancar "Kau baik-baik saja bukan?"
"Seminggu lebih aku mendekam di rumah sakit, jadi tak perlu khawatir."
"Lisa tetap saja—" ucapannya terhenti saat gadis berponi itu membuka pintu mobil dengan kasar.
"Terimakasih Bambam~ah, sampai bertemu lagi nanti." Lisa berlalu pergi setelah menutup mobil dengan terburu-buru.
Gadis itu berlari pelan menghampiri Minho yang baru saja keluar dari mobilnya dan hendak masuk ke dalam restaurant.
"Kau sendiri Lisa?" Bungsu Lee itu mengangguk sebelum meraih lengah sang ayah dan menariknya masuk.
"Kenapa tiba-tiba ingin makan siang di luar? Bukankah kau harus banyak istirahat di rumah?"
"Aku hanya ingin menghabiskan waktu bersama appa. Kita tak pernah melakukannya bukan?" Lisa benar, selama 11 tahun hidup bersama mereka tak pernah menghabiskan waktu berdua.
"Kita hanya berdua? Kenapa tidak—"
"Eomma!" Pria Lee itu menoleh. Menemukan sosok Shin Hye yang berdiri tak jauh darinya.
Melihat sang ibu yang hendak pergi Lisa melangkah cepat menahan tangan Shin Hye, menariknya untuk bergabung bersamanya dan Minho "Apa ini Lisa? Kau bilang makan malam keluarga—"
"Kalian orang tua ku bukan? Jadi bukankah kita keluarga?"
Minho mendengus kesal, ia fikir yang Lisa maksud ada Yoona dan ketiga putrinya. Tapi siapa yang menyangka bahwa Lisa justru mengajaknya makan bersama Shin Hye.
"Appa membatalkan meeting hanya karena kau bilang akan makan siang bersama. Tapi apa ini!"
Shin Hye yang sejak tadi diam terduduk kembali bangkit dengan menatap Lisa penuh rasa kesal "Sudah ku bilang untuk tidak menemui ku lagi. Jadi berhenti menyuruh Bambam berbohong pada ku."
"Sesulit itukah aku mendapatkan waktu kalian? Aku hanya meminta kalian duduk dan makan siang bersama ku, begitu sulitkah?"
"Lisa, appa—"
"Sudahlah. Aku lelah mencoba. Jadi mulai sekarang anggap saja aku sudah mati."
Lisa berlalu pergi meninggalkan Minho dan Shin Hye yang terdiam "Tak bisakah kau tak berkata kasar padanya!"
"Apa peduli mu? Kau juga menolaknya dan bersikap sibuk." Tinggalah Minho seorang diri. Merutuki dirinya yang lagi-lagi membuat kesalahan.
****
Yoona tersenyum tipis dengan sebuah nampan di genggamannya. Wanita itu ingin melihat putri bungsunya yang baru saja pulang makan siang bersama Minho dan Shin Hye.
Ia tahu hal kecil itu dapat membuat Lisa bahagia dan ia tak merasa keberatan akan itu "Lisa sayang—"
Brak~
Yoona terdiam saat mendapati ruang studio putri bungsunya yang nampak begitu kacau dengan sosok Lisa yang tengah bergerak kasar membanting barang-barang di dalam sana.
"Lisa~ya..."
"Tolong tinggalkan aku sendiri. Aku sedang tak ingin menemui siapa pun." Ucap Lisa dengan nafas terengah.
Wanita Im itu menggeleng. Ia meletakkan asal nampan yang ia bawa dan melangkah mendekati Lisa.
"Wae geurae, hm? Jangan seperti ini, ayo cerita pada eomma." Bukannya menjawab gadis berponi itu justru menunduk dan mulai menangis.
Yoona tahu sekarang, makan siang yang putrinya itu harapkan tak terjadi dan itu membuatnya kecewa sekaligus marah "Gwenchana, eomma akan bicara pada appa mu. Jangan menangis sayang."
