Dalam perjalanan pulang, ketiga gadis Lee itu nampak di selimuti rasa gelisah. Bahkan Rosé yang seharusnya merasa senang karena Jaehyun baru saja melamarnya justru terlihat begitu ketakutan.
"Eonni apa Lisa masih tak bisa di hubungi?"
Tanya Rosé yang membuyarkan lamunan Jennie."Ponselnya aktif tapi tak di jawab. Mungkin dia sudah pulang atau menginap di hotel."
"Eonni kau tahu media sedang mencarinya karena kasus haraboeji. Bagaimana jika dia tertangkap wartawan?"
Jisoo menghela nafasnya panjang.
"Rosé kita semua sedang gelisah tolong, setidaknya jangan menambah fikiran."Mungkin Jisoo dan Rosé memang merasa gelisah. Tapi dalam sikap tenangnya Jennie jauh lebih menggila, apa lagi saat suara panggilan yang Jongin terima sempat terdengar olehnya menyebut nama Lisa.
"Kenapa berhenti pak?"
Pria dengan seragam hitamnya itu menoleh pada Rosé yang bertanya "Maaf nona, lalu lintas malam ini sedikit macet. Sepertinya karena peringatan hari kematian Kim Donghyuk."
"Ah idol yang bunuh diri itu?" Tanya Jisoo yang di angguki oleh sang supir.
"Ck, aku hampir lupa. Padahal kami dekat dulu." Jisoo dan Jennie menoleh pada Rosé yang bersuara lirih.
"Kalian saling kenal?"
"Ya, kami hanya sebatas kenal. Tapi dia salah satu Idol yang menyukai Lisa. Kami pernah bertemu beberapa kali."
Jisoo terdiam sejenak "Jennie~ya apakah dia kerabat jauh Mingyu dan Jongin?"
"Hm, sepertinya. Marga mereka sama, tapi aku kurang tahu karena Jongin cukup sensitif terhadap keluarganya."
****
"Lisa~ya sampai jumpa besok. Ingat kita ada acara promosi drama besok, jadi jangan tidur terlalu malam."
Gadis berponi itu mengangguk pada Jungkook yang kembali masuk ke dalam mobilnya "Mimpi indah, sayang."
Lisa memutar matanya malas saat pria Jeon itu memberikan flying kiss sebelum melajukan mobilnya pergi dari kediaman Lee.
"Nona Lisa." Seorang wanita dengan seragam maidnya itu menghentikan langkah Lisa.
"Ada tuan Jongin di dalam, apa tidak sebaiknya anda—"
"Tak usah khawatir. Suruh semua orang untuk tidak mengganggu. Aku ada urusan bersama Jongin oppa." Maid itu nampak terperang mendengar ucapan Lisa.
Oh ayolah bukan rahasia lagi jika Jongin tak menyukai Lisa. Pria itu dengan sangat terang-terangan menunjukkan sikapnya kepada semua orang.
"Nona... apa anda yakin?"
Lisa mengangguk dengan yakin "Dan pastikan tidak ada yang tahu atau melihatnya. Suruh para penjaga untuk fokus pada appa dan yang lain. Arraseo?"
"Tapi nona—"
Lisa berlalu pergi begitu saja. Saat ia baru saja menginjakkan kakinya di ruang tamu pria dengan setelan jas mahalnya itu sudah menyambut "Kenapa mendatangi ku tiba-tiba? Kau bahkan tak memberi tahu yang lain oppa."
****
Jennie mengernyit bingung saat mendapati suasana mansion nampak begitu sepi.
"Kemana perginya semua pengawal?""Ah nona Lisa yang menyuruh kami untuk tidak menjaga di depan pintu mansion. Ada tamu penting katanya."
"Tamu? Siapa?" Wajah Jennie memucat, perasaannya jauh lebih tak tenang sekarang.
"Maaf, saya kurang tahu nona. Kami bahkan tak melihatnya masuk."
Dengan gerakan cepat pintu penumpang itu terbuka, Jennie berlari kencang memasuki mansion yang nampak sepi. Lupa jika ia tengah menggunakan heels yang cukup tinggi.
"Lisa, kau dimana—"
Tubuh Jennie menegang di tempatnya. Jantungnya berdetak kencang dengan nafas yang berangsur berat."Eonni kenapa kau— LISA!"
