Pagi weekend yang sunyi ini benar-benar membuat suasana di meja makan besar keluarga Lee nampak begitu mencekam.
"Hm, kalian tak ada jadwal? Bagaimana jika menghabiskan waktu bersama?"Tak ada balasan. Rosé dan Jisoo nampak begitu fokus pada makannya atau mungkin memang sengaja tak menjawab sedangkan Jennie, gadis itu terlihat begitu pendiam pagi ini dan Lisa tak tahu apa alasannya.
Brak
Keempat gadis itu tersentak saat sebuah map terbanting di hadapan Lisa yang dengan reflek menoleh pada sang ayah.
Plak~
"Kau tak punya malu Lalisa? Masih bisa kau makan dengan tenang setelah media menyebarkan berita mu karena menjebloskan kakek mu sendiri ke penjara?"
Bungsu Lee itu terdiam menikmati rasa perih pada pipi kanannya, bahkan tanpa melihat cermin pun Lisa tahu bibirnya itu terkoyak "Jadi urusan yang kau maksud itu ini? Kau ingin mencari kesalahan kakek mu? Dasar anak—"
"Minho! Sudah cukup—"
"DIAM YOONA! Cukup untuk kali ini. Dia anak ku dan aku harus memberikannya pelajaran. Anak ini sudah melewati batasnya, ia seharusnya tau diri dan bersyukur karena aku masih sudi untuk menampungnya dari wanita itu."
Mungkin Minho tak sadar bahwa dalam setiap kata yang ia ucapkan itu seperti garam yang bertabur bebas di atas luka yang terbuka lebar dalam batin Lisa.
"Mau ku taruh dimana muka ku saat menemui keluarga Im nanti, huh? Mereka mengadakan makan malam keluarga tapi kau malah—"
"Aku salah." Ucap Lisa lirih tanpa menoleh pada Minho sedikit pun.
"Bagus jika kau sadar dan mengakuinya. Akan lebih bagus lagi jika kau mencabut tuntutan itu."
"Aku salah karena berharap. Berharap terhadap keluarga ini, berharap terhadap hidup ku yang bahkan hanya sebuah kesalah bagi kalian."
Kali ini Bungsu Lee itu mengedarkan pandangannya pada setiap orang yang berada di ruang makan. Bahkan Yoona yang selalu mencari alasan untuk membelanya pun kali ini hanya terdiam membisu di samping sang ayah. Begitu besarkah kesalahannya kali ini?
"Harapan ku terlalu besar dan hal itu yang menghancurkan ku. Aku terlalu serakah karena menginginkan hidup bahagia dalam takdir ku yang hanya sebuah beban bagi kalian. Maaf karena berfikir bahwa kalian adalah rumah ku."
Lisa bangkit dan berlalu pergi begitu saja, tak ada seorang pun yang berniat mengejarnya atau bahkan menahannya. Sampai akhirnya Jennie yang merasa muak pun angkat suara.
"Kau tahu appa? Di sini orang yang gagal bukanlah Jisoo eonni, melainkan kau. Kau gagal dalam membina keluarga ini menuju kebahagiaan. Kau gagal memberikan perlindungan dan hak yang sama terhadap setiap anak mu."
Jennie bangkit dari kursinya dengan kasar dan melangkan mendekati Minho "Kenapa harus Lisa? Apa karena dia anak haram, anak dari perbuatan bejad mu yang selalu di salahkan, iya?"
"Jennie jaga ucapan mu!" Tegur Jisoo yang merasa kalimat adiknya itu sudah melewati batas.
"Apa eonni? Kau pun sama saja, kau mengajari Rosé untuk berfikir dewasan dan logis tapi kau bahkan bersikap seperti remaja labil. Tak bisa membedakan yang mana kebenaran dan yang mana rekayasa."
Sulung Lee itu tersulut amarah, ia bangkit dengan tatapan nyalang pada Jennie.
"Kau tak berkaca? Semua ini berawal karena mu yang tiba-tiba saja menjauhi Lisa! Mengabaikannya saat dia jatuh sakit dan—""AKU DI ANCAM! Aku mengaku jika sikap ku berlebihan terhadapnya, tapi satu-satunya yang bisa ku lakukan untuk mendunginya adalah menjauhinya. Aku tak tahu bahwa Lisa merasakan hal yang sama. Tapi dengan begitu sabar dan pintarnya ia menutupi semua ini dan menanggungnya sendiri. Hanya demi melindungi kita semua yang bahkan terus menerus menyakitinya!"
KAMU SEDANG MEMBACA
Like A Butterfly ✔
FanfictionHidup itu bukan hanya tentang bahagia dan tawa. Tapi juga tentang bagaimana caranya berjuang dan bertahan.