Semenjak keluar dari rumah sakit, Lisa mudah sekali menangis dan merasa terbebani. Jennie bilang kanker itu tidak hanya berdampak secara fisik tapi juga mempengaruhi kejiwaan, khususnya kanker paru-paru.
Mengingat kanker itu sudah cukup lama berkembang dan menyebar dalam tubuh putrinya. Yoona yakin emosi Lisa pasti akan mudah terpancing sekali terganggu.
"Lisa jangan seperti ini, ya? Bagaimana jika putri kesayangan eomma ini terluka? Ada eomma sayang, jadi katakan saja pada eomma."
"Kau tahu eomma? Kalian meminta ku untuk bertahan. Tapi bagaimana aku bisa bertahan jika orang yang melahirkan ku saja tak pernah menginginkan ku?"
Yoona menarik nafasnya kasar, lidahnya terasa kelu mendengar keluhan pilu Lisa. Sosok gadis yang Yoona kenal begitu kuat dan tangguh itu kini nampak kacau dan lemah.
"Aku tak pernah minta kepada tuhan untuk melahirkan ku dalam keadaan seperti ini. Aku tak pernah menginginkan hal lebih, cukup dengan ada saat aku membutuhkan mereka saja—"
"Lisa~ya cukup sayang, eomma tak ingin kau meneruskannya dan terluka." Ruangan bercat putih yang di penuhi akan lukisan itu kini hanya terisi dengan suara tangis Yoona dan Lisa.
Bagi Lisa hidup itu berat, saat kau tak pernah bisa membuat semua berjalan sesuai dengan keinginan mu tanpa izin tuhan.
****
Malam ini Lisa terbangun dengan rasa sakit yang muncul di sekujur tubuhnya. Sosok Yoona yang terakhir kali ia ingat bersamanya kini tak terlihat dan entah pergi kemana.
"Uhuk~" Batuk yang ia alami beberapa hari belakangan ini kembali setiap malam datang.
Tarikan nafas panjang itu terdengar kasar dan berat membuat Lisa bangkit dari posisi tidurnya dengan sakit kepala yang menyerang.
"Aku terlalu lama menangis sepetinya."Lisa tersentak dengan tangan yang bergerak meremas selimut putih miliknya. Sengatan rasa sakit pada dadanya itu membuat nafasnya semakin terasa sesak. Bungsu Lee itu bangkit berusaha melangkah menuju walk in closet dengan langkah terhuyu.
Setiap tulang dan sendi dalam tubuhnya kini terasa nyeri, Lisa tahu bahwa penyakit dalam tubuhnya itu sedang berkembang menghancurkannya dari dalam sana.
"Uhuk—" Lisa membeku di tempatnya saat mendapati lendir bercampur darah itu keluar dari mulutnya.
Tangan lainnya terangkat membekap bibirnya yang bergetar dan tak berhenti terbatuk. Kakinya mendadak lemas membuatnya harus pasrah terduduk di kantai walk in closet yang dingin.
"Eomma~" bisikan itu terucap dengan lirih.
Lisa bisa merasakan adanya hawa dingin yang merambat dari ujung kakinya naik hingga ketubuh dan kepalanya "Eomma... aku tak bisa bernafas."
Wajahnya yang memerah kini berubah memucat, nafasnya yang semua berat itu perlahan hilang "Huek~"
Pengelihatannya yang mulai mengabur itu menatap sendu pantulan kacau dirinya dari kaca besar di seberang tubuhnya yang tergeletak tak berdaya.
Lisa pasrah saat punggungnya perlahan bergerak lemas menghantam lantai.
"Inikah akhirnya, tuhan?"Like A Butterfly
Jakarta, 4 Februari 2021Note :
Awali pagi dengan baca wattpad😎
KAMU SEDANG MEMBACA
Like A Butterfly ✔
Hayran KurguHidup itu bukan hanya tentang bahagia dan tawa. Tapi juga tentang bagaimana caranya berjuang dan bertahan.