Rosé berjalan cepat menghampiri Lisa yang tergeletak di pinggir tangga dengan cairan merah pekat yang mengerikan.
"Li-Lisa... kau dengar eonni, Lisa?""Eon-ni Lisa—"
"Kita keluar Jen, kau tak boleh melihatnya." Jisoo bergerak menarik paksa tangan Jennie untuk menjauh tapi gadis bermata kucing itu nampak terpaku di tempatnya.
"Eonni— Lisa dia..."
"Jennie kendalikan diri mu! Atur nafas mu, jangan biarkan fikiran itu mengontrol mu terus menerus."
"Eonni tapi ini terulang. EONNI LISA—" sulung Lee itu meraih tubuh Jennie kedalam pelukannya. Tak seharusnya Jennie melihat Lisa dalam keadaan seperti tadi.
"Aku sudah menghubungi ambulan. Kita bawa Lisa ke rumah sakit, jadi tenangkan diri mu dan kendali fikiran mu."
"Eonni darahnya banyak sekali— aku takut."
Jisoo mengangguk dengan tangan yang tak berhenti mengusap punggung Jennie.•
•
•
•
"Lisa~ya... kau dengar eonni, kan? Terus lihat eonni, jangan tutup mata mu, eoh?"
Rosé menangis kencang, menggenggam erat tangan Lisa yang terasa dingin.Tangan yang selalu terasa hangat dan nyaman itu kini terasa dingin dan hampa tanpa ada genggaman yang selalu Rosé nanti dan dambakan "Eon-ni... Jennie eonni—"
"Stt, Jennie eonni baik-baik saja. Dia tak melihat mu, Jisoo eonni sudah membawanya pergi. Jadi kau fikirkan saja diri mu."
"Eonni..."
"Hm, ada apa Lisa— Siapa yang melakukannya, siapa yang berani melakukan ini pada Olafnya eonni?"
Mata bulat Lisa terpejam sejenak membuat Rosé begitu ketakutan "Jong-in op-pa..."
"Dia yang melakukannya? Jongin oppa yang melakukan semua ini pada mu— Lisa, kau dengar eonni? LISA!"
Rosé dilanda kepanikan saat tiba-tiba saja tubuh adiknya itu bergetar hebat. Matanya berubah putih dengan tubuh yang tak berhenti mengejang.
"Lisa~ya jangan seperti ini eonni mohon— LALISA!"
****
"Kau dengar Minho?"
Pria Lee itu menoleh pada Yoona yang menghentikan langkahnya "Apa kau tak pernah lelah menyudutkan Lisa terus menerus. Dia putri mu Minho, darah daging mu!"
"Aku tak pernah menyudutkannya—"
"Tidak menyudutkannya tapi kau terus berusaha membuatnya jelek dimata ketiga kakaknya atau bahkan aku. Sebenci itukah kau padanya sampai-sampai kau tega melakukannya?"
Minho berdecak kesal, ia tahu bahwa Yoona telah mengibarkan bendera peperangan padanya "Aku tak pernah menginginkannya. Kau tahu, setiap melihatnya sama saja mengingatkan ku pada dosa yang telah ku perbuat pada mu."
"Kau harus menanggungnya. Itu kesalahan mu jadi berhenti menyalahkan kehadirannya. Satu-satunya orang yang harus di salahkan itu kau tapi kenapa dia yang terus menerus menanggungnya."
"Yoona apa kau tak sadar? Kita bahkan sering bertengkar hanya karena dia—"
"Berhenti menyalahkannya! Ku peringatkan Minho, seseorang akan menghargai sesuatu saat hal itu telah hilang. Jangan sampai kau seperti itu."
Yoona berlalu memasuki mobil dan meninggalkan Minho yang terdiam kaku di tempatnya.
"Itu tak akan terjadi, dia tak seistimewa itu sampai aku harus merasakan kehilangan."
Like A Butterfly
Bandung, 27 Desember 2020Note :
Tuh udah gak gantung kan?
KAMU SEDANG MEMBACA
Like A Butterfly ✔
Fiksi PenggemarHidup itu bukan hanya tentang bahagia dan tawa. Tapi juga tentang bagaimana caranya berjuang dan bertahan.